Bank Indonesia (BI) Provinsi Bali mendorong agar ekosistem money changer dan layanan remitansi di Bali sehat dan berdaya saing. Terdapat tiga kunci dalam menjaga ekosistem industri tersebut, yaitu bisnis, digitalisasi, dan manusia.
Advisor BI Bali Indra Gunawan Sutarto menjelaskan diperlukan penyempurnaan pengaturan terhadap industri ini seiring dengan bergabungnya Indonesia pada financial action task force (FATF) serta adanya rencana penguatan pengawasan Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank (KUPVA BB) melalui pengembangan supervisory and regulatory technology. Hal ini disampaikan dalam rapat koordinasi penyelenggara KUPVA BB dan penyedia jasa pembayaran layanan remitansi (PJP LR) berizin se-Bali 2025.
"Salah satunya Bank Indonesia telah mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 10 Tahun 2024 tentang Penerapan Anti Pencucian Uang, Pencegahan Pendanaan Terorisme, dan Pencegahan Pendanaan Proliferasi Senjata Pemusnah Massal (APU, PPT, dan PPPSPM) bagi pihak yang diatur dan diawasi oleh Bank Indonesia," katanya dalam siaran pers, Rabu (19/2/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Indra menuturkan terdapat tiga strategi kunci dalam menjaga ekosistem industri KUPVA BB, dan PJP LR yang lebih sehat dan berdaya saing. Yakni bisnis, digitalisasi, dan manusia (BIMA).
"Strategi ini mencakup penguatan model bisnis yang berkelanjutan, optimalisasi digitalisasi dalam operasional. Serta peningkatan kualitas sumber daya manusia dalam industri ini," sebutnya.
Untuk mendukung peningkatan kualitas SDM tersebut, BI telah mengeluarkan PBI Nomor 5 Tahun 2024 tentang Standardisasi Kompetensi di Bidang Sistem Pembayaran yang Mewajibkan SDM Pada Industri Sistem Pembayaran Memiliki Standar Kapasitas Tertentu di Bidangnya.
Ekonom Senior Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Danarto Tri Sasongko mengatakan secara rinci mengenai ketentuan terbaru terkait APU PPT dan Pencegahan Pendanaan Proliferasi Senjata Pemusnah Massal (PPPSPM). Menurutnya, penyempurnaan ketentuan APU, PPT, dan PPPSPM disesuaikan untuk comply terhadap UU P2SK dan The FATF Recommendation, penguatan ketentuan sanksi yang proporsional dan disuasif, dan mendukung blueprint sistem pembayaran Indonesia 2030.
"Penyempurnaan ini diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan industri, memperkuat mitigasi risiko keuangan ilegal. Serta mendukung stabilitas, dan integritas sistem keuangan nasional," ungkap Danarto.
Di sisi lain, Danarto berharap melalui rapat koordinasi ini, seluruh pelaku industri KUPVA BB dan PJP LR di Bali dapat terus meningkatkan kepatuhan terhadap regulasi yang berlaku dan memperkuat sinergi dengan regulator. Serta meningkatkan daya saing usaha di tengah tantangan ekonomi dan dinamika regulasi global sebagai wajah hospitality Bali bagi wisatawan mancanegara.
(nor/nor)