5 Contoh Cerpen Persahabatan Beserta Pengertiannya

5 Contoh Cerpen Persahabatan Beserta Pengertiannya

Agnes Z. Yonatan - detikBali
Kamis, 01 Des 2022 12:38 WIB
Membaca Cerita Jenaka
Foto: Getty Images/iStockphoto/globalmoments
-

Tentu kamu sudah tidak asing lagi dengan istilah cerpen. Cerpen merupakan akronim dari cerita pendek.

Sesuai dengan namanya, cerpen ini membuat kisah pendek yang bisa kamu baca dalam waktu singkat. Berbeda dengan novel yang memiliki alur yang berat, alur dalam cerpen cenderung lebih ringan dan tidak sulit dipahami.

Salah satu tema cerpen yang banyak digemari adalah cerpen persahabatan. Untuk kamu yang sedang mencari contoh cerpen persahabatan, berikut merupakan 5 buah contoh cerpen persahabatan yang bisa kamu baca di waktu senggangmu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pengertian Cerpen

Dilansir dari e-book berjudul Mengenali dan Menuliskan Ide Menjadi Cerpen karya I Wayan Kerti, cerpen adalah sebuah karya sastra yang menceritakan suatu kejadian dalam kehidupan pelaku. Jadi, tidak semua bagian dari kehidupan pelaku dituliskan dalam cerpen.

Penulis hanya melukiskan beberapa bagian yang bermakna untuk diceritakan. Akhir dari cerpen ini tidak mengubah nasib pelakunya, berbeda seperti novel.

ADVERTISEMENT

Menurut e-book Mahir Menulis Cerpen karya Eko Sugiarto, cerpen dapat diselesaikan dalam sekali duduk, yakni sekitar 30 menit hingga 2 jam. Untuk batas panjang dari cerpen ini sendiri berbeda-beda.

Di Indonesia, umumnya cerpen terdiri dari 4 hingga 15 halaman folio ketik. Sedangkan di negara Barat, cerpen bisa terdiri lebih dari 15 halaman.

Untuk itu, menurut Jakob Sumardjo, terdapat 3 jenis cerpen, yakni sebagai berikut.

  1. Cerpen pendek (short short story), yang biasa terdiri atas setengah sampai 1 halaman folio ketik.
  2. Cerpen sedang (middle short story), yang biasa terdiri atas 4-15 halaman folio ketik.
  3. Cerpen panjang (long short story), yang biasa terdiri atas 20-30 halaman folio ketik.

Terdapat beberapa ciri khas dari cerpen yang membedakannya dari karya fiksi lain, yakni sebagai berikut.

  • Hanya melukiskan 1 masalah tunggal dan mengandung 1 ide yang disebut sebagai ide pusat.
  • Hanya terfokus pada 1 orang tokoh utama.
  • Biasa bersumber dari kehidupan sehari-hari.
  • Sangat ekonomis dalam penggunaan kata-kata.
  • Kata-kata yang digunakan sangatlah umum.
  • Meninggalkan kesan mendalam bagi para pembacanya.

Contoh Cerpen Persahabatan

Berikut beberapa contoh cerpen persahabatan untuk mengisi waktu luangmu.

Me and My Best Friends

Berikut merupakan cerpen persahabatan berjudul Me and My Best Friends karya Chloe yang dikutip kembali dari buku Kumpulan Cerpen Karya Anak Bangsa.

Bagiku, sahabat adalah seseorang yang begitu berarti di dalam hidupku, karena merekalah yang selalu ada untukku. Aku punya banyak sekali teman, hampir semua orang di kelasku adalah temanku. Sayangnya, mereka hanya memanfaatkan kepintaran dan kebaikanku saja, mereka berteman denganku agar aku mau membantu mereka mengerjakan PR.

Meski begitu aku cukup beruntung karena memiliki 2 orang sahabat, yaitu Serlina dan Jean. Kenalkan, namaku Gwen Amanda, kelas 6 SD. Aku langganan juara kelas di sekolah dan karena itu, banyak yang ingin menjadi temanku.

