Bupati Tabanan I Komang Gede Sanjaya menyoroti terbatasnya lahan parkir di Daya Tarik Wisata (DTW) Jatiluwih, Kecamatan Penebel, Tabanan, Bali. Ia mengaku mendapat banyak keluhan lantaran lahan parkir dan akses jalan menuju kawasan persawahan itu sempit.
Menurut Sanjaya, keluhan itu muncul seiring dengan meningkatnya kunjungan wisatawan ke kawasan Jatiluwih. Dia mengatakan ruas jalan itu awalnya memang bukan diperuntukkan sebagai jalan umum dan hanya dilalui oleh para petani yang pergi berladang.
"Leluhur masa lalu kan tidak memikirkan bahwa akan ada bus. Ini kan memang jalan subak. Nggak ada jalan subak itu besar, pasti kecil," kata Sanjaya di sela-sela pembukaan Festival Jatiluwih, Sabtu (6/7/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sanjaya menyebutkan lahan parkir di DTW Jatiluwih baru bisa menampung sedikit kendaraan dan hanya bisa menampung 400-500 orang per hari. Dia membandingkan dengan daya tampung parkir DTW Tanah Lot dan DTW Ulun Danu Beratan yang bisa membawa penumpang 7.000-8.000 per hari.
Politikus PDIP itu menjelaskan pelebaran jalan maupun pembukaan lahan parkir di Jatiluwih tidak bisa sembarangan. Musababnya, kawasan tersebut sudah ditetapkan sebagai warisan budaya dunia oleh UNESCO.
"Persoalan parkir sudah lama kita ketahui. Makanya saya bilang, urusan parkir di sini tidak sembarang karena ini kan heritage," imbuhnya.
Sanjaya berjanji bakal membahas persoalan parkir di DTW Jatiluwih. Ia berharap kawasan persawahan itu bisa menampung lebih banyak wisatawan seperti DTW Tanah Lot dan Ulun Danu Beratan.
"Astungkara, dekat-dekat ini kami rapatkan bersama masyarakat di sini," ujarnya.
![]() |
Pertahankan Status UNESCO
Sanjaya juga berharap status warisan budaya dunia yang diberikan oleh UNESCO terhadap DTW Jatiluwih bisa dipertahankan. Ia lantas menyoroti masyarakat setempat yang mendirikan bangunan di tengah hamparan sawah Jatiluwih.
Menurut Sanjaya, pembangunan di tengah situs budaya dunia itu tidak sesuai dengan syarat yang telah ditetapkan UNESCO. Beberapa warga, dia melanjutkan, merasa berhak membangun di tengah sawah dengan alasan tanah tersebut merupakan warisan dari leluhurnya.
"Jadi mereka merasa memiliki hak milik," kata Sanjaya
Pemkab Tabanan, Sanjaya berujar, akan mengatur pembangunan di sekitar kawasan subak Jatiluwih agar status dari UNESCO itu tidak dicabut. Ia berencana kembali mendiskusikan permasalahan hal dengan prajuru adat dan pengusaha wisata setempat.
"Kalau sudah diatur, saya yakinlah bisa kita pertahankan heritage UNESCO ini. Tinggal diatur, sabar lagi dikit," jelasnya.
Manajer DTW Jatiluwih I Ketut Purna setali tiga uang. Ia berharap pembangunan di kawasan itu ditata sesuai aturan demi mempertahankan status dari UNESCO. Menurutnya, predikat warisan budaya dunia itulah yang membuat wisatawan berdatangan ke Jatiluwih.
"Kami akan membuat konsensus lokal dulu antara bendesa adat, perbekel, pekaseh, dan semua yang ada di kampung ini. Kami buat paruman (musyawarah) bersama, setelah itu kami bawa ke Pemda (Tabanan)," kata pria yang akrab disapa John itu.
(iws/iws)