Kemen PUPR Bocorkan Indikator Insentif bagi Pemda yang Kelola Air dengan Baik

Kemen PUPR Bocorkan Indikator Insentif bagi Pemda yang Kelola Air dengan Baik

I Wayan Sui Suadnyana, Ni Made Lastri Karsiani Putri - detikBali
Jumat, 24 Mei 2024 09:01 WIB
Staf Ahli Teknologi dan Industri Kementerian PUPR Endra Saleh Atmawidjaja saat ditemui dalam WWF ke-10 di Badung, Bali pada Kamis (23/5/2024). (Ni Made Lastri Karsiani Putri/detikBali)
Foto: Staf Ahli Teknologi dan Industri Kementerian PUPR Endra Saleh Atmawidjaja saat ditemui dalam WWF ke-10 di Badung, Bali pada Kamis (23/5/2024). (Ni Made Lastri Karsiani Putri/detikBali)
Badung -

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) membocorkan indikator penilaian bagi pemerintah daerah (pemda) yang mampu mengelola air dengan baik. Sebelumnya, pemerintah pusat berencana memberikan insentif Rp 10 miliar bagi pemda yang berhasil mengatur air.

Salah satu indikator yang rencananya dilihat adalah persentase layanan yang diberikan perusahaan daerah air minum (PDAM) terhadap masyarakat. "Saya kira itu nanti bisa kami tentukan," kata Staf Ahli Teknologi dan Industri Kementerian PUPR Endra Saleh Atmawidjaja di saat ditemui dalam rangkaian World Water Forum (WWF) di Badung, Bali, Kamis (23/5/2024).

Selain pelayanan PDAM, pemerintah pusat juga berencana melihat kebocoran air di daerah. "Kebocoran air kita juga masih tinggi dan kalau itu bisa ditekan itu bisa kita berikan insentif lagi, kan harus ada program yang jelas," kata Endra.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Endra melanjutkan pemda juga harus mampu melindungi sumber-sumber airnya. Misalnya, menjaga kebersihan sungai yang dijadikan sumber air minum agar tidak tercemar. Sebab, dibutuhkan biaya menjadi lebih tinggi jika sumber air minum tercemar.

"Itu juga kami masukkan kedalam kriteria-kriteria yang sifatnya teknis," akunya.

Endra menjelaskan pemda selama ini kesulitan dalam pengelolaan air, khususnya pada pembiayaan dan masalah di capacity building. Menurutnya, Indonesia memiliki banyak PDAM yang sukses dan berhasil karena menerapkan prinsip-prinsip tata kelola yang baik.

Namun, ada juga PDAM yang belum mampu fokus di bidang air minum. Hal itu disebabkan oleh tata kelola yang kurang baik sehingga harus mampu meningkatkan layanan.

"Isu penting di level pemerintah daerah adalah tarif, karena setiap infrastruktur yang kami deliver itu juga harus ada revenue ke PDAM. Karena tanpa revenue yang cukup itu sulit untuk pemda menjaga kinerjanya dengan layanan yang baik," terangnya.

Menurutnya, hal-hal tersebutlah yang harus dapat diperbaiki dan dikelola dengan baik.

"Jadi, pemda harus memastikan itu sehingga indikator kinerjanya bisa meningkat. Sekali lagi membangun infrastruktur itu jauh lebih mudah daripada merubah culture-nya. Di sini culture pemda yang harus mengikuti untuk orientasi berbasis layanan," imbuhnya.

Wacana pemberian insentif Rp 10 miliar kepada pemda yang mengelola air dengan baik disambut positif Wali Kota Samarinda Andi Harun. Menurutnya, hal tersebut menjadi suatu hal yang ditunggu.

"Karena memang hampir semua kepala daerah yang concern terhadap pengelolaan air yang berkelanjutan, itu menemukan tantangan yang tidak sedikit," ucap Andi ketika ditemui di rangkaian World WWF, Rabu (22/5/2024).

Tantangan yang dimaksud Andi yakni soal pendanaan atau pembiayaan dalam pengelolaan air berkelanjutan. Andi pun mengapresiasi penghargaan pemerintah pusat terhadap daerah yang peduli serta serius terhadap pengelolaan air berkelanjutan dan memelihara air agar terus menjadi sumber yang terjamin di daerah.

"Tentu, ini merupakan bonus, tapi bukan soal uangnya. Ini soal perhatian pemerintah bagaimana kita menjaga semangat dan komitmen bersama untuk melakukan pengelolaan air yang baik dan benar di daerah, serta berkeadilan," katanya.

Andi mengatakan pemberian akses air bersih dan air minum bagi masyarakat di setiap daerah berbeda-beda. Misalnya, di daerah Jawa yang rata-rata menggunakan air pegunungan dan di luar Jawa rata-rata menggunakan air sungai.

Menurutnya, cost operasional bagi daerah yang sumber air bakunya dari sungai jauh lebih besar. Sebab, salah satunya harus memelihara sungai dari sampah. Kota Samarinda dan Palembang, ungkap Andi, hampir 100 persen sumber air bakunya dari air sungai.

"Masuk ke industri pengolahan juga memerlukan cost yang lebih besar, tahapannya sangat banyak dan kapasitas produksinya kita harus membangun beberapa IPAL, karena akibat pemilahan air kotor ke air besar hampir seimbang. Sehingga maintenance terhadap peralatan dan instalasi kami juga memerlukan cost dan main power yang cukup menguras pembiayaan," akunya.

Andi mengungkapkan pihaknya mewajibkan untuk membangun industri pengolahan air untuk mengantisipasi kekurangan. Permasalahan dasar di Samarinda, jelas Andi, adalah pembangunan pipa industri pengolahan air tidak berbasis sebaran populasi.

Akibat hal itu, di satu kecamatan ada kelebihan air, tapi di kecamatan lain defisit air karena dulunya pembangunan pipa dilakukan di tanah yang dimiliki pemerintah. Dia memandang sejak awal pemerintahan saat itu tidak berani berinvestasi untuk tanah pembangunan pipa.

"Yang kami lakukan di Samarinda, pertama menyehatkan PDAM, memastikan mulai dari kepala daerah dan seluruh pemangku kepentingan di pemerintah terbebas dari praktek KKN dengan PDAM. Kemudian kedua, PDAM kita dalam sektor bisnis alternatif terakhir baru minta ke APBD. Dia harus berani memakai pola bisnis to bisnis," terangnya.

Andi menganggap keuntungan menjadi urusan nomor dua dalam pelayanan air kepada masyarakat. Yang paling penting, sambung Andi, adalah masyarakat mendapatkan akses layanan air bersih. Adapun total produksi air bersih di Samarinda saat ini, yakni 3.500.000 liter per detik dan setiap tahunnya total produksinya ditambah.

"Kalau semua kami memiliki komitmen nasional seperti itu akan sangat luar biasa. Hambatan kami adalah hambatan regulasi. Kami memerlukan satu payung regulasi berlaku secara nasional. Sehingga terintegrasi pengelolaan air ini, mudah-mudahan ke depan kami bisa memiliki itu," ujarnya.




(hsa/gsp)

Hide Ads