"Gwen, apa aku boleh meminjam buku ensiklopedia tentang hewan?" tanya Jean.
"Tentu," jawabku sambil mengeluarkan buku tersebut dari tasku.
"Kukembalikan 5 hari lagi ya, hari Jumat," ujar Jean.
"Iya, hari apa aja boleh asal jangan rusak yam" balasku.
"Iya."
"Gwen, kamu mendapat buku itu dari mana?" tanya Serlina.
"Oh, aku dapat dari ayahku, sebenarnya buku ini sudah agak tua," jelasku.
"Oh, begitu," seru Serlina.

Tak terasa, seminggu berlalu sejak Jean meminjam bukuku itu.

"Gwen, bukunya aku balikin di jam istirahat, ya," seru Jean.
Aku mengangguk mendengarnya.

"Jean, sini temani aku ke ruang guru sebentar!" ujarku ketika istirahat tiba.
"Serlina gimana?" tanyanya.
"Dia lagi mengerjakan tugas di kelas," balasku.
"Oh, begitu. Ayo!" seru Jean.

Ketika kami sedang berjalan ke ruang guru, langkah Jean tiba-tiba terhenti. Aku menatapnya dengan bingung.
"Ah!"
"Kenapa?" tanyaku bingung.
"Bukumu hilang, Gwen!" seru gadis itu dengan panik.
"Kita cari sama-sama aja," balasku padanya.

Kami pun mencari buku itu bersama-sama, hingga tanpa sengaja kami bertemu dengan Serlina dan salah satu teman sekelas kami, Jessica.

"Coba kalian cek tas kalian masing-masing," seru Jessica. "Mungkin saja ada di dalamnya."

Dan betul saja, ternyata buku itu berada di dalam tas Serlina.

"Kamu mengambil buku itu?" tanya Jean.
Aku hanya bisa terdiam, tidak percaya sahabat baikku mencuri buku milikku.
"Tidak, aku tidak mencurinya. Buku itu tiba-tiba ada di dalam tasku!" seru Serlina.
'Bohong! Bagaimana bisa buku berjalan sendiri?!"
Aku masih terus menatap Serlina.
"Jadi, kau mencurinya?"
"Gwen." panggil Jessica. "Bahkan sahabat dekat pun bisa berkhianat. Apa kamu masih tidak percaya? Buktinya sudah lengkap seperti ini."

Sejak itu, aku dan Jean perlahan menjauhi Serlina, hingga akhirnya gadis itu dikucilkan di kelas. Suatu hari, ketika sedang berjalan kembali ke kantin, aku tak sengaja mendengar Jessica dan sahabatnya, Queency, mengobrol di kelas yang kosong.

"Sebenarnya, akulah yang menaruh buku itu di tas Serlina. Aku ingin balas dendam padanya. Aku benci karena dia pernah melaporkanku kepada guru bahwa aku mendorong temanku," ujar Jessica pada Queency.

Dengan kesal, kubuka pintu ruang kelas itu dan menatap Jessica dengan tajam.
"Jadi, kau selama ini memfitnah Serlina?!"
"G-Gwen..."
"Kau harus minta maaf pada Serlina," ujar Gwen. "Aku takkan melaporkannya pada guru, tapi kau harus mengaku ke teman-teman yang lain."
"B-Baiklah," balas Jessica ketakutan.

Sejak saat itu, aku dan Serlina kembali berteman, semua meminta maaf pada Serlina atas kejadian itu, termasuk pula Jessica. Kami bertiga kembali bersahabat dekat. Mulai detik itu, aku berjanji takkan sembarangan menuduh orang.

Pembuat Kubah dan Tukang Pos

Berikut merupakan cerpen persahabatan berjudul Pembuat Kubah dan Tukang Pos karya Deruddy.

Ia lelaki tua pembuat kubah yang bekerja setelah fajar dan berhenti saat pudar matahari. Tujuh hari sepekan, tiga puluh hari sebulan, diseling kegiatan lain yang tak dapat diabaikan, makan, tidur, ke masjid tiap Jumat, bersapaan dengan tetangga atau kenalan yang lewat.

Juga dengan tukang pos muda yang selalu berhenti di tepi jalan di luar pagar halaman.

Tiap kali sepeda motor tukang pos itu terdengar, si tua itu akan menggelengkan kepala yang nyaris botak serta beruban. Menegak-negakkan punggung yang bungkuk, mendekat tertatih-tatih.

"Wah. Kosong, Pak Kubah!" sambut tukang pos.
"Kosong?"
"Mungkin besok," suara tukang pos seperti membujuk.
"Ya, mudah-mudahan." Pembuat kubah itu manggut-manggut.
"Banyak surat diantar hari ini?"
"Lumayan, Pak Kubah. Semoga isinya pun berita gembira."
"Mudah-mudahan. Menyenangkan dapat menggembirakan orang, Pak Pos."
"Tapi awak hanya tukang pos, Pak Kubah."
"Hehehe. Tidak ada Pak Pos, kegembiraan malah tak sampai."
"Terima kasih. Mudah-mudahan besok giliran Pak Kubah."

Tukang pos itu selalu berhenti di luar pagar meski tahu tidak ada surat untuk laki-laki tua itu. Pembuat kubah itu tidak punya siapa-siapa dalam hidupnya kecuali tetangga, pemesan kubah, orang lepau tempat makan serta penjual bahan untuk kubah.

Istrinya meninggal belasan tahun lalu. Satu-satunya anaknya, lelaki, mati waktu kecil. Tetapi si tua itu mengesankan seolah anak itu masih ada, sudah dewasa, dan merantau seperti lazimnya anak-anak muda kota itu. Begitu didengar si tukang pos muda waktu baru bertugas di kota itu, menggantikan tukang pos tua yang kini pensiun.

"Kurang waras?" tukang pos muda itu bertanya pada tukang pos tua.
"Tidak. Malah ramah, juga rajin. Kerja sejak pagi, berhenti menjelang magrib. bayangkan. Tiap hari begitu, berpuluh tahun."
"Sejak muda membuat kubah?"
"Kata orang, sejak kecil," ujar tukang pos tua. "Langganannya tidak cuma dari kota ini saja. dan tak pernah dia pasang tarif."
"Maksud bapak?"
"Ia hanya menyebut modal pembuat kubah. Terserah, mau dibayar berapa."
"Wah!"

"Punggungnya pun tambah bungkuk tiap selesai bikin kubah."
Tukang pos muda itu kembali melongo.
"Maksudnya bagaimana?"
"Punggung pembuat kubah itu," kata tukang pos tua menjelaskan. "Tiap kali selesai membuat kubah tampak makin lengkung, sehingga mukanya seperti mendekat terus ke tanah. Seolah-olah ingin mencium tanah!"

Mungkin karena cerita-cerita itu, atau iba pada kesendirian lelaki tua itu serta takjub melihat ketabahannya menanti surat yang tak kunjung tiba, si tukang pos muda akhirnya mengabulkan
permintaan tukang pos tua. Kecuali hari libur dan Minggu ia berhenti di pinggir jalan, mengucapkan tidak ada surat dan bicara sejenak dengan si pembuat kubah. Saat ia melaju lagi di jalan dilihatnya lelaki tua itu kembali bekerja. Punggungnya melengkung, amat lengkung tak ubahnya batang-batang padi.

"Nah! betul, kan ?" sambut tukang pos tua ketika tukang pos muda itu bertamu sore-sore dan bercerita.
Tukang pos muda itu membenarkan. "Tapi kenapa bisa begitu?" tanyanya.
"Tidak ada yang tahu. Sejak tugas di kota ini saya dapati seperti itu. boleh jadi hanya pembuat kubah itu sendiri yang tahu."
"Tidak pernah bapak tanya?"
"Tak tega saya. dia baik dan ramah sekali," jawab tukang pos tua. "Saya cuma singgah tiap hari,
bicara sebentar saling bertanya kabar, lalu bilang tidak ada surat dan mungkin besok."

Tetapi tukang pos muda itu tega bertanya. dan pembuat kubah tua itu terkekeh mendengarnya. "Ada- ada saja," katanya. "Padi memang begitu, Pak Pos. Hehehe. Punggung ini tentu tambah bungkuk, Pak Pos. Maklum, makin tua. Agaknya setua ayah Pak Pos. Ah, tidak. Pasti saya lebih tua. Pasti. Tapi anak saya ya, anak saya mungkin sebaya Pak Pos. Ah, belum ada surat dia?"

"Oh. belum, Pak Kubah. Kosong. Mudah-mudahan besok."
"Ya, ya. Mudah-mudahan."
Pembuat kubah itu manggut-manggut.

Sejak itu si tukang pos muda berhenti di pinggir jalan di luar pagar si pembuat kubah. Tidak kecuali libur atau Minggu. Apalagi sebagai orang baru di kota itu belum banyak dia punya kenalan, untuk kawan berbincang seusai kerja atau saat senggang. Ibunya di kampung sudah mencarikan gadis buat pendamping hidupnya, dan tukang pos muda itu pun telah setuju, tetapi belum berani melamar mengingat gaji yang tak memadai untuk hidup berdua.

Dia juga tidak mendamba yang muluk-muluk. Tapi, menurutnya, hidup dalam perkawinan seyogyanya lebih baik daripada saat sendiri. Kadang tukang pos itu juga memarkir sepeda motornya di halaman merangkap bengkel lelaki tua itu, hingga mereka leluasa bercakap-cakap.

Pembuat kubah itu pun senang ditemani. Kadang-kadang, meski dicegah si tukang pos dia berteriak ke lepau seberang jalan memesan dua gelas teh juga pisang goreng, lalu bercakap-cakap sambil minum teh serta menyantap pisang goreng.

Senyum Terakhir

Berikut merupakan cerpen persahabatan berjudul Persahabatan yang Indah kara Revalina Arista.

Di sebuah kampung, ada remaja perempuan bernama Rani yang tidak mempunyai sahabat. Tidak ada yang mau berteman dengannya karena dia terlihat dekil dan kotor, sehingga anak remaja yang lain menjauhinya.

Suatu hari, datanglah pendatang baru di kampung itu bernama Bu Mira dan Pak Ardi, mereka membawa anak mereka bernama Citra. Di perjalanan menuju rumah baru mereka, Citra melihat Rani sedang melamun dan Citra pun ingin mendatangi. Namun, orang tuanya tidak memperbolehkan karena harus ke rumah dulu

Sesampainya di rumah, Citra langsung merapikan barang-barangnya dan dia beristirahat sebentar di kamar. Dia kembali teringat dengan gadis yang ia temukan tadi, dia pun langsung keluar rumah untuk menghampiri wanita itu

"Hai, nama mu siapa?" tanya Citra.
"N-namaku Rani," jawab Rani dengan agak gugup
"Hei, kenapa kamu terlihat gugup?" tanya citra lagi
"A-Aku takut," sahut Rani
"Kamu takut denganku? Aku hanya ingin berteman denganmu Rani," jawab Citra
"Apa? Teman? Kamu ingin berteman denganku?" sahut Rani dengan tersenyum.
"Iya. Apakah kamu mau?" jawab Citra.
"Tetapi aku sangat dekil dan kotor, sehingga anak-anak itu menjauhiku," jawab Rani sambil menunjuk anak-anak remaja yang sedang bermain.
"Tidak apa-apa, lagi pula aku pendatang baru di sini dan aku tidak punya teman," sahut Citra
"Iya... Aku mau!" jawab Rani dengan bahagia.

Mereka pun berteman. Citra suka membawa Rani main ke rumahnya dan mengajaknya jalan-jalan ketika dia mau pergi bersama orang tuanya. Rani sangat bahagia memiliki teman. Lama kelamaan mereka semakin dekat mereka bersahabat dengan baik. Hingga pada suatu hari, Citra harus pergi keluar kota untuk ikut orang tuanya bekerja, dan Citra pamit kepada Rani.

"Rani, aku akan pergi keluar kota selama 1 bulan," kata Citra
"Loh, kenapa?" tanya Rani.
"Ayahku ada kerja di sana, jadi aku dan Ibu harus ikut," jawab Citra.
"O-oh ya sudah, hati-hati ya Citra," sahut Rani dengan agak sedih.

Citra pun pergi keluar kota, Rani sangat sedih karena dia tidak mempunyai teman. Setiap hari Rani memikirkan Citra dan ia ingin Citra cepat pulang. Rani hanya diam dan memikirkan itu setiap hari.

Satu bulan pun tiba, dan Citra pun belum pulang. Rani tetap menunggu Citra, tetapi sudah dua bulan Citra belum pulang. Rani khawatir, dia selalu memikirkan apa yang terjadi pada Citra.

Setelah dua bulan dua minggu, Citra akhirnya pulang. Saat itu, Rani sedang tidak enak badan. Citra langsung menghampiri rumah Rani. Sesampainya di rumah Rani, Citra langsung menjenguk Rani. Melihat kedatangan Citra, Rani terlihat sangat bahagia karena ia telah menunggu Citra.

"Citra? Kamu sudah pulang?" tanya Rani dengan bahagia
"Sudah Rani," sahut Citra
"Kenapa pulangnya lambat, sedangkan kamu bilang cuman satu bulan?" tanya Rani.
"Tiba-tiba ayahku ada kendala yang harus diselesaikan, jadi aku pulangnya terlambat," sahut Citra.

Citra pun menemani sampai Rani sembuh. Setelah Rani sembuh mereka kembali bermain-main seperti dulu. Rani terlihat sangat bahagia memiliki sahabat seperti Citra.

Angin Menabuh Daun-Daun

Berikut merupakan cerpen persahabatan berjudul Angin Menabuh Daun karya Deruddy.

Putri terbangun ketika malam telah bertengger di puncaknya. Dinyalakannya lampu kamar. Pukul dua dini hari. Di luar sana, kesunyian telah sempurna mengepung kota. Sayup-sayup terdengar suara tiang listrik dipukul seseorang. Digelitiki rasa penasaran, Putri melangkah menuju ruang tamu.

Instingnya mengatakan ada kesibukan di sana. Tebakannya tak meleset. Dia mendapati Bapak masih bergelut dengan pekerjaannya. Kertas-kertas berserak di meja dan lantai. Ada bukit kecil di asbak, terbuat dari puntung-puntung rokok. Tiga gelas kopi yang sudah kosong, beku di dekat Bapak.

Putri memandangi sosok lelaki yang hanya mengenakan kaos oblong dan kain sarung itu. Dia tidak sadar kalau kacamatanya telah melorot ke hidung. Wajahnya tegang. Sekali waktu, jemarinya meniti huruf demi huruf di depan matanya. Begitu bersemangatnya dia, hingga tak sempat menyadari ketukan yang ditimbulkannya telah melahirkan nada yang tersendat-sendat, yang hampir tiap malam merusak kenyamanan tidur anaknya.

Sekejap kemudian, dia menghentikan ketikannya. Diam mematung, tapi pikirannya seperti meraba dalam kegelapan. Mengetik lagi. Melamun lagi. Begitu terus-menerus. Ah, Bapak, desis Putri dalam hati.

Mesin tik tua itu sangat berharga bagi Bapak. Suatu hari, beliau pernah berkata bahwa dia lebih mencintai mesin tik itu ketimbang dirinya sendiri. Pendapat yang berlebihan, menurut Putri. Tapi, kalau sudah melihat bagaimana Bapak memperlakukan mesin tik itu, Putri benar-benar tersentuh.

