Mengintip Cara Pembuatan Kerajinan dari Limbah Padi di Buleleng

Mengintip Cara Pembuatan Kerajinan dari Limbah Padi di Buleleng

Made Wijaya Kusuma - detikBali
Kamis, 16 Jun 2022 01:30 WIB
Gede Wikrama, salah satu owner Balisynwood saat menunjukan beberapa kerajinan dari sekam padi.
Foto: Gede Wikrama, salah satu owner Balisynwood saat menunjukkan beberapa kerajinan dari sekam padi. (Made Wijaya Kusuma/detikBali)
Buleleng -

Limbah hasil pengolahan padi ternyata bisa diolah menjadi aneka macam barang yang berkualitas. Di Kabupaten Buleleng, sekam padi dikembangkan menjadi usaha kerajinan yang kreatif dan inovatif.

Produk kerajinan yang dihasilkan pun memiliki keunikan dengan ciri khas ukiran Bali yang begitu ditonjolkan. Beberapa diantaranya seperti kerajinan plakat, alat makan, sampai dengan meja dan kursi.

Teknik yang digunakan dalam membuat kerajinan dari sekam padi yakni teknik cetak tuang. Dimana diawal pembuatan sudah disediakan dahulu cetakan yang diperoleh dari tukang ukir di Bali. "Prosesnya itu menggunakan teknik multing atau cetak tuang, ukirannya kita beli dulu, baru itu kita buat cetakannya," kata, Gede Wikrama, salah satu owner Balisynwood, Rabu (15/6/2022).

Pembuatan kerajinan sekam padi melalui proses yang cukup panjang sampai menjadi suatu produk kerajinan yang berkualitas. Wikrama menyebut kerajinan sekam padi produksinya bisa tahan hingga 10 sampai 15 tahun.

Wikrama menuturkan pengolahan kerajinan sekam padi dimulai dari olahan sekam mentah yang direbus terlebih dahulu untuk mengeluarkan zat gula yang ada di dalam sekam padi. Setelah itu sekam dijemur sampai kering, lalu dihaluskan.

Bahan utama yang digunakan itu sebenarnya ada dua jenis yakni, sekam padi, dan nano composite yang terbuat dari jerami. Selanjutnya jerami di-oven terlebih dahulu dengan suhu yang tinggi hingga menjadi partikel-partikel yang kecil, yang disebut nano composite.

"Setelah itu baru dicampur resine. Resine itu pengikatnya, itu dicampur sehingga bentuknya encer, pada saat setengah encer itu yang dituang ke dalam cetakan, yang sudah ada pola dan ukirannya," jelasnya.

Lanjut wikrama menceritakan, pada awal dirinya mendirikan usaha kerajinan tersebut bermula dari penelitian yang dilakukan oleh dosennya di Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha) yakni Dr.rer.nat I Wayan Karyasa, S.Pd, M,Sc di tahun 2012 tentang teknologi nano composite, untuk membuat kerajinan kayu sintetik dari sekam padi dan jerami. Di situlah dirinya ikut sebagai tim dalam penelitian tersebut.

Singkat cerita setelah berhasil dalam penelitiannya Dr.rer.nat I Wayan Karyasa, S.Pd, M,Sc mendapat hak paten terhadap hasil karyanya tersebut di bawah naungan Undiksha. Wikrama yang melihat potensi bisnis dari kerajinan kayu sintetik tersebut akhirnya melakukan kerjasama dengan dosennya itu untuk mengembangkannya dalam dunia bisnis.

"Kerjasamannya jadinya kita pakai patennya dia yang dibawah naungan Undiksha, waktu itu saya lihat prospeknya bagus, yang akhirnya saya jadikan bisnis sampai sekarang," jelasnya.

Wikrama menuturkan bahwa permulaannya menjalankan bisnis ini tidak selalu berjalan mulus, dimana pada saat pandemi, penjualannya sempat menurun. Beruntung baginya usahanya itu memperoleh bantuan dari Kementerian Riset dan Teknologi/ Badan Riset Nasional (KemenristekBrin) dalam program start up Brin. Di situ dirinya memperoleh bantuan hibah untuk mempromosikan usahanya.

Dari situlah dia mulai melakukan promosi dengan cara menjajakan satu persatu kerajinannya ke beberapa instansi dan Universitas secara gratis yang ada di Bali terutama di Kabupaten Tabanan, Kabupaten Badung, dan Denpasar.

"Intinya itu kita promosi dulu, kita kenalkan ke luar Buleleng karena dari awal dibentuk pasaran kita cuma di Buleleng, dengan adanya dana hibah itu kita jadi bisa melebarkan sayap dan benar di tahun ini produk kita mulai dikenal," katanya.

Selanjutnya Wikrama menambahkan jika tujuan membuat kerajinan sekam padi itu untuk menjaga lingkungan terutama untuk mengurangi illegal logging atau pembalakan liar. Di samping itu juga untuk membantu kesejahteraan petani padi khususnya di Buleleng.

"Ini relatif lebih murah dari kerajinan kayu, kisaran harga biasanya kita pakai dari harga kayunya dulu, kita pakai setengah dari harga kayu, kalau misalnya harga kayunya Rp 1 juta, ya 500 ribu kita jual biar tidak terlalu jauh dari harga kayunya," tukasnya.



Simak Video "Warga yang Ngotot Rekreasi ke Pantai TNBB Saat Nyepi Minta Maaf"
[Gambas:Video 20detik]
(kws/kws)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT