Kabupaten Jembrana, Bali, mencatat sejarah sebagai daerah pertama di Indonesia yang melaksanakan penanaman perdana pisang Cavendish di tanah ulayat desa adat. Langkah ini bertujuan mewujudkan kemandirian ekonomi masyarakat hukum adat melalui program reforma agraria.
Penanaman perdana ini dilakukan di Desa Adat Asah Duren, Jembrana, dengan melibatkan kerja sama antara desa adat dan PT Nusantara Segar Abadi (NSA). Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Wakil Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Ossy Dermawan, turut hadir dalam acara tersebut.
"Ini merupakan salah satu yang pertama penataan akses untuk objek tanah adat atau tanah ulayat. Ini merupakan salah satu kemajuan yang sangat penting dan akan kami kembangkan di wilayah lain di Indonesia," ungkap Ossy dalam sambutannya, Jumat (28/2/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ossy menjelaskan kerja sama ini memungkinkan tanah milik desa adat untuk diinvestasikan tanpa kehilangan kepemilikannya. Dia berharap kerja sama ini membawa manfaat bagi masyarakat Desa Adat Asah Duren.
"Berdasarkan Indonesia, inilah konsep bisnis yang kita harapkan. Bisnis pertanian. Kerja sama dengan pihak ketiga. Tanah terlantar kita manfaatkan untuk dilakukan kerja sama. Menjangkau tanah adat ini menjadi yang pertama di Indonesia dikerjasamakan untuk investasi," kata Ossy.
Pihak Kementerian ATR/BPN juga telah menyerahkan bantuan benih dan alat pertanian kepada Desa Adat Asah Duren. Ossy mengajak semua pihak untuk bersemangat menjaga dan mengoptimalkan hasil dari kerja sama ini.
"Mudah-mudahan pisang Cavendish Asah Duren jadi pisang terenak dan termanis di dunia," imbuhnya.
Proses Sertifikasi dan Kerja Sama
Jero Bendesa Adat Asah Duren, I Kadek Suentra, mengungkapkan bahwa proses kerja sama ini melalui beberapa tahapan. Pada Maret 2023, pihaknya mendaftarkan sejumlah tanah desa adat yang belum bersertifikat ke Kantor ATR/BPN.
"Kemudian kami ketahui ada program baru Peraturan Menteri Nomor 14 Tahun 2024 tentang Penataan Tanah Ulayat. Kebetulan ada peraturan seperti itu, kami disarankan mendaftarkan tanah ulayat lewat kementerian, kemudian bisa diproses. Kemudian bulan Desember 2023, keluar atau terbit sertifikat Hak Pengelolaan (HPL) seluas 98 are," jelas Suentra.
Setelah mendapatkan sertifikat HPL, pihak desa adat melihat potensi lahan kosong yang bisa dimanfaatkan. Mereka kemudian difasilitasi untuk bekerja sama dengan PT NSA.
"Kemudian hari ini kami melakukan penandatanganan surat perjanjian kerja sama sekaligus penanaman perdana untuk bibit pisang Cavendish. Bentuk kerja sama itu bahwa kami, Desa Adat, memberikan lahan, biaya pupuk, dan pemeliharaan. Sementara pihak PT memberikan bantuan bibit dan obat-obatan. Hasilnya nanti dijual kepada PT NSA sesuai standar harga dan keuntungan tentu untuk kami, masyarakat adat Asah Duren," papar Suentra.
Kerja sama ini diawali dengan lahan seluas 98 are yang telah bersertifikat HPL. Jika hasilnya memuaskan, kerja sama akan diperluas hingga 6 hektare dari total 12 hektare tanah desa adat yang dimiliki.
(dpw/dpw)