Para pemandu wisata Gunung Batur harap-harap cemas dengan rencana kelahiran perda terkait gunung sebagai kawasan suci. Pasalnya, rancangan perda itu disebut akan membatasi pendaki untuk tujuan wisata. Hanya pendakian ritual keagamaan yang nantinya diizinkan.
I Gede Edy Arnawa Wirajaya, seorang pemandu wisata Gunung Batur, Kintamani, Bangli, tersebut mengatakan selain menjadi petani, masyarakat sekitar kaki gunung banyak yang mengandalkan pendapatan dengan menjadi pemandu.
"Pasti terancam kehilangan pekerjaan sebagai pemandu di Gunung Batur," ujarnya, Selasa (31/1/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Padahal, Gunung Batur menjadi salah satu gunung yang paling ramai dikunjungi wisatawan, baik domestik maupun mancanegara. Maklum, pemandangan matahari terbitnya cukup menawan.
Selain itu, ketinggiannya tidak lebih dari 2.000 meter di atas permukaan laut (MdPL), sehingga lebih ramah terhadap pendaki pemula. Tak heran, kunjungan ke puncak Batur nyaris tak pernah sepi.
"Kalau bule-bule ramai mendaki untuk cari sunrise (matahari terbit). Perkiraan, ada 100-200 orang yang naik ke puncak Gunung Batur dalam sehari, itu mancanegara dan domestik," imbuhnya.
Terkait keluhan Gubernur Wayan Koster yang menyoroti pendaki di Gunung Batur kebablasan karena mengendarai sepeda motor ke puncak, Edy mengaku lantaran kebutuhan wisatawan yang tak sanggup mendaki.
"Ya, sepeda motor yang naik ke gunung itu ojek. Itu kan berkembang di sini, banyak tamu yang tidak kuat mendaki. Jadi, mereka pilih naik ojek," ungkap Edy merespons Koster.
Ia berharap aktivitas pendakian untuk tujuan wisata bisa tetap dilakukan. Sebab, Gunung Batur menjadi sumber rezeki warga sekitar. Apalagi, banyak anak muda setempat yang memanfaatkan belajar berbahasa Inggris dengan menangani tamu.
"Pendapatan lebih banyak dari hasil sebagai tour guide. Harapan kami, dipertimbangkan lagi sama pemerintah. Mungkin, ada pembatasan, pengaturan untuk mendaki, pengawasan seperti apa?" tukas Edy.
(BIR/irb)