Berbagai Upaya Atasi Ratusan Siswa SMP di Buleleng yang Tak Lancar Membaca

Round Up

Berbagai Upaya Atasi Ratusan Siswa SMP di Buleleng yang Tak Lancar Membaca

Sui Suadnyana - detikBali
Jumat, 11 Apr 2025 07:30 WIB
Ilustrasi membaca reorientasi dalam biografi dan sejarah.
Foto: Ilustrasi membaca. (Getty Images/rudi_suardi)
Buleleng -

Sebanyak 400 siswa sekolah menengah pertama (SMP) di Buleleng, Bali, belum bisa membaca dengan lancar. Sejumlah pemangku kepentingan telah bersuara terkait kondisi miris pendidikan di kabupaten paling utara Pulau Dewata itu.

Berbagai upaya diambil guna mengatasi persoalan tersebut. Upaya-upaya itu dilakukan oleh pihak sekolah hingga bupati. Jajaran Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali juga telah merespons fenomena tersebut.

Metode Belajar Khusus

Kepala SMPN 4 Singaraja Putu Budiastana. (Foto: Made Wijaya Kusuma/detikBali)Foto: Kepala SMPN 4 Singaraja Putu Budiastana. (Foto: Made Wijaya Kusuma/detikBali)

Salah satu upaya mengatasi siswa SMP di Buleleng yang belum lancar membaca, yaitu dengan menerapkan metode belajar khusus. Upaya ini dilakukan oleh sejumlah SMP di Gumi Panji Sakti.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Salah satunya dilakukan SMP Negeri 4 Singaraja. Sekolah ini membentuk tim baca, tulis, dan hitung (calistung) untuk mengajari siswa yang belum lancar membaca.

Kepala SMPN 4 Singaraja, Putu Budiastana, telah memetakan siswa yang baru masuk sekolah tersebut. Mereka yang kesulitan membaca mendapat materi tambahan dari tim calistung.

ADVERTISEMENT

"Ada dua kali 45 menit kami bina dengan calistung, mulai dari perkenalan abjad, termasuk matematika dasar. Dalam satu minggu minimal tiga kali pertemuan, bahkan bisa sampai empat atau lima kali," kata Budiastana, Kamis (10/4/2025).

Budiastana mengungkap sebanyak 43 siswa sempat kesulitan membaca. Namun, kini murid yang belum lancar membaca tersisa dua orang saja. "Ini harus tuntas semua di kelas 7," tegas Budiastana.

Menurut Budiastana, seharusnya tenaga pendidik berupaya agar siswa kompeten sehingga naik kelas. Bukan dipaksakan naik kelas meski belum menguasai materi atau pelajaran tertentu.

"Konsep jangan sampai ada siswa yang tinggal kelas kami terjemahkan dengan bapak ibu ayolah berbuat, bekerja dengan keras membuat anak-anak itu supaya memenuhi syarat naik kelas. Itu yang kami terjemahkan di sini," imbuh Budiastana.

Lain lagi dengan SMPN 1 Sukasada. Siswa yang belum lancar membaca diberikan pengajaran khusus oleh guru bimbingan konseling (BK). Maktab itu juga menyediakan buku belajar calistung untuk siswa yang belum lancar dan berhitung.

Kepala SMPN 1 Sukasada, Ni Ketut Liesvi Ismawantini, menambahkan sekolah juga aktif berkomunikasi dengan orang tua siswa untuk menyampaikan kendala siswa. Sehingga orang tua juga turut serta memantau perkembangan belajar buah hatinya.

Mengacu pada data Dewan Pendidikan, di SMPN 1 Sukasada terdapat tujuh siswa yang belum lancar membaca. Namun, Ismawantini melanjutkan, kini hanya tersisa enam murid yang belum lancar membaca.

"Jadi anak-anak yang tidak bisa membaca dibimbing oleh guru BK dan memang ada perubahan. Beberapa anak ada yang sudah bisa membaca lancar," imbuh Ismawantini.

Sistem Pembelajaran Jarak Jauh

Bupati Buleleng, Nyoman Sutjidra, saat ditemui di rumah jabatannya, Kamis (20/3/2025) sore. (Wijaya Kusuma/detikBali)Foto: Bupati Buleleng, Nyoman Sutjidra, saat ditemui di rumah jabatannya, Kamis (20/3/2025) sore. (Wijaya Kusuma/detikBali)

Bupati Buleleng, Nyoman Sutjidra, juga menyiapkan strategi untuk menangani ratusan SMP di kabupaten yang dipimpinnya belum lancar membaca. Sutjidra akan membuat sistem pendidikan jarak jauh di setiap kecamatan untuk memfasilitasi siswa yang mengalami kesulitan membaca.

"Sesuai dengan program prioritas kami di bidang pendidikan, (kami) akan membuat pendidikan jarak jauh di setiap kecamatan," kata Sutjidra, Kamis (10/4/2025).

Sutjidra akan melakukan pendataan untuk memverifikasi penyebab siswa mengalami kesulitan dalam membaca. Penyebabnya kami belum tahu, apakah mereka tidak mampu, tidak tahu, atau tidak mau," jelasnya.

Menurut Sutjidra, 400 siswa yang mengalami kesulitan membaca ini berpotensi putus sekolah. Maka dari itu, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Buleleng akan mengarahkan mereka untuk mengikuti program penyetaraan.

"Putus sekolah itu tidak saja dari program pemerintah, jadi ada karena tidak mau, tidak tahu, ketidakmampuan. Yang paling susah karena tidak mau. Kalau tidak mampu, kami akan berikan beasiswa, yang tidak tahu kami berikan sosialisasi," jelas Sutjidra.

Pemprov Bali Koordinasi ke Pemkab Buleleng

Kadisdikpora Bali KN Boy Jayawibawa ditemui di Art Center, Kamis (10/4/2025) malam.Kadisdikpora Bali KN Boy Jayawibawa ditemui di Art Center, Kamis (10/4/2025) malam. Foto: Ni Made Lastri Karsiani Putri/detikBali

Kepala Dinas Pendidikan. Pemuda, dan Olahraga (Kadisdikpora) Bali, Ketut Ngurah Boy Jayawibawa, memberi tanggapan mengenai ratusan siswa sekolah menengah pertama (SMP) di Buleleng yang belum bisa membaca dan menulis dengan lancar. Dia mengaku bakal berkoordinasi dengan Disdikpora Buleleng mengenai persoalan tersebut.

"Nanti saya koordinasi dengan Kadisdikpora Buleleng," kata Boy saat dijumpai di Art Center, Denpasar, Kamis (10/4/2025) malam.

Boy belum mengetahui lebih detail perihal informasi miris di dunia pendidikan tersebut. Demikian pula terkait langkah-langkah selanjutnya, Boy belum bisa memutuskan.

"Belum tahu, saya belum dapat koordinasi dengan Kadisdikpora Buleleng. Nanti setelah ini ya (akan diberikan informasi selanjutnya)," ucapnya singkat.

Ketua Dewan Pendidikan Buleleng I Made Sedana ditemui Rabu (9/4/2025).Ketua Dewan Pendidikan Buleleng I Made Sedana ditemui Rabu (9/4/2025). Foto: Made Wijaya Kusuma/detikBali

Diberitakan sebelumnya, perihal ratusan siswa SMP belum bisa membaca dengan lancar diungkapkan oleh Ketua Dewan Pendidikan Kabupaten Buleleng I Made Sedana. Dia mengungkapkan berdasarkan data yang dihimpun dari Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMP Buleleng terdapat sekitar 400-an siswa SMP yang mengalami kesulitan membaca.

Ratusan siswa tersebut berasal dari 60 SMP di Kabupaten Buleleng. Sedana menjelaskan faktor utama persoalan ini bisa terjadi karena kebijakan naik kelas otomatis atau program tuntas tanpa mengukur penguasaan kompetensi dasar siswa.

Ia menyebut pemahaman yang keliru terhadap konsep pembelajaran tuntas menyebabkan siswa tetap naik kelas, meskipun belum menguasai kemampuan dasar seperti membaca. Hal ini, Sedana berujar, justru menyebabkan beban pendidikan dasar berpindah ke jenjang SMP. Pendidikan dasar itu harusnya sudah tuntas di jenjang SD.




(hsa/hsa)

Hide Ads