Piutang pajak dari sektor mineral bukan logam dan bebatuan (MBLB) serta restoran di Karangasem, Bali, masih mencapai puluhan miliar rupiah. Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) bersama Kejaksaan Negeri (Kejari) Karangasem terus berupaya menagih tunggakan dari wajib pajak.
Kepala BPKAD Karangasem, I Wayan Ardika, mengungkapkan dapat menagih piutang pajak sebesar Rp 4,3 miliar pada 2024. Angka tersebut terdiri dari sektor MBLB senilai Rp 4 miliar dari total piutang Rp 34 miliar dan restoran sebesar Rp 300 juta dari total piutang Rp 625 juta.
"Artinya, masih tersisa sekitar Rp 33 miliar piutang pajak dari kedua sektor tersebut. Mudah-mudahan tidak ada tambahan piutang di tahun 2025 ini," ujar Ardika, Jumat (10/1/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Piutang pajak yang mencapai puluhan miliar tersebut berasal dari 79 wajib pajak yang tersebar di berbagai wilayah. Tunggakan ini terakumulasi selama bertahun-tahun hingga puluhan tahun, lengkap dengan denda dan bunga.
BPKAD bersama Kejari Karangasem akan memperkuat upaya penagihan pada 2025. Salah satu langkahnya adalah menyekolahkan dua staf menjadi juru sita agar proses penagihan dapat berjalan lebih efektif.
"Tahun ini kami harap juru sita yang dilatih dapat memberikan efek jera kepada wajib pajak yang menunggak," tambah Ardika.
Kajari Karangasem, Suwirjo, menyatakan sejak kerja sama dengan BPKAD dimulai, capaian penagihan piutang pajak mengalami peningkatan signifikan. Tagihan piutang pada 2023 hanya Rp 2,5 miliar, kemudian naik menjadi Rp 4,3 miliar pada 2024.
Namun, kendala tetap ada, terutama karena beberapa wajib pajak sudah tidak lagi beroperasi sehingga tidak mampu melunasi tunggakan. Sebagian wajib pajak memilih mencicil karena kesulitan membayar jumlah tunggakan yang besar.
Suwirjo mengungkapkan akan memberikan batas waktu tertentu bagi wajib pajak untuk melunasi utangnya. Jika masih membandel, jalur hukum akan ditempuh dengan menggugat ke pengadilan.
Suwirjo juga menyarankan agar Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Karangasem membuat regulasi tegas untuk memberikan efek jera, seperti penutupan sementara tempat usaha bagi wajib pajak yang membandel.
"Regulasi harus tepat dan sesuai aturan agar dapat memberikan efek jera kepada wajib pajak yang tidak patuh," tegas Suwirjo.
(iws/iws)