Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) mengeklaim kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen yang mulai berlaku 1 Januari 2025 tidak berpengaruh kepada daya beli masyarakat di NTB
"Tidak terlalu berpengaruh besar ke daya beli masyarakat kita," kata Kepala Badan Pengelolaan Pendapatan Daerah (Bappenda) NTB Eva Dewiyani seusai rapat pembahasan enam rancangan peraturan daerah di DPRD NTB, Senin (18/11/2024).
Menurut Eva, pemberlakuan kenaikan PPN itu tetap akan mengikuti kebijakan pemerintah pusat. Meski begitu, kenaikan PPN 12 persen tidak akan berpengaruh pada Pendapatan Asli Daerah (PAD).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kenaikan PPN ini, Eva berujar, akan berpengaruh pada dana transfer dari pusat ke daerah. Menurut Eva, kenaikan PPN 12 persen akan berpengaruh kepada para ASN di NTB.
"Jadi itu berpengaruh ke ASN malah bukan ke masyarakat. Kalau pajak yang lain sudah ada ketentuan berdasarkan perda," kata Eva.
Saat ini, Eva melanjutkan jumlah PAD NTB berada di angka 84,72 persen dari target. Hingga akhir tahun, target bisa di atas 95 persen.
Eva merinci, untuk Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) di NTB berada di atas 90 persen. Sementara perolehan Pajak Penggunaan Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PPBBKB) di atas 95 persen.
"Sekarang kami tunggu pajak air permukaan dengan pajak rokok yang masih di angka 77 persen," katanya.
Eva menyakini sisa transfer pajak rokok yang belum mencapai angka 90 persen ditargetkan akan dikirim pada bulan Desember 2024.
"Biasanya bulan Desember baru transfer. Untuk PPN kemungkinan akan berpengaruh di awal 2025 untuk dana transfer. Baru akan kelihatan," tandas Eva.
(dpw/gsp)