Danty Indriastuti Purnamasari, cucu dari Presiden RI ke-2 Soeharto, merespons soal adanya penolakan pembelian gelar pahlawan nasional untuk kakeknya. Dilansir dari detikNews, Danty menegaskan setiap manusia tidak luput dari kesalahan.
"Kalau masalah pro dan kontra itu kan hal yang biasa ya. Jadi kalau harapan saya, masyarakat pun sendiri bahwa mereka juga merasakan dampak dari pembangunan yang sudah dilakukan oleh Pak Soeharto sendiri," kata Danty di DPP Partai NasDem, Jakarta Pusat, Minggu (9/11/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagai cucu Soeharto, Danty berharap kakeknya itu diberi gelar pahlawan nasional. Sebab, banyak juga hal positif yang telah diberikan oleh Soeharto.
"Pro dan kontra itu adalah hal yang biasa pasti namanya manusia juga tidak luput dari kesalahan. Tetapi, kan kita harus melihat bahwa beliau itu hal positifnya pun juga banyak gitu ya dan banyak pembangunan itu dirasakan oleh masyarakat," jelas Danty.
Danty mengatakan keluarga Soeharto telah menerima kabar pemberian gelar pahlawan akan dilakukan pada 10 November 2025. Namun, belum dijelaskan secara gamblang keluarga telah mendapat undangannya.
"(Terima undangan) kalau itu saya belum bisa jawab ya. Tetapi mohon doa restunya dari semuanya mudah-mudahan ya Pak Harto mendapatkan gelar pahlawan," harap Danty.
Diberitakan sebelumnya, sejumlah masyarakat, termasuk di Bali, menolak pemberian gelar pahlawan nasional untuk Soeharto. Puluhan masyarakat Bali disuarakan lewat aksi Kamisan Bali di kawasan Monumen Bajra Sandi, Denpasar, Kamis (6/11/2025).
Humas Aksi Kamisan Bali, Tommy Wiria, menilai Soeharto memiliki rekam jejak pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat. Ia pun mempertanyakan keinginan Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan Fadli Zon yang hendak menjadikan Soeharto sebagai pahlawan nasional.
"Tentu saja kami melawan rekomendasi tokoh Soeharto sebagai pahlawan nasional," ujar Tommy di sela-sela aksi, Kamis (6/11/2025).
Aksi Kamisan Bali diikuti oleh berbagai lembaga swadaya masyarakat, organisasi mahasiswa hingga masyarakat umum. Mereka menyebut salah satu catatan kelam Presiden Soeharto pada masa Orde Baru terkait peristiwa 1965.
"Karena kami paham bagaimana latar belakang gelap Presiden Soeharto di tahun 1966-1970. Setelah itu, bagaimana beliau melakukan banyak tindakan-tindakan pelanggaran HAM berat di masa Orde Baru," imbuh Tommy.
Tommy lantas menanggapi pernyataan Fadli Zon yang menyebut tidak ada bukti kuat terkait pelanggaran HAM yang dilakukan Soeharto. Menurutnya, pernyataan politikus Partai Gerindra itu justru bertentangan dengan berbagai laporan resmi dan hasil investigasi terkait pembantaian massal pada 1965.
"Tentu saja pembantaian yang terjadi itu bukan dilakukan oleh satu partai itu saja, tetapi dilakukan oleh militer yang dipimpin oleh jenderal RPKAD waktu itu," imbuhnya.
Di sisi lain, Tommy menyebut rencana pemberian gelar pahlawan nasional terhadap Soeharto tersebut sarat kepentingan politik. Ia menilai rencana itu bertujuan untuk menghapus catatan kelam penguasa Orde Baru.
"Harapannya didengar oleh pemerintah pusat agar mencabut rekomendasi gelar pahlawan nasional untuk Soeharto," pungkasnya.
Artikel ini telah tayang di detikNews. Baca selengkapnya di sini!
Simak Video "Video Bahlil Usul Semua Presiden RI Bisa Dapat Gelar Pahlawan Nasional"
[Gambas:Video 20detik]
(iws/iws)











































