"Jadi kalau ada keluhan terkait dengan adanya persoalan zonasi itu juga bisa disampaikan secara jelas kepada masyarakat kalau dia kemudian tidak diterima, itu alasannya seperti apa," kata Sri kepada detikBali, Selasa (4/7/2023).
Dia mencontohkan soal penentuan jarak terdekat dari rumah warga ke sekolah harus sesuai dengan sistem. Sebab, persepsi setiap orang berbeda-beda.
"Nah, itu yang sebenarnya harus diperjelas ke masyarakat sehingga tidak lagi terjadi mispersepsi. Itu tugas dari dinas yang PPDB ini untuk menjelaskan masyarakat," jelasnya.
Di samping itu, Ombudsman sendiri juga telah membuka posko PPDB guna melayani keluhan masyarakat. Namun, Sri belum menghitung berapa total keluhan soal PPDB. Yang pasti, sudah ada beberapa orang tua calon siswa peserta didik yang datang ke kantor Ombudsman.
"Kami di Ombudsman tetap mendorong posko PPDB ini bisa melayani pengaduan masyarakat. Intinya, pengaduan masyarakat itu tidak hanya di data saja, tetap bagaimana kemudian bisa memberikan informasi-informasi kejelasan terkait dengan pengaduan tersebut," jelas Sri lagi.
Sebelumnya, sejumlah orang tua calon peserta didik PPDB SMA/SMK tahun ajaran 2023/2024 ramai-ramai mendatangi kantor Disdikpora Provinsi Bali. Sudah dua hari ini mereka bolak-balik untuk meminta kejelasan dari Disdikpora. Rata-rata keluhan orang tua adalah kesalahan sistem dan perkara jarak zonasi.
Suwartama (35) salah satu orang tua mengeluhkan sistem PPDB eror pada saat pendaftaran. Ia juga ingin minta kejelasan sistem PPDB, yang mana anaknya tak lolos jalur zonasi.
Padahal jarak rumah ke sekolah yang dipilih anaknya hanya 1,34 kilometer. Sedangkan, saat ia cek di hasil PPDB ada siswa yang lolos dengan jarak 3 kilometer.
"Makanya, saya ke sini minta klarifikasi dari dinas. Karena saya cek di sekolah ada salah satu siswa yang lolos itu dengan jarak sekolah dengan rumahnya 3 kilometer," ungkap Suwartama saat ditemui detikBali di Kantor Disdikpora Provinsi Bali, Selasa.
(hsa/nor)