Apes Keluarga Aussie Liburan ke Ubud Digigit Monyet-Kena Biaya Puluhan Juta

Round Up

Apes Keluarga Aussie Liburan ke Ubud Digigit Monyet-Kena Biaya Puluhan Juta

Tim detikBali - detikBali
Selasa, 23 Sep 2025 06:00 WIB
A worker feeds macaques during a feeding time at Sangeh Monkey Forest in Sangeh, Bali Island, Indonesia, Wednesday, Sept. 1, 2021. Deprived of their preferred food source - the bananas, peanuts and other goodies brought in by the tourists now kept away by the coronavirus - hungry monkeys on the resort island of Bali have taken to raiding villagers’ homes in the search for something tasty. (AP Photo/Firdia Lisnawati)
Foto: Ilustrasi monyet Monkey Forest, Ubud, Gianyar, Bali. ( AP/Firdia Lisnawati)
Gianyar -

Nasib apes dialami keluarga turis asal Sydney, Australia, saat liburan di objek wisata Monkey Forest, Kecamatan Ubud, Gianyar, Bali. Satu keluarga itu adalah Flavia McDonald bersama suami dan putrinya, Lorena (12).

Lorena, putri dari Flavia McDonald dan suaminya, justru mendapatkan insiden digigit monyet Monkey Forest. Apesnya lagi, mereka dikenakan biaya puluhan juta saat berobat di klinik.

Awal Perjalanan

Flavia McDonald bersama suami dan putrinya, Lorena, awalnya terbang ke Bali pada Hari Ayah. Liburan itu merupakan kejutan dari Lorena untuk ayahnya.

"Putri saya punya ide untuk mencari sinar matahari setelah hujan lebat di Sydney sebagai kejutan untuk ayahnya di Hari Ayah," ujar Flavia McDonald, dilansir dari detikTravel, Minggu (21/9/2025).

Lorena memberikan kejutan itu kepada ayahnya pada 5 September. Keesokan harinya, mereka berangkat dengan harapan bisa menikmati sinar matahari.

Namun, cuaca di Bali tidak mendukung. Keluarga yang menginap di Kelurahan Seminyak, Kecamatan Kuta, Badung, ini memutuskan bertolak ke Ubud setelah melihat ramalan cuaca yang menyebut hujan lebih sedikit di sana.

"Jadi kami memutuskan untuk menghabiskan setengah hari di Ubud pada hari Rabu dan dengan prakiraan badai di sore hari. Kami pikir, kami akan menghabiskan waktu satu setengah jam di pagi hari di taman dan kami bisa kembali ke Seminyak pukul 12 siang," kata Flavia.

Insiden Gigitan Monyet

Pilihan destinasi mereka jatuh pada Monkey Forest, Ubud. Awalnya, mereka hanya ingin berjalan-jalan dan menikmati suasana. Flavia sudah memastikan keluarganya mengikuti aturan aman di sekitar monyet.

"Kami berjalan-jalan sekitar 40 menit dan di salah satu area taman terdapat amfiteater tempat orang-orang bisa duduk," jelas Flavia.

Namun, situasi berubah ketika seekor monyet tiba-tiba melompat ke bahu suaminya lalu ke bahu Lorena. "Dia ketakutan, kami tidak boleh bergerak tiba-tiba. Jadi si monyet mulai menarik-narik bajunya, sakunya dan badannya. Ketika saya berusaha untuk mengusirnya, si monyet menggigit leher Lorena," ujar Flavia.

Flavia berusaha tetap tenang agar sang putri tidak panik. Meski ramai pengunjung, tidak ada staf yang datang membantu mereka. Lorena yang terkejut bahkan tidak merasakan sakit, tetapi Flavia melihat darah segar keluar dari leher putrinya.

Flavia segera membawa anaknya ke pos pertolongan pertama. Staf Monkey Forest disebut menepis kekhawatiran akan rabies dan mengatakan monyet di sana bersih. Putrinya hanya dimandikan dengan air dan sabun. "Mereka terus mengatakan kami tidak perlu khawatir," katanya.

Tidak puas dengan jawaban tersebut, Flavia membawa Lorena ke klinik. Di sana, sang putri mendapat suntikan rabies. Belum selesai dengan kecemasannya, Flavia terkejut saat menerima tagihan medis.

"Lalu saya terkejut lagi ketika menerima tagihan medis sebesar Rp 69 juta (atau setara dengan USD 4.165,69)," ujar Flavia.

Meski memiliki asuransi perjalanan, dana tidak langsung cair sehingga ia harus menggunakan uang pribadi. Menurut Flavia, suntikan rabies diberikan di beberapa bagian tubuh. "Sungguh konyol," katanya.

"Satu suntikan di bagian atas gigitan, satu di bagian bawah gigitan, satu di lengan, dan satu di kaki. Jadi ada dua vaksin, dan keduanya terkait rabies, dan dia juga minum obat untuk infeksi virus herpes B, jadi enam tablet sehari selama dua minggu," ungkap Flavia.

Respons Klinik

Ni Putu Grace Lande, selaku konsultan legal dan pemegang saham klinik tersebut, menegaskan nominal biaya yang dibayarkan pasien tidak sebesar yang diberitakan.

"Total biaya yang dibayarkan pasien adalah sebesar Rp 48.686.452 bukan sesuai yang tertera di berita, yaitu sebesar Rp 69.286.452," kata Grace kepada detikBali, Senin (22/9/2025).

Grace menjelaskan pasien menerima obat bernama human rabies immunoglobulin (HRIG), bukan vaksin anti rabies (VAR). HRIG merupakan serum anti rabies (SAR) yang mampu memberikan imunitas cepat dibanding vaksin rabies.

"HRIG akan menetralisasi virus dalam hitungan jam. Terutama karena pasien mempunyai luka di daerah leher di mana area tersebut sangat dekat dengan kepala (sistem saraf pusat) dan berisiko lebih tinggi untuk mendapatkan gejala rabies," jelas Grace.

Menurut Grace, HRIG diberikan pada pasien dengan luka gigitan kategori III, yakni luka berdarah. Pemberian HRIG dihitung berdasarkan berat badan pasien. Satu vial HRIG hanya mencukupi untuk 15 kilogram berat badan.

"Harganya memang mahal jika dibandingkan dengan puskesmas dan RS karena mereka menggunakan BPJS dan tarif pemerintah. Apalagi dengan pertimbangan berat badan pasien, dibutuhkan 4 vial SAR/HRIG," ujarnya.

Grace memerinci, biaya Rp 48,6 juta itu berasal dari harga HRIG sekitar Rp 3,2 juta per vial, ditambah biaya prosedur serta bahan habis pakai seperti kasa dan alat kedokteran. Ia menegaskan prosedur yang diberikan sudah sesuai, mengingat luka gigitan berada di leher yang dekat dengan otak.

"Luka berdarah dan berada di posisi leher di mana sangat dekat dengan kepala atau sistem saraf pusat yang menjadi berbahaya untuk pasien. Karena virus rabies bisa dengan mudah langsung menyebar ke otak. Tidak ada keluhan tambahan usai dirawat di klinik. Kondisi pasien saat ini sudah membaik," tandasnya.

Halaman 2 dari 4


Simak Video "Video: Detik-detik Pohon Tumbang di Monkey Forest Ubud, 2 Turis Asing Tewas Tertimpa"
[Gambas:Video 20detik]
(hsa/hsa)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads