Lidartawan Klaim Pilkada Lancar, Tiada Sengketa-Kembalikan Duit Rp 80 Miliar

Lidartawan Klaim Pilkada Lancar, Tiada Sengketa-Kembalikan Duit Rp 80 Miliar

Sui Suadnyana, Fabiola Dianira - detikBali
Jumat, 14 Mar 2025 13:24 WIB
Ketua KPU Provinsi Bali, I Dewa Agung Gede Lidartawan, saat ditemui di kantornya, Jumat (14/3/202/). (Fabiola Dianira/detikBali)
Foto: Ketua KPU Provinsi Bali, I Dewa Agung Gede Lidartawan, saat ditemui di kantornya, Jumat (14/3/202/). (Fabiola Dianira/detikBali)
Denpasar -

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Bali, I Dewa Agung Gede Lidartawan, mengeklaim pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Bali 2024 lancar. Salah satu indikatornya adalah tidak ada sengketa hasil pemilihan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Selain itu, KPU Bali juga mengembalikan anggaran Pilkada Bali 2024 hingga Rp 80 miliar.

"Kami tidak ada gugatan. Pengembalian anggaran seharusnya bisa selesai 9 April, tetapi kami majukan pengembalian pada 24 Maret supaya semuanya clear," ujar Lidartawan dalam acara Diseminasi Kajian Publik Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Bali 2024 di KPU Bali, Jumat (14/3/2025).

Menurut Lidartawan, pengembalian anggaran ini sekaligus membantah anggapan perencanaan dan penyelenggaraan Pilkada Bali 2024 kurang optimal karena anggaran yang dipakai tidak maksimal. Lidartawan mengeklaim KPU Bali telah bekerja secara efektif dan efisien.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kami merancang dana pilkada jauh sebelum hasil pemilu keluar. Saat itu, kami belum tahu berapa partai yang bisa mengusulkan calon atau jumlah calon independen yang akan maju. Jadi bukan karena perencanaannya tidak matang, tetapi karena situasi yang berkembang," jelas Lidartawan.

Selain itu, sejumlah pengeluaran juga tidak diperlukan, seperti belanja barang dan sewa kendaraan karena sudah difasilitasi oleh pusat. "Kalau sudah dikasih, untuk apa kami lakukan lagi? Itulah sebabnya penggunaan anggaran kami kurang dari 50 persen sehingga bisa dikembalikan Rp 80 miliar," tambah Lidartawan.

ADVERTISEMENT

Lidartawan juga menyoroti keberhasilan sosialisasi KPU dalam meningkatkan partisipasi pemilih. "Yang menggembirakan, hampir 30 persen masyarakat mau pergi ke TPU berkat sosialisasi yang kami lakukan," ungkap pria yang juga sempat berkecimpung di bidang pertanian tersebut.

Hasil survei yang dilakukan tim dari Universitas Udayana (Unud) menunjukkan sosialisasi menjadi faktor terbanyak yang mendorong masyarakat untuk datang ke TPS. "Kami ingin ke depan ada standar minimal dan perbaikan dalam penyelenggaraan pemilu. Ini akan menjadi dasar evaluasi kami ke depannya," harap Lidartawan.

Hasil Survei Unud

KPU Bali melakukan survei bekerja sama dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Unud. Survei yang dilakukan, yakni mengenai perilaku memilih masyarakat dalam Pilkada Bali 2024.

Survei dilaksanakan pada 10 hingga 18 Februari 2025 dengan responden dari sembilan kabupaten/kota di Bali. Usia responden juga bervariasi dari 17 hingga lebih dari 66 tahun serta berasal dari berbagai latar belakang agama, pekerjaan, dan pendidikan.

Hasil survei mengungkapkan alasan utama masyarakat Bali menggunakan hak pilih saat Pilkada 2024 adalah karena mereka mendengar atau melihat berbagai sosialisasi dari KPU dan penyelenggara pemilu lain. Sosialisasi ini berkontribusi sebesar 42,4 persen terhadap partisipasi pemilih.

"Ini menunjukkan bahwa peran sosialisasi dari penyelenggara pemilu, dari tingkat pusat hingga ke akar rumput, sangat signifikan dalam meningkatkan partisipasi pemilih," ujar Direktur Penelitian LPPM Unud, Kadek Dwita Apriani, Jumat (14/3/2025).

Alasan kedua yang mendorong masyarakat mencoblos adalah ketakutan hak pilih mereka akan dimanfaatkan untuk hal yang tidak benar. Hasil survei, alasan ini berkontribusi sebesar 17,1 persen.

Sementara itu, alasan ketiga masyarakat datang ke TPS untuk mencoblos adalah diingatkan oleh orang-orang di sekitar mereka untuk menggunakan hak pilih. Nilai angka persentasenya sebesar 14,2 persen.

Alasan paling rendah masyarakat memutuskan datang untuk memilih adalah karena menerima hadiah atau pemberian dari kandidat atau tim suksesnya. Hasil survei, persentasenya hanya sebesar 0,5 persen.

Sebaliknya, survei ini juga mencatat alasan utama masyarakat tidak menggunakan hak pilih. Sebanyak 35 persen dari mereka yang tidak memilih menyatakan harus bekerja pada hari pemilihan. Alasan kedua, dengan persentase 20 persen, adalah ketidakpuasan terhadap pilihan kandidat.

"Masyarakat merasa bahwa pilihan calon terlalu terbatas dan tidak ada yang sesuai dengan harapan mereka," jelas Dwita.

Alasan ketiga yang membuat masyarakat enggan memilih adalah karena mereka memilih untuk keluar kota atau pulang kampung pada hari pemilihan. Alasan ini mencapai angka 15 persen.

"Responden memanfaatkan jatah hari libur tersebut untuk keluar kota atau pulang kampung daripada memilih ke TPS," tambah akademisi Program Studi Ilmu Politik itu.

Di peringkat paling bawah, ada 5 persen responden yang menyatakan mereka tidak menerima undangan memilih. Hal itu lantas menjadi alasan bagi para responden tersebut untuk tidak menggunakan hak pilih.




(dpw/dpw)

Hide Ads