Inilah jalinan cinta terunik yang pernah dilihatnya. Sejujurnya, Putri sudah jenuh mendengar sejarah mesin tik itu. Sudah berkali-kali Bapak mengulanginya. benda itu dibelinya dengan harga miring di pasar loak. Manakala kisahnya sampai pada asal-muasal uang untuk membeli mesin tik itu, makin berbinarlah mimiknya. Ya, ya, Putri sudah hafal luar kepala. Dari hasil menyisihkan honor tulisan, akhirnya dia bisa memiliki mesin tik yang lama menggoda dalam mimpinya.

Begitulah. Mungkin usia mesin tik itu jauh lebih tua dari Putri yang kini duduk di bangku sekolah menengah umum. Setiap melihat mesin tik itu, Putri seperti melihat sosok seorang pensiunan tua. Di sisa hidupnya, tidak semestinya dia masih bekerja membantu Bapak menghasilkan tulisan-tulisan. Gudang adalah tempat yang nyaman untuk benda antik itu.

Tapi tidak. Bapak sungguh telaten merawat mesin tik itu. Sejarah, mungkin, membuat cinta Bapak tak pernah layu. Sudah beberapa kali Bapak mereparasi kekasihnya itu. Tahun-tahun belakangan ini, dia mulai rewel. Ada saja kerusakan yang terjadi, seperti pita yang kerap lepas dari tempatnya atau huruf yang tercetak miring.

Tapi, bapak sabar meladeninya. Jika dia merasa sanggup memperbaiki kerusakan itu, pasti dikerjakannya sendiri. Kalau dia menyerah, dia tidak sungkan membawanya ke tempat servis.

Perusak Persahabatan

Berikut merupakan cerpen persahabatan berjudul Perusak Persahabatan.

Aku Adel, kini duduk di bangku kelas 5 SD. Aku memiliki seorang sahabat bernama Jingga, meski aku tidak sekelas dengannya, aku masih sering menghabiskan waktu dengannya. Aku juga memiliki seorang kakak, Azmi namanya, dia menjadi guru di sekolahku.

Hari ini, aku berangkat ke sekolah bersama dengan kakakku. Sesampainya di sekolah, aku segera berlari ke kelas untuk menemui Jingga. Dia di kelas 5B, sedangkan aku di 5A.

"Hai Jingga!" sapaku antusias.
"Hai juga," balas Jingga dengan suara pelan, aku nyaris tidak dapat mendengarnya.
Jingga tidak terlihat seperti biasanya hari ini. Dia tiba-tiba bersikap dingin dan sengaja cuek padaku. Karena bosan, aku pun kembali ke kelasku sebelum bel berbunyi.

Tak terasa, bel istirahat pertama pun berbunyi. Seperti biasa, aku menyempatkan diri untuk sholat dzuhur. Biasanya aku bersama Jingga, tapi dia masih dingin padaku, jadi aku memutuskan untuk menyendiri.

Sepanjang hari, aku sibuk memikirkan Jingga dan kenapa ia tiba-tiba berubah/ Apa aku melakukan kesalahan? Apa aku membuatnya marah? Aku berusaha mengingat-ingat apa yang kukatakan dan kulakukan, tapi aku tidak ingat ada hal yang menyakitinya.

Sepulang sekolah, dengan lelah aku kembali ke rumah dan merebahkan tubuhku di atas kasur. Ponselku tiba-tiba bergetar, aku membukanya dan melihat sebuah pesan masuk dari Cika, teman sekelas Jingga.

"Mulai sekarang, jangan dekat-dekat lagi sama Jingga. Dia sudah menjadi teman dekatku! Gak usah pergi ke kelasnya lagi!"

Hatiku sakit membacanya. Aku berusaha menghubungi Jingga namun ia tidak kunjung mengangkat panggilanku maupun membalas pesanku. Aku menangis sedih. Sejak saat itu, aku dan Jingga bukan lagi sahabat. Kami tak pernah lagi saling bicara di sekolah.

Itulah dia 5 contoh cerpen persahabatan untuk jadi referensi tambahan. Bagaimana, apa kamu tertarik untuk mulai membuat cerpen? Dari 5 cerpen persahabatan di atas, mana yang jadi favoritmu?




(khq/fds)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads