Kebijakan yang mengizinkan kembali pengecer menjual LPG 3 kilogram (kg) akan membawa dampak yang signifikan bagi masyarakat. Sebelumnya larangan pengecer menjual gas melon menyulitkan masyarakat karena harus membeli gas subsidi tersebut di pangkalan.
Pengamat ekonomi Ida Bagus Raka Suardana menilai dengan diizinkannya pengecer menjual gas subsidi, distribusi LPG 3 kg menjadi lebih merata dan memudahkan masyarakat.
"Masih ada tantangan dalam memastikan distribusi LPG 3 kg tepat sasaran. Itu masih menjadi perhatian utama. Data menunjukkan hanya sekitar 34,5 persen subsidi energi mencapai target yang ditetapkan, sementara sisanya dinikmati oleh kelompok yang tidak berhak," jelas akademikus Universitas Nasional Denpasar (Undiknas) itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Raka, kewajiban menunjukkan KTP saat membeli gas 3 kg adalah salah satu langkah tepat yang diambil pemerintah. Hal itu bertujuan memastikan subsidi tepat sasaran dan mencegah penyalahgunaan oleh pihak yang tidak berhak mendapatkan subsidi gas.
Selain itu, lanjut Raka, pemerintah yang mendorong pengecer untuk meningkatkan status mereka menjadi subpangkalan resmi harus dibarengi dengan pengawasan ketat. Dengan menjadi subpangkalan, pengecer diharapkan bisa beroperasi secara terstruktur dan terawasi.
"Menurut saya distribusi LPG bersubsidi dapat berjalan lebih efisien dan tepat sasaran. Tujuannya ya memperpendek rantai distribusi, dan terpenting memastikan harga jual sesuai dengan yang ditetapkan," kata dia.
Raka tak menampik pembelian LPG 3 kg di pangkalan menimbulkan permasalahan, seperti adanya antrean dan adanya kekhawatiran masyarakat terhadap kelangkaan gas. Tetapi menurut Raka, kebijakan pemerintah sebetulnya bertujuan baik untuk memastikan suplai yang tepat dan mencegah praktik kejahatan seperti pengoplosan hingga ketidakstabilan harga.
"Dengan sistem kemarin (pangkalan), pemerintah punya kontrol lebih baik terhadap siapa yang membeli dan berapa harga yang ditetapkan. Tapi saat diterapkan, tampaknya masyarakat yang sebelumnya terbiasa membeli di pengecer kesulitan beradaptasi, menyebabkan antrean panjang dan kekhawatiran akan kelangkaan," beber Raka.
Raka Suardana meminta perlu adanya sosialisasi yang masif dan dukungan teknologi yang mumpuni untuk memastikan distribusi di tingkat pengecer transparan dan efisien. Dia mendorong pemerintah melalui Kementerian ESDM dan Pertamina, berkomitmen membantu proses pendaftaran dan pembekalan sistem aplikasi bagi pengecer yg ingin menjadi subpangkalan.
"Secara keseluruhan, kebijakan yang mengizinkan kembali pengecer menjual LPG 3 kg memberikan kemudahan akses bagi masyarakat. Tapi untuk memastikan distribusi yang adil dan tepat sasaran itulah yang perlu pengawasan ketat, sosialisasi yang efektif, dan teknologi dalam proses distribusi yang juga penting," tukasnya.
Sebelumnya, warga di Bali menyerbu pangkalan gas LPG 3 kg sejak Senin (3/1/2025). Sulitnya membeli gas melon itu membuat warga harus rela mengantre berjam-jam.
Belakangan, kebijakan tersebut akhirnya dicabut oleh Presiden Prabowo Subianto pada Selasa (4/2/2025). Prabowo mengizinkan pengecer menjual kembali gas LPG 3 kg.
(nor/iws)