Draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset yang dibuat sejak 2006 silam, setelah 17 tahun kini siap dibahas untuk disahkan menjadi UU. Kabar terbaru, RUU Perampasan Aset sudah ditandatangani sejumlah menteri, termasuk kepala lembaga.
Dilansir detikCom, Sabtu (15/4/2023), Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan HAM (Menko Polhukam) Mahfud MD menyebutkan RUU Perampasan Aset tidak lama lagi akan dikirim ke DPR.
"Baru saja saya memimpin rapat lebih teknis mengenai Rancangan UU Perampasan Aset. Saya informasikan naskah yang memuat keseluruhan substansi sudah selesai dan sudah diberi paraf oleh menteri atau ketua/kepala lembaga terkait dalam hal ini, Menkumham, Menkeu, Jaksa Agung, Kapolri, Kepala PPATK, dan saya selaku Menko Polhukam sudah memaraf yang akan dikirim ke DPR," kata Mahfud dalam jumpa pers di kantornya, Sabtu (15/4/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Mahfud, rapat teknis hanya menyempurnakan susunan pasal-pasal RUU-nya. Tanpa mempengaruhi substansi di UU tersebut yang sudah ditandatangani para menteri.
Tak hanya urusan tanda tangan para pemangku kepentingan pada RUU Perampasan Aset, Mahfud juga sudah memastikan RUU itu sudah dikomunikasikan dan disosialisasikan kepada sejumlah pihak, baik secara resmi maupun tidak resmi.
Menurutnya, sosialisasi tersebut perlu dilakukan mengingat Indonesia adalah negara demokrasi. Alasan lainnya, karena sudah banyak partai politik yang meminta draf RUU tersebut untuk segera dibahas.
Kemudian, Mahfud juga menyatakan bahwa RUU itu sudah disampaikan kepada Presiden RI Joko Widodo sebelum disosialisasikan kepada petinggi partai atau setelah drafnya dirapikan.
Contohnya, perbaikan pada draf RUU yang ada salah ketiknya atau typo. Juga perbaikan lain yang menyangkut teknis penulisan draf RUU Perampasan Aset. "Misalnya typo dan sebagainya," kata Mahfud.
Penyampaian itu seolah menjawab keresahan Jokowi yang sudah tidak sabar ingin RUU-nya segera diselesaikan. Sudah beberapa kali Jokowi meminta agar RUU itu diselesaikan karena dianggap akan memudahkan proses penindakan tindak pidana korupsi.
"Sudah kami dorong, sudah lama kok masa nggak rampung-rampung," kata Jokowi.
Menurutnya, RUU Perampasan Aset itu akan memiliki payung hukum yang jelas dengan UU tersebut. Selain itu, RUU tersebut adalah inisiatif dari pemerintah.
Setelah selesai disusun, dirapikan, disosialisasikan, ditandatangani oleh para menteri dan pimpinan lembaga terkait, hingga diserahkan kepada Jokowi, RUU tersebut menuai banyak dukungan. Salah satunya Kejaksaan Agung (Kejagung).
Kapuspen Kejagung Ketut Sumedana mendukung RUU tersebut disahkan menjadi UU oleh DPR. Setelah menjadi UU, akan digunakan sebagai dasar hukum untuk merampas aset koruptor yang sebelumnya sulit dilakukan karena belum diatur dalam UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Dia juga mengatakan RUU Perampasan Aset nantinya dapat digunakan untuk merampas aset atas kasus pidana umum. Sumedana mencontohkan untuk merampas aset dari kasus Indo Surya dan First Travel.
"Termasuk juga tindak pidana di bidang pemasukan keuangan negara, pajak, bea cukai, dan lain-lain. Tindak Pidana yang terkait dengan pengelolaan sumber daya alam, lingkungan, dan tindak pidana ekonomi dan lain-lain," kata Sumedana.
Karena itu, Sumedana juga memandang perlunya revitalisasi fungsi Direktorat Pusat Pemulihan Aset di Kejaksaan. Kalau perlu, ia berharap direktorat itu berdiri sebagai lembaga terpisah.
Kemudian, lanjutnya, ada kewenangan tugas dan fungsi agar nantinya RUU Perampasan Aset dapat dilaksanakan dengan baik dan cepat. Tujuannya, memudahkan koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah, sehingga tercipta pemasukan uang negara uang baik dan lancar.
Rencana Kejagung itu mendapat apresiasi Anggota Komisi III DPR RI Nasir Djamil. Dia menyatakan dukungan atas rencana Kejagung membentuk sebuah lembaga terpisah yang tugas dan tanggungjawabnya terkait perampasan aset pelaku tipikor.
Bukan tanpa alasan, Nasir menilai dinamika dunia politik, hukum, dan keamanan masih belum dapat memulihkan aset yang dikorupsi koruptor. Karenanya, dia berharap agar Jokowi segera menyerahkan RUU Perampasan Aset yang sudah ditandatangani dan dirapikan.
"Begitupun diharapkan agar institusi penegak hukum bersabar hingga RUU Perampasan Aset itu dibahas dan disahkan oleh pembentuk UU," kata Nasir dalam keterangannya.
Secara umum, DPR menyambut baik draf RUU yang sudah disusun dan siap dibahas itu. DPR menyatakan siap menerima kiriman RUU Perampasan Aset.
"Segera setelah sampai di DPR, pasti akan dibahas dan langsung dikebut," terang Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni.
Seperti diketahui, Kementerian Hukum dan HAM sudah berinisiatif merancang dan membuat RUU Perampasan aset tersebut sejak 2006. Namun, RUU tersebut saat itu masih sebatas wacana dan sosialisasi hingga 10 tahun kemudian.
Isu soal RUU tersebut kemudian kembali mencuat dan semakin santer ketika Indonesian Corruption Watch (ICW) mendorong mantan gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama untuk mempertimbangkan RUU Perampasan Aset.
Alasannya, metode pembuktian harta terbalik calon kepala daerah yang digaungkan mantan gubernur yang akrab disapa Ahok saat itu, belum ada payung hukumnya. ICW menilai metode Ahok itu juga hanya berguna untuk kasus pencucian uang atau gratifikasi, bukan untuk membuktikan asal muasal harta kekayaan seseorang.
Isunya semakin santer ketika pemerintah melobi DPR untuk memasukkan RUU Perampasan Aset ke dalam RUU Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2022. Itu adalah upaya kedua dari pemerintah setelah DPR tidak menyetujui dua RUU terkait pemberantasan korupsi, yakni UU tentang Perampasan Aset dalam Tindak Pidana dan UU Pembatasan Transaksi Uang Kartal atau Tunai.
(BIR/irb)