Terungkap Biang Kerok Harga Tiket Pesawat di Indonesia Mahal

Terungkap Biang Kerok Harga Tiket Pesawat di Indonesia Mahal

Herdi Alif Al Hikam - detikBali
Senin, 23 Sep 2024 07:20 WIB
Ilustrasi Tiket Pesawat Terbang.
Ilustrasi tiket pesawat. (Foto: Freepik)
Bali -

Anggota Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Budi Joyo Santoso mengungkap beberapa hal yang menjadi biang kerok mahalnya harga tiket pesawat di Indonesia. Ia menyoroti tata kelola penyediaan avtur hingga distribusi yang kental dengan perilaku monopoli.

Budi awalnya menjelaskan formulasi perhitungan harga avtur di Indonesia. Hal itu tercantum dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 17 K/10/MEM/2019 tentang Formula Harga Dasar dalam Perhitungan Harga Jual Eceran Jenis Bahan Bakar Minyak Umum Jenis Avtur yang Disalurkan Melalui Depot Pengisian Pesawat Udara.

Menurut Budi, ada beberapa perhitungan yang sudah tidak relevan dalam menentukan harga avtur. Dia menilai perhitungan tersebut perlu ditinjau kembali.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"KPPU menilai dalam konstanta sebesar Rp 3.581/liter tersebut, sudah terdapat beberapa komponen yang sudah tidak relevan. Misalnya penggunaan acuan harga terjauh (paling mahal) bagi pengangkutan dan penyimpanan," ujar Budi dalam keterangan tertulis, seperti dikutip dari detikFinance, Senin (23/9/2024).

Budi kemudian menjelaskan aturan distribusi avtur yang diatur melalui Peraturan BPH MIGAS Nomor 13/P/BPH Migas/IV/2008 tentang Pengaturan dan Pengawasan atas Pelaksanaan Penyediaan dan Pendistribusian Bahan Bakar Minyak Penerbangan di Bandar Udara. Menurutnya, aturan distribusi avtur mengarah pada monopoli oleh Pertamina.

ADVERTISEMENT

Berdasarkan aturan tersebut, Budi berujar, pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke pasar jika tidak bekerja sama dengan Pertamina. Di sisi lain, dia menilai membuka pasar avtur akan dapat menurunkan harga bahan bakar.

Dengan begitu, Budi melanjutkan, harga tiket bisa menjadi lebih murah. Terlebih, avtur merupakan pembentuk sekitar 40 persen dari harga tiket. Adapun, komponen pembentuk harga yang besar lainnya adalah biaya pemeliharaan pesawat yang mencapai sekitar 15 persen dari harga tiket.

"Komponen pesawat saat ini masih didatangkan dari luar negeri, sehingga dikenakan bea masuk. Menurunkan biaya komponen juga merupakan solusi yang harus ditempuh," kata Budi.

Sebelumnya, Asosiasi Maskapai Penerbangan Nasional Indonesia (Indonesia National Air Carriers Association/INACA) pernah memaparkan sejumlah penyebab tiket pesawat mahal. Beberapa yang disebutkan KPPU juga masuk dalam catatan INACA.

Harga Avtur di Indonesia Tinggi

Ketua Umum INACA Denon Prawiraatmadja menilai tingginya harga tiket pesawat yang tinggi terjadi karena berbagai komponen penyusun harga tiket yang tinggi. Ia mengakui avtur menjadi salah satu penyusun harga tiket yang tinggi. Menurutnya, harga avtur di Indonesia saat ini lebih tinggi dibanding negara lain.

"Harga avtur saat ini lebih tinggi dibandingkan beberapa negara tetangga," kata Denon dalam keterangannya Juli lalu.

CEO Capital A Berhad (AirAsia Group), Tony Fernandes, setali tiga uang. Bos maskapai asal Malaysia itu menilai harga bahan bakar atau avtur di Indonesia yang lebih tinggi dibandingkan negara ASEAN lainnya.

Menurut Tony, Indonesia harus memiliki pesaing pemasok avtur agar harga bisa lebih kompetitif. Di Malaysia, dia berujar, ada dua atau tiga perusahaan pemasok avtur sehingga harganya bisa jadi lebih kompetitif dan murah.

"Harga bahan bakar di Indonesia jauh lebih tinggi daripada negara-negara ASEAN lainnya, sekitar 28% lebih tinggi," kata Tony di Jakarta, Kamis (5/9/2024).

Pajak Berganda untuk Maskapai

Selain avtur, Denon juga menyinggung pengenaan pajak yang besar dan berganda bagi maskapai. Selama ini, dia berujar, pengusaha maskapai dibebankan pada pajak untuk avtur hingga pajak dan bea masuk untuk pesawat dan suku cadangnya. Tak hanya itu, maskapai juga harus membayar PPN dan PPNBM-nya.

Denon menilai sederet pajak berganda ini cuma dirasakan pengusaha maskapai di Indonesia saja. Ini menjadi biaya operasional yang besar dan pada akhirnya membuat harga jual tiket pun mahal.

"Dengan demikian terjadi pajak ganda. Padahal di negara lain pajak dan bea tersebut tidak ada," kata Denon.

PPN juga diberikan pada pembelian tiket bagi masyarakat sebagai penumpang. Hal ini membuat biaya tambahan pada saat pembelian tiket dan membuat harga tiket jadi mahal.

Pemerintah Siapkan Solusi Tiket Pesawat Mahal

Pemerintah membentuk Satgas Supervisi Harga Tiket Angkutan Penerbangan Nasional yang dipimpin Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Sejumlah kebijakan disiapkan sebagai solusi mahalnya tiket pesawat.

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi yang masuk dalam Satgas itu menjelaskan ada tiga kebijakan yang akan dilakukan pemerintah dalam waktu dekat. Pertama, menghapus pajak suku cadang pesawat.

"Yang mestinya sudah bisa dieksekusi yang pertama berkaitan dengan pajak atas suku cadang, karena pajak suku cadang itu memiliki multiplier effect. Satu sisi menurunkan harga tiket, kedua adalah memberikan lapangan pekerjaan di Indonesia," ujar Budi Karya di Gedung DPR RI, Jakarta Pusat, Jumat (20/9/2024).

Kedua, Budi Karya mengusulkan untuk menghapus Pajak Pertambahan Nilai (PPN) avtur dan PPN tiket pesawat. Menurutnya, pembebanan PPN pada sektor penerbangan ini hanya terjadi di Indonesia.

Ia mengakui penghapusan PPN berpotensi menurunkan pendapatan pada negara. Namun, Budi Karya melanjutkan, hal ini terpaksa dilakukan untuk menjaga keterjangkauan harga layanan penerbangan bagi masyarakat.

Langkah ketiga yang akan dilakukan untuk menyikapi tiket pesawat mahal adalah mengizinkan swasta menjual avtur di Indonesia. Pemerintah, Budi Karya melanjutkan, ingin ada kompetisi dalam penyediaan avtur sehingga harga bahan bakar pesawat kompetitif. Dengan begitu, beban maskapai berkurang dan harga tiket pesawat bisa turun.

"Avtur dengan multi provider sudah dibahas dalam rapat dengan Pak Menko. Ada beberapa hal yang harus diperbaiki, kalau bisa diperbaiki akan ada penurunan avtur yang besar dan berdampak ke penurunan tiket," beber Budi Karya.

Artikel ini telah tayang di detikFinance. Baca selengkapnya di sini!




(iws/iws)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads