Belum Pulih Usai Kecelakaan Fatal, Ketut Wija Tetap Semangat Mengajar

Belum Pulih Usai Kecelakaan Fatal, Ketut Wija Tetap Semangat Mengajar

Fabiola Dianira, I Wayan Selamat Juniasa - detikBali
Selasa, 25 Nov 2025 23:24 WIB
I Ketut Wija saat menerima apresiasi dari PGRI Karangasem dalam perayaan hari guru tahun 2025 di Mall Pelayanan Publik, Selasa (25/11/2025) (dok. Prokopim Karangasem)
Foto: I Ketut Wija saat menerima apresiasi dari PGRI Karangasem dalam perayaan hari guru tahun 2025 di Mall Pelayanan Publik, Selasa (25/11/2025) (dok. Prokopim Karangasem)
Karangasem -

Kisah seorang guru bernama I Ketut Wija (40) asal Banjar Dinas Bukit Catu, Desa Manggis, Karangasem, patut diacungi jempol. Dengan kondisi belum normal sepenuhnya sejak kecelakaan, Wija tetap semangat mengajar anak-anak didiknya.

Ketut Wija yang saat ini mengajar di SDN 2 Antiga Kelod sebagai guru kelas 3 tersebut mengalami musibah kecelakaan saat mengantar bibinya pada Februari lalu. Kejadian tersebut membuat Wija mengalami beberapa luka yang lumayan serius hingga membuatnya sempat tidak sadarkan diri beberapa hari dan harus menjalani perawatan intensif di rumah sakit.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia juga sempat menjalani beberapa kali operasi di bagian kepala, perut hingga kaki. Sehingga kondisinya sempat tidak bisa berjalan beberapa bulan dan harus memakai kursi roda. Kondisinya tersebut juga membuatnya tidak bisa mengikuti pengukuhan dan penyerahan surat keputusan (SK) Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) pada bulan Juni 2025 lalu.

"Saat penerimaan SK waktu itu, saya belum bisa berdiri jadi saya hanya mengambil SK di Kantor Dinas Pendidikan menggunakan kursi roda setelah itu kembali pulang tidak ikut ke lapangan," kata Wija, Selasa (25/11/2025).

ADVERTISEMENT

Pada saat tahun ajaran baru 2025/2026 pihaknya mengaku tetap menjalankan kewajibannya untuk mengajar meskipun saat itu masih duduk di kursi roda. Jarak yang di tempuh dari rumahnya untuk sampai ke sekolah tempatnya mengajar kurang lebih sekitar 9 kilometer.

"Saya berangkat ke sekolah diantar istri, saya tidak mau kondisi saya ini menghambat kewajiban saya untuk mengajar anak didik saya," ujar Wija.

Kurang lebih sebulan yang lalu ia mulai belajar untuk berjalan tanpa menggunakan kursi roda, dengan bantuan tongkat atau dibantu oleh teman-temannya. Saat mengajar di sekolah saat ini ia belum bisa berdiri lama sehingga harus duduk di kursi khusus yang disediakan di sekolah.

"Saat mengajar saya juga menggunakan pengeras suara agar bisa didengar siswa. Karena suara saya sangat kecil saat ini," ucap Wija.

Pada momen hari guru tahun 2025 ini, pihaknya sangat berharap untuk segera bisa sembuh sehingga bisa kembali mengajar siswa seperti dulu. Selain itu, kepada pihak-pihak yang selama ini membantunya untuk segera pulih dan pihak pemerintah yang juga telah memberikan apresiasi pada hari guru tahun ini.

Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan, Kepemudaan dan Olahraga (Disdikpora) Karangasem I Gusti Bagus Budiadnyana mengatakan bahwa pada momen Hari Guru tahun ini, melalui Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Karangasem beberapa guru baik yang masih aktif mengajar maupun yang sudah pensiun diberikan kesempatan untuk mendapatkan apresiasi berupa bantuan sosial.

"Yang diberikan bantuan adalah mereka yang memang layak untuk mendapatkan, seperti mungkin mengalami musibah dan yang lainnya," ujar Budiadnyana.

Selain memberikan bantuan untuk guru yang mengalami musibah, pada momen hari guru tersebut juga diadakan acara pemberian apresiasi kepada guru berprestasi. Untuk ke depannya hal seperti itu akan terus dilakukan karena sangat positif.

