Kemajuan teknologi ponsel kamera yang pesat membuat jasa foto amatir di objek wisata kian terpinggirkan. Padahal di masa lalu, jasa foto amatir pernah mengecap masa jayanya. Terutama pada saat dunia pariwisata di Bali sedang booming.
Kala itu, keberadaan jasa ini justru membantu wisatawan mengabadikan momen liburnya pada objek wisata yang dikunjungi.
Ketua Tukang Foto Amatir Tanah Lot, I Made Sulastra (45), bercerita kecanggihan ponsel kamera telah menggerus pendapatan tukang foto amatir.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kamera HP (ponsel) sudah semakin canggih. Jadi untuk penghasilan tentu sangat berpengaruh," ungkap Sulastra, Minggu (30/4/2023).
Bahkan pandemi COVID-19 yang dimulai 2020 lalu menjadi momen yang memukul telak aktivitas para tukang foto amatir di Tanah Lot.
Ibaratnya sudah jatuh tertimpa tangga pula. Sedang dihempas zaman, nasib mereka diperberat lagi dengan wabah yang membuat wisatawan tiada melancong.
Meskipun, sambung Sulastra, sebagian besar tukang foto amatir telah mengambil pekerjaan sampingan agar bisa bertahan sejak ponsel kamera berkembang pesat.
"Kalau dulu mungkin bisa fokus. Sekarang sudah tidak bisa. Mesti ada sambilan. Apalagi pandemi kemarin. Itu bikin berat," kata Sulastra.
Seingatnya, di awal kemunculan ponsel kamera, pada dekade awal 2000, jasa foto amatir masih bisa bertahan. Karena saat itu teknologi kamera pada ponsel belum secanggih sekarang.
"Sekarang pengunjung itu buat foto langsung untuk dipakai story dan sebagainya. Untuk di medsosnya," ujar pria yang berkecimpung ke dunia foto amatir sejak awal 90-an ini.
Saat ini, kehadiran ponsel dengan teknologi kamera yang serba mumpuni membuat penghasilan harian mereka tergerus sekitar 50 persen dari yang diperoleh di masa lalu.
"Bisa sampai 50 persen kami mengalami penurunan," ujar Sulastra mengira-ngira.
Menurutnya, saat belum tersaingi ponsel kamera, satu tukang foto amatir bisa mencetak 50 lembar dalam sehari.
"Itu sudah pakai kamera digital. Satu lembarnya Rp 20 ribu. Jadi kalau lagi ramai bisa dapat Rp 1 juta," tuturnya.
Namun sekarang mendapatkan penghasilan Rp 500 ribu sudah terasa tinggi. Bahkan bisa kurang dari itu atau tidak dapat penghasilan sama sekali bila situasi pengunjung sedang sepi.
Di sisi lain, mereka juga sudah memperbarui peralatan dengan yang serba digital. Dari kamera hingga printer yang tentu modalnya tidaklah sedikit.
Paling tidak, sambung Sulastra, modal untuk kamera minimal Rp 4 juta. Semakin tinggi seri dan kualitas fotonya tentu semakin besar pula modal yang harus dikeluarkan.
Alat berikutnya printer portabel yang bisa disimpan ke dalam tas. Satu unitnya seharga Rp 2,8 juta.
"Ditambah baterai (printer) isi ulang seharga Rp 700 ribu. Baterai itu, untuk yang baru, bisa dipakai mencetak sampai 38 kali cetakan," ungkap Sulastra.
Menurutnya, kemajuan teknologi memang tidak bisa dipungkiri. Sehingga para tukang foto amatir yang masuk ke dalam wadah Tukang Foto Amatir Tanah Lot cuma punya pilihan untuk bertahan.
"Makanya sebagian ada yang ambil pekerjaan sambilan. Apalagi seperti sekarang, kalau fokus di sini saja tidak bisa. Mungkin ada yang full sehari. Biasanya yang sampingannya petani. Kalau yang karyawan biasanya tidak bisa seharian," jelasnya.
Selain itu, setiap beraktivitas di lapangan, para tukang foto yang terbagi ke dalam dua kelompok ini akan bergilir saat menawarkan jasanya kepada pengunjung yang datang.
"(Bergilirnya) tidak pakai nomor. Cuma saling ingat. Karena teman-teman sudah saling menyadari, sama-sama mencari makan di tempat yang sama," tukasnya.
(hsa/hsa)