Serba-serbi Hari Penghapusan Perbudakan Internasional 2 Desember 2022

Serba-serbi Hari Penghapusan Perbudakan Internasional 2 Desember 2022

Tim detikNews - detikBali
Jumat, 02 Des 2022 06:03 WIB
Ilustrasi perbudakan di dunia.
Ilustrasi perbudakan (Foto: John Raphael Smith/Courtesy of the Rijksmuseum, Amsterdam)
Bali -

Hari Penghapusan Perbudakan Internasional atau International Day for the Abolition of Slavery diperingati setiap tanggal 2 Desember. Tahun ini, Hari Penghapusan Perbudakan Internasional jatuh pada Jumat (2/12/2022).

Peringatan Hari Penghapusan Perbudakan Internasional bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan memperkuat upaya global dalam memerangi perbudakan modern. Meski perbudakan tidak lagi legal di dunia, saat ini perdagangan manusia masih menjadi masalah global.

Simak serba-serbi Hari Penghapusan Perbudakan Internasional, sejarah dan perkembangannya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sejarah Hari Penghapusan Perbudakan Internasional 2 Desember

Menurut UNESCO, sejarah Hari Penghapusan Perbudakan Internasional dilatarbelakangi oleh Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Penindasan Lalu Lintas Orang dan Eksploitasi Prostitusi Lainnya pada 2 Desember 1949.

ADVERTISEMENT

Adapun fokus Hari Penghapusan Perbudakan Internasional adalah untuk memberantas bentuk-bentuk perbudakan kontemporer. Beberapa contoh perbudakan modern itu antara lain perdagangan orang, eksploitasi seksual, bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak, pernikahan paksa, dan perekrutan paksa anak-anak untuk digunakan dalam konflik bersenjata.

Barulah pada 1995, Majelis PBB secara resmi menetapkan 2 Desember diperingati sebagai Hari Internasional untuk Penghapusan Perbudakan atau Hari Penghapusan Perbudakan Internasional. Penetapan tersebut dilakukan usai pertimbangan pengajuan dari Kelompok Kerja PBB tentang Perbudakan pada tahun 1985.

Saat ini, masalah yang dihadapi dunia adalah perbudakan kontemporer. Termasuk soal perdagangan orang, eksploitasi seksual, pernikahan paksa, hingga perekrutan paksa atau eksploitasi terhadap anak-anak.

Dilansir dari detikNews, saat ini diperkirakan 50 juta orang berada dalam perbudakan modern, termasuk 28 juta dalam kerja paksa dan 22 juta dalam pernikahan paksa. Hampir satu dari delapan orang yang menjadi korban kerja paksa adalah anak-anak. Lebih dari setengah anak-anak ini berada dalam eksploitasi seksual komersial.

Sebagian besar kasus kerja paksa yakni sebanyak 86 persen ditemukan di sektor swasta. Selain itu, hampir empat dari lima orang yang menjadi korban eksploitasi seksual komersial paksa adalah perempuan atau anak perempuan.

Perbudakan Modern di Indonesia

Dilansir dari laman resminya, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mencatat, sepanjang tahun 2015-2020 terdapat 1.382 kasus perdagangan perempuan. Dari jumlah tersebut, 49 di antaranya dilaporkan langsung ke Komnas Perempuan.

Data tahun 2020 menunjukkan peningkatan kasus perdagangan perempuan sekitar 20% yang dilaporkan oleh mitra Komnas Perempuan, dari 212 kasus menjadi 255 kasus. Secara khusus, Nusa Tenggara Timur mencatat kasus-kasus terburuk perdagangan orang yang berakhir dengan kematian, baik terhadap perempuan juga laki-laki.

Implementasi dari UU 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang masih sangat terbatas, pelaksanaan UU No. 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Buruh Migran Indonesia juga masih belum optimal dalam menutup celah perdagangan orang dengan menggunakan celah penempatan tenaga kerja.

Oleh karena itu, Komnas Perempuan menilai bahwa Indonesia masih harus membenahi diri dalam upaya menghapus perbudakan modern.




(iws/hsa)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads