Pendidikan Profesi Guru (PPG) merupakan tes kepada peserta untuk mengetahui kemampuan peserta dalam mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah dalam pembelajaran. Peserta akan mendapatkan tes berupa studi kasus.
Studi kasus dalam PPG biasanya dibatasi sebanyak 500 kata. Para guru nantinya diminta menyusun argumentasi secara tepat, mulai bagian permasalahan, upaya penyelesaian, hasil, hingga pengalaman berharga.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Studi kasus yang dibahas meliputi jenjang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA).
Sebagai bentuk persiapan diri, para guru membutuhkan contoh studi kasus sebagai referensi, detikBali telah mengumpulkan sejumlah contoh studi kasus PPG guru SMA.
1. Mengatasi Kemampuan Akademik Siswa yang Beragam
Sebagai seorang guru, saya pernah menghadapi tantangan dalam mengajar kelas dengan beragam kemampuan akademis. Salah satu permasalahan yang cukup menantang adalah ketika saya mengajar di kelas yang terdiri dari siswa dengan latar belakang dan kemampuan belajar yang sangat berbeda. Ada siswa yang sangat cepat memahami materi, namun ada pula yang membutuhkan waktu lebih lama untuk menangkap konsep-konsep yang saya sampaikan.
Permasalahan ini muncul saat saya mengajar mata pelajaran matematika di kelas VIII. Beberapa siswa dengan kemampuan akademis lebih tinggi merasa bosan karena materi yang saya sampaikan terlalu mudah bagi mereka, sedangkan siswa yang lebih lambat merasa tertinggal dan kesulitan mengikuti pelajaran. Situasi ini menciptakan kesenjangan di dalam kelas, di mana siswa yang lebih cepat cenderung kurang termotivasi, sedangkan siswa yang lebih lambat menjadi stres dan frustasi karena tertinggal.
Untuk mengatasi permasalahan ini, saya mulai menerapkan metode pembelajaran yang lebih inklusif dan diferensiasi. Saya membagi kelas menjadi beberapa kelompok berdasarkan kemampuan mereka dalam memahami materi. Setiap kelompok diberi tugas dan kegiatan yang disesuaikan dengan tingkat pemahaman mereka. Siswa dengan kemampuan lebih tinggi diberikan tugas yang lebih menantang, sementara siswa yang lebih lambat saya beri perhatian lebih dengan penjelasan yang lebih mendalam dan latihan tambahan. Selain itu, saya juga memperkenalkan pendekatan pembelajaran kooperatif, di mana siswa yang lebih cepat membantu teman-temannya yang lebih lambat. Ini menciptakan lingkungan belajar yang lebih kolaboratif dan mendukung, di mana semua siswa merasa dihargai dan termotivasi.
Setelah beberapa minggu menerapkan metode ini, saya melihat peningkatan yang signifikan. Siswa dengan kemampuan akademis lebih tinggi menjadi lebih termotivasi karena mereka merasa tertantang dengan tugas yang lebih sulit. Siswa yang sebelumnya tertinggal mulai menunjukkan peningkatan dalam pemahaman konsep-konsep dasar matematika. Kelas menjadi lebih dinamis, dan suasana belajar menjadi lebih positif dan produktif. Saya juga melihat peningkatan dalam hubungan antar siswa. Siswa yang lebih cepat menjadi mentor bagi teman-temannya yang lebih lambat, dan ini memperkuat ikatan sosial di dalam kelas. Tidak ada lagi siswa yang merasa bosan atau tertinggal, karena setiap siswa mendapatkan perhatian dan tantangan sesuai dengan kemampuan mereka.
Dari pengalaman ini, saya belajar pentingnya fleksibilitas dan diferensiasi dalam mengajar. Tidak semua siswa belajar dengan cara yang sama, dan sebagai guru, saya harus bisa menyesuaikan metode pembelajaran agar semua siswa bisa mencapai potensi terbaik mereka. Saya juga belajar bahwa menciptakan lingkungan yang kolaboratif dapat membantu mengatasi kesenjangan dalam kemampuan belajar. Ini bukan hanya tentang mengajar materi, tetapi juga tentang membangun hubungan yang mendukung di dalam kelas, di mana setiap siswa merasa didukung dan dihargai. Pengalaman ini telah mengubah cara saya mengajar, dan saya sekarang lebih peka terhadap kebutuhan individual siswa saya, memastikan bahwa semua siswa memiliki kesempatan yang sama untuk berhasil.
2. Masalah Motivasi Belajar Siswa
(Sumber: Tiktok @BuGulu)
Saya sebagai seorang guru di salah satu SMA swasta Jakarta, mengalami masalah serius terkait motivasi belajar siswa pada mata pelajaran matematika. Saat pembelajaran berlangsung , sebagian besar siswa tampah pasti, tidak antusias dan kurang memahami konsep yang disampaikan. Hal ini berpengaruh pada rendahnya hasil ulangan harian. Setelah dilakukan refleksi, saya menyadari bahwa metode ceramah yang dominan tanpa media pendukung membuat siswa cepat bosan dan sulit memahami materi abstrak. Selain itu, kurangnya perencanaan dalam penggunaan media menyebabkan pembelajaran tidak menarik. Daya cenderung menggunakan buku teks seadanya, tanpa memanfaatkan media visual atau teknologi yang sebenarnya tersedia di sekolah, seperti proyektor dan internet.
Saya kemudian menyusun perencanaan media pembelajaran berbasis interaktif. Mulai dengan menganalisis kebutuhan siswa, bagaimana mereka belajar, apa yang membuat mereka tertarik dan media apa yang relevan diterapkan. Berdasarkan hasil analisis, saya memutuskan menggunakan video animasi menarik, lucu dan menggemaskan dan interaktif untuk materi yang akan diajarkan dan beberapa games yang memacu adrenalin dan kreativitas mereka dalam memecahkan masalah. Sebagai evaluasi, sebelum pelaksanaan saya membuat skenario penggunaan media pembelajaran dengan pemutaran video animasi dilengkapi penjelasan sederhana. Dilanjutkan diskusi kelompok kecil dengan pemandu berupa lembar aktivitas. Sebagai penutup, siswa mengikuti kuis interaktif untuk mengukur pemahaman sekaligus menjaga semangat belajar. Perencanaan ini disusun dalam Modul Ajar dengan penekanan pada penggunaan media yang variatif dan interaktif.
Hasilnya, suasana kelas menjadi lebih hidup. Siswa lebih aktif bertanya dan berdiskusi. Mereka menunjukkan ketertarikan saat melihat video animasi, karena proses yang awalnya dibayangkan sulit kini tampak nyata di depan mata. Melalui kuis interaktif siswa, menjadi antusias mengikuti secara signifikan, terutama di aspek pemahaman konsep. Bahkan, siswa yang biasanya-pasif mukai berani mengajukan pertanyaan. Guru pun mendapat umpan balik positif dari siswa dan orang tua mengenai pembelajaran yang lebih menarik dan bermakna.
Kasus ini memberi pelajaran penting bahwa perencanaan media pembelajaran bukan sekadar pelengkap, tetapi bagian inti dari strategi mengatasi masalah belajar siswa. Media yang dirancang sesuai kebutuhan dapat mengubah suasana kelas, meningkatkan motivasi dan mendorong pemahaman yang lebih baik. Sebagai guru profesional, perencanaan media harus dilakukan dengan mempertimbangkan karakter siswa, tujuan pembelajaran dan sarana yang ada. Media yang tepat bukan hanya sarana materi, tetapi juga menjadi jembatan yang menghubungkan konsep abstrak dengan pengamanan nyata siswa. Pembelajaran ini menegaskan bahwa guru harus selalu berinovasi dan tidak terpaku pada metode konvensional agar proses belajar mengajar menjadi bermakna, menyenangkan dan efektif.
3. Menghadapi Permasalahan Siswa Ribut di Kelas
Sebagai guru saya menghadapi situasi sulit ketika mengajar di kelas VIII pada awal semester ganjil. Salah satu tantangan utama saat itu adalah suasana kelas yang sering tidak kondusif akibat beberapa siswa yang ribut selama proses pembelajaran. Mereka sering berbicara sendiri, bercanda berlebihan, bahkan kadang tidak memperhatikan materi yang saya sampaikan. Hal ini tentu mengganggu konsentrasi siswa lain dan menghambat pencapaian tujuan pembelajaran.
Awalnya, saya mencoba menegur secara langsung siswa yang membuat kegaduhan. Namun, pendekatan ini hanya efektif sementara. Ketika saya kembali fokus menjelaskan materi, suasana kelas kembali gaduh. Saya menyadari bahwa pendekatan saya kurang menyentuh akar permasalahan. Maka saya mencoba mencari solusi yang lebih tepat.
Langkah pertama yang saya lakukan adalah mengamati dan mencatat pola perilaku siswa selama beberapa pertemuan. Saya menemukan bahwa sebagian siswa yang ribut merasa bosan karena metode pembelajaran yang terlalu satu arah dan kurang melibatkan mereka secara aktif. Dari sini, saya menyusun strategi dengan mengubah pendekatan pembelajaran menjadi lebih interaktif, misalnya dengan diskusi kelompok, kuis, dan permainan edukatif yang sesuai dengan materi.
Selain itu, saya juga mengadakan dialog personal dengan siswa-siswa yang sering ribut, bukan untuk menghukum, tetapi untuk mendengarkan alasan mereka dan membangun kedekatan emosional. Hasilnya, mereka merasa lebih dihargai dan mulai menunjukkan perubahan sikap.
Setelah beberapa minggu menerapkan pendekatan ini, saya melihat perubahan signifikan dalam kelas. Siswa menjadi lebih antusias mengikuti pelajaran, suasana kelas lebih kondusif, dan mereka mulai menunjukkan tanggung jawab atas perilakunya. Bahkan, beberapa siswa yang dulu sering ribut kini menjadi lebih aktif dalam diskusi dan membantu menjaga ketertiban kelas.
Pengalaman ini memberikan pelajaran berharga bagi saya bahwa masalah dalam pembelajaran tidak selalu bisa diselesaikan dengan cara otoritatif. Kadang, dibutuhkan pendekatan yang lebih manusiawi, empatik, dan kreatif. Saya juga belajar pentingnya melakukan refleksi terhadap metode mengajar saya, serta bahwa membangun hubungan positif dengan siswa bisa menjadi kunci keberhasilan dalam menciptakan lingkungan belajar yang efektif.
Simak Video "Video: Pemerintah Bantah Isu PPG Guru Tertentu Dihentikan pada 2026"
[Gambas:Video 20detik]
(nor/nor)