Bupati Badung I Wayan Adi Arnawa menegaskan pembongkaran 48 bangunan usaha di Pantai Bingin, Desa Pecatu, Kuta Selatan, sudah sesuai aturan. Ia menjelaskan pembongkaran bermula dari temuan saat inspeksi mendadak (sidak) yang dilakukan Komisi I DPRD Provinsi Bali pada 6 Mei lalu.
"Komisi I DPRD Provinsi Bali melaksanakan sidak pada Mei lalu. Dari sidak tersebut didapatkan bahwa beberapa usaha pariwisata di sana berdiri di atas tanah negara dan tidak memiliki kelengkapan izin," ujar Adi Arnawa dalam keterangannya, Rabu (23/7/2025).
Adi Arnawa lantas menguraikan beberapa aturan yang dilanggar oleh pengelola puluhan bangunan di Pantai Bingin itu. Salah satunya Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (PWP3K).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, Pasal 35 dalam UU tersebut menyatakan zona sempadan pantai dan pesisir adalah kawasan lindung dan dilarang dikomersialisasi tanpa izin. Ia juga menyinggung Peraturan Gubernur Bali Nomor 24 Tahun 2020 yang melarang pendirian bangunan di sempadan pantai dan tebing pesisir Bali karena merupakan tanah negara yang diproteksi.
Adi Arnawa menerangkan eksekusi terhadap puluhan bangunan usaha di Pantai Bingin itu berdasarkan rekomendasi dari DPRD Bali. Ia menegaskan para pelaku usaha di Pantai Bingin juga telah menyadari tempat usaha mereka berada di tanah negara.
"DPRD Provinsi Bali juga merekomendasikan untuk dilaksanakan pembongkaran. Kami tidak ujug-ujug melakukan pembongkaran, tentunya kami menerapkan prosedur-prosedur sesuai dengan peraturan perundang-undangan," kata Adi.
"Bahkan kami juga sempat bertemu dengan para pelaku usaha yang ada disana. Mereka juga menyadari bahwa usaha mereka di bangun di atas tanah negara," sambungnya.
Adi Arnawa menuturkan dirinya tetap mempertimbangkan nasib para pekerja yang terdampak pembongkaran bangunan di Pantai Bingin. Dia berjanji untuk tidak meninggalkan warga yang terdampak dan siap membuka dialog ketika proses pembongkaran rampung.
Penataan kawasan pantai ini, dia berujar, sejalan dengan visi Badung untuk membangun pariwisata yang berkualitas, berbasis budaya, lingkungan, dan keberlanjutan. Ia menyebut Pantai Bingin sebagai salah satu ikon wisata yang harus dilindungi.
"Kami ingin pariwisata Badung ke depan tidak hanya mengejar kuantitas kunjungan, tapi juga kualitas lingkungan dan kelestarian kawasan pesisir. Pantai Bingin adalah salah satu ikon wisata yang harus dilindungi demi masa depan yang lebih baik," tegasnya.
7 Bangunan Dikelola WNA
Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Badung IGAK Suryanegara menjelaskan tujuh dari 48 bangunan di Pantai Bingin dikelola atau dikerjasamakan dengan warga negara asing (WNA). Menurutnya, hal itu terungkap saat Satpol PP Provinsi Bali melaksanakan proses klarifikasi kepada pemilik dan pengelola usaha di Pantai Bingin pada 27 Mei lalu.
Suryanegara mengatakan puluhan pengelola usaha di Pantai Bingin telah dimintai keterangan terkait legalitas usaha, status kepemilikan lahan (hak milik, HGB, atau tanah negara), hingga identitas pemilik usaha dalam pertemuan di Kantor Satpol PP Bali itu.
Adapun, tujuh usaha yang dikelola atau dikerjasamakan dengan WNA, yakni Villa V Uluwatu, Resto The Beach by Ours, Villa Let It B, Legent Beach Front Resort, Morabito Art Clift and Morabito Sunset Restaurant, Ocean Suite, dan Sunset Beach Villa.
"Para WNA ini menjadi pemodal, sedangkan penanggungjawab tetap mencantumkan WNI atau warga lokal. Akan tetapi sebagian WNA tersebut telah kabur, begitu mendengar tempat usaha mereka akan dibongkar," ujar Suryanegara.
Suryanegara mengatakan Pemkab Badung juga sudah melayangkan surat beberapa kali kepada pengelola bangunan di Pantai Bingin sebelum pembongkaran itu dilakukan. Termasuk dengan menerbitkan surat peringatan, surat pemberitahuan, hingga Surat Perintah Pembongkaran Nomor 600.1.15.2/14831/SETDA/SATPOL.PP tertanggal 15 Juli 2025.
"Bedasarkan surat perintah pembongkaran Bupati Badung, akhirnya pada tanggal 21 Juli kemarin kami melaksanakan pembongkaran," imbuhnya.