Koperasi Iwak Arumery Balindo yang diketuai Ida Ayu Puspa Eny (65) sejak tahun 2020 telah memberdayakan 20 petani arak perempuan di Karangasem, Bali. Ia menjelaskan terbentuknya koperasi itu atas saran Menteri Koperasi dan UKM.
"Waktu itu pak menteri ke kantor saya dan menyarankan membuat koperasi untuk memberdayakan ibu-ibu rumah tangga yang berprofesi sebagai petani arak," ujar Puspa, Sabtu (28/1/2023).
Baca juga: Dari Pengobatan Jadi Perajin Arak |
Dulu para petani tidak memproduksi arak setiap hari. Kini setelah bergabung dengan koperasi mereka bisa memproduksi arak 5 liter setiap hari. Arak-arak yang dihasilkan itulah yang dibeli Puspa dan diproses di pabriknya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Arak-arak tersebut akan melewati proses selama satu tahun hingga menjadi minuman Iwak Arumery dengan beragam varian rasa yang kaya rempah dan buah-buahan. "Saya berharap bisa membantu lebih banyak petani. Kalau Iwak Arumery masih tetap disukai penikmatnya, saya rasa akan lebih banyak petani yang kami serap," ungkapnya.
Tak hanya menyerap produksi arak, Puspa juga memberikan edukasi kepada para petani arak. Salah satunya program penyuluhan yang mengajak para petani arak mementingkan kebersihan dalam pembuatan arak.
"Saya tentunya juga ingin tetap ada penyuluhan, karena saya dan para petani arak merasa masih perlu didampingi pemerintah daerah untuk terus berkarya dan melanjutkan apa yang sudah menjadi harapan Pak Koster," terangnya.
Ia dan petani arak di koperasinya pun menyambut baik penetapan Hari Arak Bali. Menurut Puspa ini bentuk perhatian Koster agar arak sebagai warisan budaya terus dilestarikan.
"Salah satu yang patut diapresiasi, beliau tidak setengah-setengah menceburkan diri tentang arak ini. Akhirnya kami juga berani memperlihatkan diri sebagai perajin arak karena sudah ada yang pasang badan untuk itu," tambahnya.
Di sisi lain, ia tak sepenuhnya setuju dengan anggapan arak minuman memabukkan. Ia mengakui ada pemabuk, namun tak sedikit orang yang bisa menikmati arak. "Semoga ke depannya orang-orang bisa jadi penikmat, bukan pemabuk, karena dalam meminum arak pun ada takarannya," harapnya.
Ia sendiri meyakini arak bisa menjadi pengobatan dan penghangat tubuh. Pasalnya, Puspa sudah sejak kecil mengenal arak sebagai pengobatan. Saat itu sang kakek memberinya obat tradisional dengan campuran arak, yang membantunya pulih dari sakit.
Sementara terkait maraknya penyitaan arak di beberapa daerah, ia mengaku prihatin dan kasihan. Ia menilai ada pandangan berbeda antara petani arak dan aparat.
"Jadi, petani berjualan arak untuk bisa mengisi perut, sedangkan aparat ketika melihat ada yang mabuk malah menggerebek petani, bukannya peminum. Harusnya diedukasi karena belum tentu mereka hanya minum arak, bisa saja arak dicampur lainnya," papar Puspa.
Menurutnya, sejak beberapa tahun lalu banyak yang mencampur arak dengan bahan-bahan agar cepat mabuk. Hal inilah yang menurut Puspa justru mencoreng nama arak.
(irb/nor)