Kala Koster-Adi Arnawa Bongkar 48 Bangunan Liar di Pantai Bingin

Round Up

Kala Koster-Adi Arnawa Bongkar 48 Bangunan Liar di Pantai Bingin

Tim detikBali - detikBali
Selasa, 22 Jul 2025 06:00 WIB
Gubernur Koster (baju merah) dan Bupati Adi Arnawa memantau penertiban bangunan liar di Pantai Bingin, Senin (21/7/2025).
Foto: Gubernur Koster (baju merah) dan Bupati Adi Arnawa memantau penertiban bangunan liar di Pantai Bingin, Senin (21/7/2025). (Dok. Pemkab Badung)
Badung -

Gubernur Bali, Wayan Koster, dan Bupati Badung, I Wayan Adi Arnawa, ikut langsung dalam pembongkaran bangunan usaha di Pantai Bingin, Desa Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan, Senin (21/7/2025). Sebanyak 48 bangunan usaha di sana dibongkar karena melanggaran aturan.

Koster mengatakan puluhan bangunan ilegal di Pantai Bingin bukan dibangun di atas lahan pribadi, tetapi pada lahan milik Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Badung. Koster menegaskan bangunan itu tidak boleh dibiarkan karena dapat merusak Bali ke depan.

Proses pembongkaran bangunan ilegal di Pantai Bingin diperkirakan membutuhkan waktu selama sebulan. Koster juga menepis pembongkaran bangunan itu karena tidak melindungi pekerja yang mencari nafkah di sana.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kami bukan tidak melindungi pekerja, kami melindungi. Tetapi kalau tidak tertib, melanggar aturan, menggunakan aset orang lain, tentu ini tidak bisa dibiarkan," terang Koster seusai penertiban.

Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali, terang Koster, akan membentuk tim audit untuk menginvestigasi perizinan pariwisata di seluruh Pulau Dewata. Upaya itu dilakukan untuk menindak tegas para pelanggar melalui proses sesuai dengan undang-undang.

ADVERTISEMENT

Sementara itu, Adi Arnawa menyampaikan pembongkaran bangunan-bangunan di Pantai Bingin ini sudah sesuai dengan standart operational procedure (SOP). Pemkab Badung juga sudah bersurat kepada pemilik bangunan.

"Prosedur sudah kami jalankan dan kami juga sudah memberikan teguran tertulis sebanyak tiga kali dan ini hari terakhir. Jadi, kami langsung eksekusi sesuai dengan surat perintah pembongkaran Bupati Badung," ujar Adi Arnawa.

Adi Arnawa juga berencana melakukan dialog dengan para pekerja yang terdampak pembongkaran bangunan. Dialog akan dilaksanakan setelah selesainya proses pembongkaran bangunan.

"Tentu kami akan pertimbangkan harapan para pekerja ini. Saya selaku Bupati Badung tidak akan meninggalkan rakyat. Saya akan membuka dialog nanti. Tetapi, setelah ini tuntas dahulu, kami akan step by step. Tadi Kasatpol PP Badung menyampaikan kepada saya mudah-mudahan satu bulan sudah tuntas ini," jelas mantan Sekda Badung itu.

Karyawan Syok Kehilangan Pekerjaan

Pembongkaran sejumlah bangunan usaha di Pantai Bingin, Desa Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan, Badung, mendapatkan penolakan, termasuk dari karyawan yang telah lama bekerja di sana.

Para pekerja sejumlah usaha di Pantai Bingin mendadak kehilangan mata pencahariannya. Beberapa pekerja berdemonstrasi menolak pembongkaran tempat mereka bekerja yang dilakukan tanpa memberikan kompensasi maupun solusi.

Komang Widya, salah satu housekeeper di Morabito Art Cliff, menceritakan kegelisahannya saat pembongkaran dilaksanakan. Meski tidak paham betul permasalahannya, ia menginginkan adanya jalan keluar.

"Ya, kami kurang tahu ya apa ini permasalahan legalitas atau apa. Kami kurang paham juga. Tetapi, kenapa kami dihancurkan begitu cepat tanpa ada kompensasi dahulu maksudnya. Mungkin ada jalan keluar lain gitu," ujar Widya saat ditemui tim detikBali di Pantai Bingin, Senin (21/7/2025).

Widya belum mempunyai rencana apa pun ke depan setelah mendadak kehilangan pekerjaan yang digelutinya selama 10 tahun.

"Saya masih bingung juga, masih buntu karena kami kan hari ini memang benar-benar syok semuanya dihancurin gitu saja kan. Nggak hanya restoran, semua room juga dihancurin kan. Kami begitu syok karena kami di sini nggak sedikit karyawan," imbuhnya.

Widya mengungkapkan para karyawan memilih tetap bekerja meski tempat usahanya telah beberapa kali mendapatkan surat peringatan. Para karyawan tetap bekerja karena terdesak kebutuhan hidup.

"Kami tetap lanjut karena kita kan butuh makan juga ya. Kami lanjut bekerja karena kami juga perintah dari lawyer di sini masih bisa tetap buka, kami buka dahulu," jelas Widya.

Saat hari pembongkaran, terang Widya, sebenarnya masih ada turis yang menginap di vila Morabito Art Cliff. Namun, mereka terpaksa keluar pagi-pagi sekitar pukul 07.00 Wita karena akan ada proses pembongkaran.

"Mereka (tamu) kan tidak tahu keadaan di sini seperti apa. Bahkan, di kamar pun kami masih sebenarnya ada tamu, tetapi kita suruh gini, kami harus balikkan uang," jelas perempuan asli Tabanan tersebut.

Putu Agus Ilham Putra Wijaya, staf housekeeping lain, setali tiga uang. Meski hari pembongkaran telah diumumkan, ia tetap datang sesuai jadwal sif pukul 15.00 Wita.

Walau tidak melihat pembongkaran tempat kerjanya, Ilham mendengar bangunan dihancurkan mulai dari restoran hingga merambat ke bawah sampai di vila.

"Janganlah sampai segininya. Kami yang susah nyari kerja di sini, kami kena dampaknya. Kan zaman sekarang susah cari kerja," ujar pria berusia 24 tahun itu.

Ilham yang sudah bekerja selama 3 tahun di tempat tersebut kecewa kepada pemerintah yang tidak menjanjikan apa pun, termasuk pekerjaan ke depan.

"Kami sudah demo tadi, nggak ada ganti rugi atau ngeluarin lowongan kerjaan untuk kami. Mereka langsung pergi setelah hancurin vila kami," ungkap Ilham.

Ilham berpesan kepada pemerintah agar lebih memikirkan nasib masyarakat lokal yang telah bekerja keras dan memiliki tanggungan. "Janganlah sampai warga lokal yg kerja keras dan punya tanggungan di rumah, janganlah sampai merugikan masyarakat lokal-lah," tutup Ilham.

Pengusaha Klaim Rutin Bayar Pajak

Sejumlah pelaku usaha menyayangkan pembongkaran tersebut. Salah satunya adalah Komang Agus, manajer Morabito Art Cliff.

Agus mengeklaim vilanya rutin membayar pajak meski belakangan dinyatakan ilegal. Dia menyayangkan banyak perusahaan sudah dibangun puluhan tahun yang lalu, tetapi baru sekarang dinyatakan ilegal.

"Tetapi ini baru diklaim oleh pemerintahan Badung, katanya ini tanah negara. Baru-baru ini. Kenapa nggak dari tahun sebelumnya? Kok baru-baru ini setelah pengusaha itu sudah pada jalan, dan kunjungan tamu sudah meningkat, dan sudah dikenal-lah Bingin, baru dibilang ini tanah negara," ujar Agus saat didatangi detikBali.

Menurut Agus, baru sekitar lima tahun belakangan ini tanah di kawasan Pantai Bingin diakui pemerintah. Padahal, Morabito sendiri sudah berjalan hampir 19 tahun.

Agus menyoroti pembongkaran usahanya tidak disertai dengan solusi ketersediaan lapangan pekerjaan terutama karyawan-karyawan yang telah lama bekerja di kawasan tersebut.

"Dan pemerintah juga tidak memberikan kompensasi untuk hak-hak kami yang dapat. Pemerintahan tidak ada memberikan sebuah lapangan pekerjaan, tetapi ibaratnya menindas seperti ini, bongkar seperti ini," keluh pria berusia 40 tahun itu.

Agus menceritakan sebelum ada pembongkaran, memang sudah tiga kali menerima surah peringatan. Diskusi dengan pemerintah pun sudah dilakukan, tetapi sayang, hasilnya tetap nihil.

"Kami waktu itu sudah diskusi sama pemerintahan, Satpol PP juga sudah. Untuk memberikan aspirasi jangan sampai tempat ini kami ditutup, jangan sampai Bingin ini diratakan. Sudah sih memberikan aspirasi di situ, dua suara, tetapi hasilnya nol," ujarnya di tengah bangunan Morabito yang hancur berantakan.

Morabito Art Cliff sendiri memiliki sekitar 170 karyawan. Untuk sementara, mereka tetap dipekerjakan dan beraktivitas seperti biasanya. Namun, pendapatan jelas berkurang karena tempat mulai dibongkar.

"Untuk karyawan kami ada 170-an, mungkin kami akan tetap dikerjakan, cuma banyak hal yang berkurang. Dari sebelumnya kita mendapatkan tip, mendapatkan service dan tambahan dari penjualan," imbuh Agus.

Agus masih menaruh harapan pada sidang yang akan dilakukan besok. Ia juga berharap agar Pemkab Badung membuka usahanya kembali, dan bisa bekerja seperti semula.

"Untuk ke depannya, kita harapkan untuk pemerintahan Badung bisa mendaftar ulang untuk pebisnis-pebisnis yang di Pantai Bingin ini untuk untuk menjadikan sebuah hak legalitas. Jadi hak legalitas itu kita didapat untuk warga asing itu hak sewa nantinya. Jadi itu dikelola oleh hak warga lokal," tutup Agus.




(hsa/hsa)

Hide Ads