Mengintip Pondok Rukun, Kampungnya Penjahit Daster-Mukena Bali

Denpasar

Mengintip Pondok Rukun, Kampungnya Penjahit Daster-Mukena Bali

Ronatal Siahaan - detikBali
Senin, 19 Jun 2023 06:20 WIB
Suasana di kampung Pondok Rukun di Jalan Tukad Baru, Pemogan, Denpasar, Minggu (18/6/2023). (Ronatal Siahaan)
Foto: Suasana di kampung Pondok Rukun di Jalan Tukad Baru, Pemogan, Denpasar, Minggu (18/6/2023). (Ronatal Siahaan)
Denpasar -

Pondok Rukun adalah sebuah kampung di Jalan Tukad Baru, Pemogan, Denpasar, Bali. Kampung ini dipenuhi penjahit yang membuat produk rumahan, seperti mukena Bali, daster vega, tas, baju, topi, jaket, dan lain-lain. Produk-produk ini dijual di toko-toko sekitar Pondok Rukun.

Pondok Rukun terbentuk pada 2000, yang awalnya tanah kosong. Seiring berjalannya waktu, kampung ini semakin besar dan kini memiliki 200 kamar. Kampung ini terdiri dari blok-blok, dari Blok A sampai H.

"Komunitas penjahit Denpasar itu, rata-rata lari ke sini. Karena memang untuk usaha kan gampang. Kamarnya besar dan murah," kata Ketua Yayasan Pondok Rukun Abdul Kofur (53) kepada detikBali saat ditemui di ruang produksi usahanya di Pondok Rukun, Blok E, Minggu (18/6/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Abdul mengaku inisiatif orang-orang yang tinggal di Pondok Rukun untuk membuka usaha sendiri muncul ketika pamor garmen pada 2000-an mulai meredup.

"Akhirnya timbul inisiatif dari teman-teman untuk mengelola usahanya sendiri, bagaimana pasarnya. Kan itu peluang. Di situ, otomatis muncul pemikiran itu untuk kami bikin (usaha) sendiri," ujar Abdul.

ADVERTISEMENT

Menurut pria yang menjabat Ketua Yayasan Pondok Rukun periode ketiga ini, pada dasarnya penduduk di Pondok Rukun kebanyakan penjahit. "Hampir semua (penjahit). Saya bilang 90 persen tukang jahit," katanya yang sudah tinggal di Pondok Rukun sejak tahun 2000.

Salah satu warga Pondok Rukun bernama Siti. Ia berjualan daster dan mukena Bali di sekitar Pondok Rukun.

Tokonya bernama Andin Shop. Wanita asal Banyuwangi, Jawa Timur, ini mengaku sudah tinggal di Pondok Rukun selama 10 tahun.

Namun, ia membuka usaha daster dan mukena Bali sudah empat tahun dan sempat menjahit sebelumnya. Siti mengatakan produk yang ia jual dimulai dari harga Rp 25 ribu hingga Rp 85 ribu. Harga ini merupakan harga eceran.

Apabila ada yang membeli harga grosiran, ia memberikan potongan Rp 5.000 per picis. Tetapi minimal pembelian grosir sebanyak 12 produk atau satu lusin.

"Kalau paling murah itu di sini harganya grosir, kalau ngecer biasanya mukenah Rp 85 ribu, kalau harga grosirnya Rp 80 ribu. Kalau di saya sih 12 (produk) bisa," ujarnya kepada detikBali saat ditemui di tokonya, Minggu (18/6/2023).

Daster Bali ini disebut daster Vega. "Kalau itu daster Vega. Dasternya ibu-ibu itu lho. Harga grosirnya kalau ambil banyak bisa (menjadi) Rp 28 ribu per buah. Kalau eceran Rp 35 ribu. Kalau ambil tiga harganya Rp 100.000," jelas Siti.

Siti menuturkan bahan yang digunakan untuk mukena dan daster Bali hanya ada di Bali saja. "Kainnya kayak gini itu di Bali aja. Kalau di Jawa nggak ada yang kayak ini," katanya.

Siti menuturkan daster Bali buatan Pondok Rukun menjadi istimewa karena terkenal dengan motif bunganya dan memiliki bahan yang adem karena terbuat dari bahan rayon. "Bahannya adem. Kan rayon adem. Enak kalau dipakai, dingin," ungkapnya.

Pendapatan Menurun

Siti, salah satu penjual dater dan mukena Bali saat ditemui di tokonya yang bernama Andin Shop di Jalan Tukad Baru, Pemogan, Denpasar, Minggu (18/6/2023). (Ronatal Siahaan)Siti, salah satu penjual dater dan mukena Bali saat ditemui di tokonya yang bernama Andin Shop di Jalan Tukad Baru, Pemogan, Denpasar, Minggu (18/6/2023). (Ronatal Siahaan) Foto: Siti, salah satu penjual dater dan mukena Bali saat ditemui di tokonya yang bernama Andin Shop di Jalan Tukad Baru, Pemogan, Denpasar, Minggu (18/6/2023). (Ronatal Siahaan)

Pendapatan usaha Siti saat ini tengah menurun, tidak sebesar sebelum pandemi COVID-19. Sebelum pandemi, ia bisa meraup keuntungan sebesar Rp 1 juta per hari.

Kendati demikian, pelanggan Bu Siti rela datang jauh-jauh dari luar Bali. Seperti Jakarta, Lombok, dan Kalimantan.

"Jauh-jauh (yang beli) sih. Karena orang liburan di sini. Biarpun nggak COVID pun orang-orang ke sini. Orang Jakarta, orang Lombok. Tapi nggak seramai sebelum COVID," katanya.

Meski pendapatan pasca pandemi belum normal kembali, Siti menyebut pemasukan saat ini tetap ada. "Nggak tentu (yang laku per hari). Satu sampai lima produk per hari laku pasca COVID)," tuturnya.




(nor/BIR)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads