Para pendaki selalu membawa anjing saat mendaki Gunung Agung di Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem, Bali. Bukan tanpa alasan, hal ini karena para pendaki menilai anjing memiliki penciuman tajam terhadap bencana.
Koordinator Pendaki Gunung Agung Jalur Pasar Agung I Wayan Widi Yasa mengatakan anjing selama ini dikenal memiliki penciuman cukup tajam. Sehingga ketika terjadi bencana, biasanya binatang yang pertama mengetahuinya.
"Jika saya tidak bawa, teman pasti bawa anjing ketika melakukan pendakian ke Gunung Agung. Selain untuk mendeteksi ketika terjadi sesuatu, juga karena anjing merupakan penjaga kehidupan," kata Widi Yasa, Minggu (5/3/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Pura Agung Besakih, Mother Temple of Bali |
Ia menceritakan pengalamannya mendaki Gunung Agung pada 2017 lalu. Saat itu hewan seperti anjing, burung, dan monyet yang berada di puncak tiba-tiba lari turun gunung. Hewan-hewan itu juga tidak mau diajak mendaki.
Benar saja, tak berselang lama pendakian ke Gunung Agung ditutup karena erupsi. "Sehingga sampai saat ini kami selalu membawa anjing ketika melakukan pendakian ke Gunung Agung, supaya lebih aman karena tidak pernah tahu apa yang akan terjadi di puncak," bebernya.
Widi Yasa mengungkapkan anjing yang dibawa pendakian ke Gunung Agung merupakan anjing lokal Bali. Namun, anjing tersebut terlebih dahulu dilatih agar mahir pendakian, baru kemudian dibawa mendaki.
"Biasanya anjing usia satu tahunan sudah mulai dilatih untuk mendaki. Awal-awal paling diajak sampai pertengahan atau di bawahnya, kemudian balik lagi ke bawah," ungkapnya.
Setelah kurang lebih tiga-lima bulan pelatihan, bisanya anjing sudah bisa sampai puncak dan siap ikut para pemandu melakukan pendakian. Anjing-anjing tersebut juga dilatih agar jinak ketika bertemu orang baru.
"Biasanya anjing yang diajak untuk melakukan pendakian juga sangat setia, ketika sampai puncak dan belum turun, mereka pasti akan menunggu di atas dan ketika sudah turun mereka baru ikut turun," pungkasnya.
(irb/BIR)