Banjir hebat yang menerjang Pulau Dewata menjadi sorotan. Tak hanya mendapat atensi dari pemerintah pusat, bencana yang menewaskan belasan orang di daerah pariwisata itu juga menjadi perhatian sejumlah negara tetangga.
Bencana yang terjadi pada 10 September lalu itu bahkan disebut sebagai banjir terbesar di Bali dalam satu dekade terakhir. Berdasarkan data per Rabu (17/9/2025), total korban tewas akibat banjir di berbagai titik di Bali mencapai 18 jiwa. Sementara itu, empat orang lainnya belum ditemukan.
Sejumlah persoalan disebut-sebut sebagai biang kerok banjir di Bali. Mulai dari pemukiman yang berdiri di sempadan sungai, persoalan sampah yang belum terselesaikan, hingga alih fungsi lahan yang mengakibatkan daerah serapan air berkurang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Warga di Sempadan Sungai Didorong Ajukan Perizinan
Kepala Balai Wilayah Sungai (BWS) Bali-Nusa Penida Gunawan Suntoro mendorong warga yang memiliki rumah atau usaha di sempadan sungai agar mengajukan perizinan meskipun bangunannya sudah berdiri sebelum ada aturan yang berlaku.
Aturan terkait sempadan sungai baru terbit pada 2015 melalui Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 28 Tahun 2015. Sedangkan, sebagian besar bangunan di sempadan sungai di Denpasar sudah berdiri jauh sebelum itu.
"(Aturan) sempadan sungai itu kan aturannya baru, sedangkan di Denpasar ini bangunan-bangunan itu sudah lebih dulu ada daripada aturan," kata Gunawan saat ditemui di kantor DPRD Bali, Rabu (17/9/2025).
Gunawan mengatakan pihaknya mulai menertibkan bangunan-bangunan tersebut secara administrasi atau memperbarui perizinannya. Dengan begitu, pihaknya dapat mengetahui dan memberikan rekomendasi perizinan bangunan.
"Sebenarnya izin itu sudah kami sosialisasikan dan sangat mudah sekali perizinannya melalui website di Kementerian PU," ujarnya.
![]() |
Ia menyarankan warga segera mengurus perizinan bangunan bagi bangunan yang sudah berdiri sejak lama. Sedangkan bangunan yang hendak dibangun akan ditertibkan sesuai aturan yang berlaku.
"Kalau sudah telanjur tentu kami tidak bisa membongkar begitu saja. Tapi, anjurannya mereka harus tetap mengajukan izin," beber Gunawan.
Gunawan mengaku cukup kesulitan mengidentifikasi titik-titik yang melanggar aturan sempadan sungai dan belum berizin. Seperti diketahui, sejumlah bangunan di sempadan sungai terdampak banjir bandang Denpasar, pekan lalu. Salah satunya, deretan ruko di Jalan Sulawesi.
Normalisasi Enam Sungai
BWS akan melakukan normalisasi terhadap enam sungai di Bali untuk mencegah banjir saat curah hujan tinggi, terutama di Denpasar dan Badung. Rencana ini sebelumnya diusulkan oleh Gubernur Bali Wayan Koster kepada Menteri Pekerjaan Umum (PU), Dody Hanggono.
"Kami sudah menganalisis, mengidentifikasi sungai-sungai mana saja yang memang benar-benar diperlukan untuk dinormalisasi," kata Gunawan.
Adapun keenam sungai itu, yakni Sungai Badung, Sungai Mati, Sungai Ayung, Sungai Unda, dan dua sungai lain yang masih dalam proses identifikasi. Termasuk di Waduk Muara Tukad Badung dan Tukad Unda.
"Kami juga ada rencana untuk pembangunan fasilitas infrastruktur pengendalian banjir, seperti DAM dan tanggul-tanggul perbaikan di sana," beber Gunawan.
Gunawan lantas membeberkan kondisi sungai-sungai tersebut. Dia melihat kondisi Sungai Badung tidak terlalu signifikan, tetapi hilirnya di Waduk Muara Nusa Dua perlu dikeruk karena sedimentasinya tebal. Selain itu, kawasan itu juga dipenuhi sampah.
![]() |
"Tukad Ayung perlu, Tukad Mati juga perlu ada dan memang kalau melihat hujan yang cukup besar ini sebenarnya kalau normal-normal saja tidak diperlukan. Ttapi karena memang kita sudah melihat curah hujan cukup besar tinggi, diperlukan upaya-upaya khusus untuk penanganan di sana," jelas Gunawan.
Meski begitu, Gunawan menegaskan normalisasi sungai tidak dapat dipastikan bisa mengatasi banjir. Langkah ini, dia berujar, hanya sebagai upaya pencegahan.
Terkait biaya yang diperlukan untuk normalisasi sungai itu, Gunawan belum dapat memastikan. Namun, dia memperkirakan pengerukan sedimentasi di Waduk Muara Nusa Dua membutuhkan anggaran sekitar Rp 30 miliar.
Optimalkan Sistem Drainase
BWS Bali Penida juga akan berupaya mengoptimalkan sistem drainase di perkotaan. Terutama di Tukad Badung, Tukad Mati, Tukad Ayung. Hal ini dilakukan bersama Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) provinsi dan kabupaten/kota.
Gunawan menyebut tanggul sempadan sungai di Denpasar rata-rata ketinggiannya tiga meter dari kaki tanggul. Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Nomor 28/PRT/M/2015 Tahun 2015 tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai dan Garis Sempadan Danau, tanggul wilayah perkotaan harus lebih dari 3 meter. Sedangkan di luar kawasan perkotaan yang sungainya memiliki tanggul, sempadannya harus lebih dari 5 meter.
"Nah yang di Denpasar ini rata-rata bertanggul semua sehingga selayaknya memang sempadan sungai itu minimal tiga meter atau lebih besar dari kaki tanggul," beber Gunawan.
![]() |
Sementara itu, Pemerintah Kota (Pemkot) Denpasar tengah fokus membersihkan sejumlah titik yang terdampak banjir. Sebanyak 150 truk sampah diturunkan setiap hari di enam titik.
"(Truk ini) untuk membantu mengangkut sampah-sampah pascabanjir. Dari pagi hari pukul 07.00 Wita sampai 17.00 Wita setiap harinya truk mengangkut puing-puing sampah pascabanjir," kata Wakil Wali Kota Denpasar, I Kadek Agus Arya Wibawa, dalam keterangan tertulis, Rabu.
Arya Wibawa berharap pengangkutan sampah pascabanjir ini bisa cepat diatasi dengan gotong royong. Pemkot Denpasar juga akan bersinergi dengan berbagai pihak dalam penanganan pascabanjir, mulai dari pembersihan sungai hingga pemulihan kondisi sosial warga.
"Fokus kami bukan hanya mengatasi dampak banjir, tetapi juga memastikan masyarakat bisa kembali merasa aman dan nyaman," ungkap politikus PDIP itu.
Lahan Sawah di Bali Lenyap 6.521 Hektare
Sementara itu, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Bali menyebut lahan persawahan di Pulau Dewata berkurang sebesar 9,19 persen dalam periode 2019-2024 atau enam tahun terakhir. Adapun, rata-rata lahan sawah di Bali yang lenyap per tahun sekitar 1,53 persen.
Seperti diketahui, alih fungsi lahan turut disebut-sebut sebagai salah satu biang kerok banjir di Bali. Pembangunan semakin masif hingga resapan air berkurang.
"Pada intinya dalam enam tahun ada pengurangan sawah 6.521 hektare (ha)," ujar Kabid Penataan dan Pemberdayaan Kantor Wilayah (Kanwil) BPN Bali, I Made Herman Susanto, saat rapat bersama DPRD Bali di Kantor DPRD Bali, Denpasar, Rabu.
Berdasarkan data, dia berujar, Kota Denpasar menjadi wilayah yang paling tinggi penurunan lahan sawahnya dibandingkan kabupaten lainnya di Bali. "Dalam enam tahun itu 38,83 persen, per tahunnya 6,34 persen (lahan sawah di Denpasar berkurang)," imbuhnya.
Herman membeberkan Gianyar menjadi wilayah kedua dengan penurunan lahan sawah sebesar 18,85 persen selama enam tahun atau sekitar 2,47 persen per tahun. "Yang paling kecil adalah Tabanan karena wilayah Tabanan cukup besar wilayahnya untuk LSD (lahan sawah dilindungi)," sambungnya.
Sebelumnya, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Bali juga pernah mencatat masifnya pembangunan dan alih fungsi lahan pertanian d Bali. Menurut data Walhi, sekitar 2.000 ha sawah di Bali lenyap per tahun.
Walhi Bali menilai kebijakan moratorium pembangunan seharusnya sudah diterapkan sejak lama lantaran Bali sudah overbuild. Sebab, banyak ruang hijau yang sudah berubah menjadi bangunan.
Berdasarkan data yang dihimpun Walhi Bali pada periode 2000-2020, luas sawah yang tersisa di Denpasar dan Badung hanya sekitar 3.000-an ha. Angka itu menyusut dari luas sawah pada tahun 2000 yang sekitar 7.000-an ha. Artinya, terjadi pengurangan luas sawah sebesar 4.334,01 ha atau 23,44 persen dalam kurun waktu 20 tahun.
Simak Video "Video: Bahas Banjir Jabar, Pengamat Sebut Pengawasan Alih Fungsi Lahan Tak Berjalan"
[Gambas:Video 20detik]
(iws/iws)