Tantangan Guru-guru Gen Z

Seiring perkembangan zaman, guru tetap menjadi salah satu profesi favorit. Tak terkecuali bagi para Generasi Z. Namun, perubahan generasi ini membawa tantangan baru, terutama terkait kedekatan antara guru dan siswa yang menghadirkan keuntungan sekaligus kekurangan.

Hal ini dirasakan oleh Lestariani Hulu, Guru Bahasa Indonesia SMP Widiatmika, bersama rekannya Apriyanus Faahakho Dodo Harefa, Guru bahasa indonesia di SMK Widiatmika.

Mereka menyebut bahwa perbedaan metode mengajar dulu dan sekarang sangat jelas. Jika dulu guru cenderung mendikte dan siswa mencatat, kini pembelajaran lebih diperkaya dengan berbagai alat digital.

"Dulu guru mengajarnya kebanyakan konvesional, biasanya mendiktekan, anaknya mencatat terus dijelaskan. Kalo sekarang banyak media yg membantu anak-anak belajar. Lewat gadget, website, dan AI yang membantu," ujar perempuan yang akrab disapa Lestari, Selasa (25/11/2025).

Ia menambahkan, penggunaan proyektor maupun laptop dulu jarang dilakukan. Kini guru dituntut untuk tidak hanya mengajar materi, tetapi juga menjadi fasilitator yang mendampingi siswa dalam memahami pelajaran secara lebih mandiri. Peran ini membuat hubungan guru dan siswa jauh lebih dekat.

"Guru bukan hanya memberikan materi tapi sebagai fasilitator. Yaitu guru dan siswa lebih dekat, mengarahkan pemahaman. Anak-anak lebih dibebaskan ruang untuk berekplorasi," kata guru kelahiran tahun 2000 itu.

Namun kedekatan itu juga menimbulkan tantangan baru. Menurut Apri, pandangan siswa terhadap guru kini berbeda; batasan antara guru dan murid menjadi lebih tipis.

"Dulu siswa lebih tunduk dan ada batasannya. Kalo sekarang dekat dan seperti temen. Pandangan siswa ke guru beda banget. Kalau dulu ada batasan, sekarang kayak temen.Sekarang seolah kita tunduk ke siswa," ujar Apri

Lestari menambahkan, generasi Z kerap menganggap guru sebagai teman karena kedekatan tersebut. Situasi itu membuat sebagian siswa menjadi lebih berani atau bahkan menyepelekan.

"Dulu senior memberikan batasan, kini gen z kadang dianggap sebagai teman tapi kadang siswa anggap karena sudah dekat mereka menyepelekan. Sekarang dikit-dikit anak ada yg lapor, sedikit takut terancam," ujar lestari.

Ia menyebut kondisi ini juga dipengaruhi tuntutan kurikulum serta karakter siswa masa kini.

Sementara itu, Alfin Syahrian, guru musik di SMP Trihita Alam dan Bali Music Academy, menilai perubahan zaman membuat guru harus memberikan ruang imajinasi yang lebih kreatif kepada siswa.

"Dengan pemikiran anak-anak zaman sekarang mengajar mereka harua lebih imajinatif. Mereka imajinasinya luas karna udah main gadget, saat kita ngajar kita harus masuk ke dunia mereka," ujar pria kelahiran 1997 itu.

Menurutnya, penguasaan teknologi membuat hubungan guru dan siswa justru lebih efektif dan komunikatif. "Ngasih PR pakai teknologi, nonton referensi bareng dari YouTube, misalnya paduan suara. Kita bisa cepat cari apa saja. Mengarahkan mereka ke hal positif itu banyak peluangnya," jelasnya.

Berbeda dengan Lestari dan Apri, Alfin merasa kedekatan dengan siswa justru membuat instruksinya lebih mudah diterima. "Aku lebih bisa bergaul dengan anak-anak yang aku ajar. Instruksi jadi lebih cepat diterima. Mungkin kalau guru yang senior, batasannya masih kuat sehingga terasa kurang lepas," ujarnya.

Halaman 3 dari 2


Simak Video "Video: Bukan Sekedar Pengajar"
[Gambas:Video 20detik]
(hsa/hsa)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads