Rare Earths Jadi 'Kartu As' Xi Jinping Hadapi Perang Dagang Trump

Internasional

Rare Earths Jadi 'Kartu As' Xi Jinping Hadapi Perang Dagang Trump

Herdi Alif Al Hikam - detikBali
Jumat, 18 Apr 2025 08:01 WIB
Hubungan Presiden AS Donald Trump-Presiden China Xi Jinping memanas. Keretakan hubungan diplomasi itu karena Trump kecewa dengan China terkait virus Corona.
Xi Jinping dan Donald Trump. (Foto: Getty Images)
Denpasar -

Presiden China Xi Jinping memiliki senjata strategis untuk menghadapi tekanan dari Amerika Serikat (AS) dalam konflik perdagangan yang kembali memanas. Sejak era Presiden Donald Trump yang menerapkan tarif impor tinggi, China tak tinggal diam dan kini memanfaatkan dominasinya atas logam tanah jarang atau rare earths sebagai senjata balasan.

Logam tanah jarang merupakan elemen vital yang digunakan dalam berbagai teknologi modern, mulai dari iPhone, kendaraan listrik, hingga senjata militer. Penguasaan China atas rantai pasok global mineral ini menjadi ancaman serius bagi industri teknologi dan pertahanan AS.

Kesadaran Xi Jinping terhadap potensi strategis logam tanah jarang bukan hal baru. Pada 2019, di tengah memanasnya perang dagang jilid pertama, Xi melakukan kunjungan simbolis ke sebuah pabrik pemrosesan logam tanah jarang di Ganzhou.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Rare earths adalah sumber daya strategis yang vital," sebutnya kala itu, dikutip dari detikFinance, Jumat (18/4/2025).

Logam tanah jarang merupakan kelompok 17 elemen mineral yang lebih berharga dibandingkan emas. Meski bisa ditemukan di berbagai negara, proses ekstraksi dan pemurniannya tergolong mahal dan merusak lingkungan.

ADVERTISEMENT

China telah memulai pengembangan industrinya sejak 1950-an dan mulai mendominasi pasar global sejak akhir 1970-an. Berdasarkan data Survei Geologi AS, antara 2020 hingga 2023, sekitar 70% impor logam tanah jarang AS berasal dari China.

Hingga 2023, China memproduksi 61% dari total pasokan global, dan menguasai 92% pasar pemurnian logam tanah jarang. Posisi ini menjadikan China sebagai pemain utama dalam industri teknologi tinggi, mulai dari elektronik, kendaraan listrik, hingga militer.

Sebagai respons atas tarif tinggi sebesar 34% yang kembali diberlakukan pemerintahan Trump atas produk impor China, Beijing mengumumkan pembatasan ekspor tujuh jenis logam tanah jarang per 4 April 2025.

Kebijakan baru tersebut mewajibkan seluruh perusahaan di China untuk mendapatkan izin ekspor atas logam tanah jarang dan produk turunannya seperti magnet. Langkah ini dinilai sebagai pukulan telak bagi industri AS.

"China menunjukkan bahwa mereka dapat mengerahkan kekuatan ekonomi yang luar biasa dengan menjadi strategis. Mereka benar-benar menyerang industri Amerika tepat di tempat yang menyakitkan," kata Justin Wolfers, profesor ekonomi dan kebijakan publik di Universitas Michigan.

Magnet dari logam tanah jarang digunakan dalam motor dan generator berukuran kecil namun efisien, serta menjadi komponen penting dalam smartphone, mobil, jet, hingga mesin MRI.

Lebih dari itu, logam tanah jarang juga esensial dalam industri pertahanan AS, termasuk pada jet tempur F-35 dan kapal selam bertenaga nuklir. Dengan ketatnya ekspor dari China, pasokan bahan baku strategis ini bisa menjadi persoalan besar bagi keamanan nasional AS.

AS sebenarnya tengah berupaya mengurangi ketergantungan terhadap China. Tiga perusahaan industri tengah memperluas kapasitas produksi dan membentuk kerja sama dengan mitra-mitra luar negeri untuk memperoleh bahan mentah.

Namun, pembangunan rantai pasok baru tidak dapat dilakukan secara instan. Butuh waktu bertahun-tahun untuk memenuhi kebutuhan industri teknologi dan pertahanan AS yang terus meningkat.

Artikel ini telah tayang di detikFinance. Baca selengkapnya di sini!




(dpw/dpw)

Hide Ads