Para petani garam dari sejumlah pesisir di Kabupaten Karangasem, Bali, beralih profesi untuk sementara sejak awal Januari lalu. Ada yang menjadi nelayan, ada pula yang memilih menjadi peternak sapi.
Perbekel Desa Purwakerti I Nengah Suanda mengatakan para petani itu tidak bisa memproduksi garam lantaran sudah memasuki musim hujan. Ada sekitar 20 warga Desa Purwakerti yang berprofesi sebagai petani garam di Pantai Amed.
"Para petani yang ada di wilayah Amed untuk sementara beralih profesi jadi nelayan," kata Suanda, Minggu (11/2/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meskipun sudah sebulan tidak melakukan produksi, Suanda menyebut stok garam Amed masih cukup banyak dan cukup untuk lima bulan ke depan. Produk garam Amed itu didistribusikan melalui sistem koperasi.
"Produksi baru bisa dilakukan kembali ketika sudah panas terik lagi, perkiraan kami Juli sudah bisa dimulai. Saat ini, stok garam masih sekitar 40 ton," ujar Suanda.
Suanda menuturkan garam hasil produksi petani Amed sudah memiliki pelanggan tetap. Hotel-hotel di sekitar Pantai Amed juga menggunakan garam buatan petani setempat. Selain itu, garam Amed juga mendapat peminat dari luar Bali.
Kelian Banjar Dinas Yeh Malet I Nengah Sarianta setali tiga uang. Sekitar 40 petani garam di Pantai Yeh Malet tak bisa memproduksi garam setiap memasuki musim hujan. Hal itu membuat mereka turut beralih profesi untuk sementara waktu.
"Selain menjadi petani garam, sebagian masyarakat di sini (Yeh Malet) merupakan nelayan. Ada beberapa petani garam yang beli sapi untuk sambilan selama tidak bisa melakukan produksi garam," ujar Sarianta.
Sarianta mengaku saat ini penjualan garam produksi petani Yeh Malet sedang menurun. Para pembeli dapat langsung datang ke rumah-rumah petani Yeh Malet yang masih memiliki stok garam.
(iws/iws)