Pengamat: Masyarakat Miskin-Kelas Menengah Terganggu Jika BBM Naik

Pengamat: Masyarakat Miskin-Kelas Menengah Terganggu Jika BBM Naik

Tim detikFinance - detikBali
Minggu, 21 Agu 2022 11:14 WIB
Ilustrasi subsidi BBM
Ilustrasi - Jika kenaikan harga BBM itu jadi dilakukan, pengamat menilai kebijakan tersebut akan mengganggu masyarakat miskin dan kelas menengah rentan. (Foto: Agung Pambudhy)
Bali -

Rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) kembali berhembus. Bahkan, pemerintah melalui Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyebut kenaikan harga BBM akan diumumkan minggu depan. Jika kenaikan harga BBM itu jadi dilakukan, pengamat menilai kebijakan tersebut akan mengganggu masyarakat miskin dan kelas menengah rentan.

"Jika harga dilepas ke pasar, ketika harga tinggi seperti ini banyak masyarakat yang tadinya belum miskin, akan menjadi miskin. Maka menjaga daya beli dan menahan inflasi merupakan salah satu tugas dari pemerintah," kata peneliti INDEF Nailul Huda, Sabtu (20/8/2022) dikutip dari detikFinance.

Huda menjelaskan, Malaysia juga menerapkan kebijakan subsidi yang sama. Hanya saja di negara tersebut terdapat kebijakan yang tidak diterapkan di Indonesia seperti relaksasi PPN.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sementara itu, Direktur CELIOS Bhima Yudhistira Adhinegara mengungkapkan, kenaikan harga BBM berpotensi mengganggu kondisi masyarakat miskin. Terlebih lagi, saat ini sedang terjadi inflasi bahan pangan yang hampir menyentuh 11 persen secara tahunan per Juli 2022.

Tak hanya masyarakat miskin, masyarakat kelas menengah rentan juga akan terdampak. Misalnya, mereka yang telah beralih menggunakan Pertalite setelah sebelumnya membeli Pertamax.

ADVERTISEMENT

"Tapi sekarang mereka migrasi ke Pertalite dan kalau harga Pertalite juga ikut naik maka kelas menengah akan korbankan belanja lain," jelasnya.

Dia mencontohkan, masyarakat kelas menengah yang tadinya bisa belanja baju, hendak beli rumah lewat KPR, hingga menyisihkan uang untuk memulai usaha bisa saja keuangannya akan tergerus untuk beli bensin.

"Imbasnya apa? Permintaan industri manufaktur bisa terpukul, serapan tenaga kerja bisa terganggu. Dan target-target pemulihan ekonomi pemerintah bisa buyar," jelasnya.

Dijelaskan, jika inflasi menembus angka yang terlalu tinggi dan serapan tenaga kerja terganggu, Indonesia bisa saja menyusul negara lain yang masuk fase stagflasi.

"Artinya, pemerintah juga menikmati kenaikan harga minyak mentah untuk dorong penerimaan negara. Kenapa surplus tadi tidak diprioritaskan untuk tambal subsidi energi? Jangan ada indikasi, pemerintah tidak mau pangkas secara signifikan anggaran yang tidak urgen dan korbankan subsidi energi," terang Bhima.

Diberitakan sebelumnya, Wakil Presiden Ma'ruf Amin juga buka suara soal rencana kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM). Menurut Ma'ruf, rencana kenaikan harga BBM mengemuka lantaran beban subsidi yang ditanggung APBN besar hingga Rp 500 triliun.

"Mengenai kenaikan BBM, itu kan memang beban subsidi negara itu kan besar sekali. Subsidi kita itu lebih dari Rp 500 triliun. Jadi kalau ada kenaikan lagi, ini memang bagaimana kita supaya subsidi ini bisa sustain, bisa berlanjut," terang Ma'ruf Amin usai menghadiri Haul Alm. Habib Umar bin Hood Alatas, dikutip dari akun YouTube Wakil Presiden Republik Indonesia, Sabtu (20/8/2022).

Ma'ruf mengatakan soal kenaikan harga BBM hingga kini masih dibahas.

"Ini sedang dipikirkan. itu masih dalam penggodokan, masih dalam pembahasan," kata Ma'ruf Amin..




(iws/iws)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads