Musyawarah Nasional (Munas) Perempuan digelar untuk kedua kalinya di Balai Budaya Giri Nata Mandala Pusat Pemerintahan (Puspem) Kabupaten Badung, Bali, Sabtu (20/4/2024). Pembahasan berfokus pada sembilan isu strategis terkait perempuan, penyandang disabilitas, dan kelompok marginal.
"Ada lima isu sesuai arahan presiden. Dari lima itu sudah ter-cover di 9 agenda atau isu yang dibahas dalam Munas. Mudah-mudahan dalam dialog ini akan muncul solusi apa yang mesti dilakukan dalam masalah perempuan," kata Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga.
Sembilan isu strategis yang dibahas terkait masalah perempuan tersebut akan tertuang dalam rencana pembangunan ke depan. Baik jangka panjang maupun minimal lima tahun mendatang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adapun isu tersebut mencakup kemiskinan, pekerja perempuan, pencegahan perkawinan anak, pemberdayaan ekonomi perempuan, hingga kepemimpinan perempuan. Terdapat juga pembahasan mengenai kesehatan perempuan, perempuan dan lingkungan hidup, perempuan dan anak berhadapan dengan hukum, serta kekerasan pada perempuan dan anak.
"Kita bersama-sama telah berdiskusi dan bermusyawarah untuk menyuarakan aspirasi dan kepentingan melalui sembilan isu/agenda. Ini akan menjadi usulan dalam dokumen perencanaan pembangunan lima tahunan di tingkat nasional dan daerah," ungkap Bintang dalam sambutannya.
Momentum Hari Kartini, lanjut Bintang, menjadi bentuk penghormatan untuk perjuangan RA Kartini dalam mendapatkan kesetaraan perempuan dan laki-laki. Upaya membumikan kesetaraan perlu terus dilanjutkan karena Ibu Kartini tanpa lelah memperjuangkan emansipasi perempuan.
"Perjuangan Kartini belum selesai, kita menyambungkan suara yang diperjuangkan lebih dari 100 tahun yang lalu, melalui Munas Perempuan yang kedua di tahun 2024. Kita bersama-sama menyuarakan kembali aspirasi dan kepentingan perempuan, disabilitas," sambungnya.
![]() |
Misi untuk mengentaskan kasus perkawinan anak juga menjadi perhatian khusus dalam agenda ini. Para pesertanya juga datang dari berbagai pihak yang terkait, salah satunya perangkat maupun perangkat desa yang dinilai berperan penting di tingkat bawah untuk menyukseskan misi ini ke depan.
Bintang mencontohkan suksesnya misi penekanan kasus perkawinan anak di Wajo, Sulawesi Selatan, yang melibatkan banyak pihak, tidak hanya pemerintah daerah. Menurutnya kehadiran tokoh adat dan tokoh agama menjadi penting.
"Contohnya di Wajo (Sulawesi Selatan) terjadi penurunan (kasus) perkawinan anak ketika kami turun di sana itu tidak hanya kesepakatan bupati dan kepala desa. Ada MUI, dan imam desa dan sanksi sosial yang diberikan. Dari 600 kasus tahun 2021, setahun kemudian jadi 300 kasus, tahun 2023 jadi 77 kasus (perkawinan usia anak). Ini dibutuhkan komitmen bersama," tukasnya.
(nor/nor)