Pedagang di Nusa Dua, Badung, Bali, menanggapi perintah menutup warung selama KTT G20. Sebelumnya, pemerintah mengeluarkan surat edaran pembatasan aktivitas terkait G20 Bali.
Rendy M (17), pedagang batagor asli Garut, yang baru membuka usahanya selama tiga bulan di Jalan Siligita, Desa Adat Bualu, Nusa Dua, Kuta Selatan, Badung, Bali, merasa keberatan jika warungnya harus ditutup saat G20.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Intinya keberatan kalau disuruh tutup, ya saya pedagang kecil pemasukan nggak tentu, kalau tutup dari mana saya dapat uang," keluh Rendy kepada detikBali, Selasa (8/11/2022).
Meski disuruh tutup dengan alasan G20, Rendy tetap menolak, dan berharap warungnya tetap buka seperti biasa. "Ya kalau dipaksa tutup semoga nggak ya, paling saya buka tapi siang," katanya.
Selain Rendy, Ketut Metri (56), warga Bualu, juga menolak jika diminta bekerja dari rumah. Pasalnya, sebagai karyawan swasta yakni debt collector, dia harus bekerja keliling menemui nasabah-nasabahnya.
"Saya kan harus keliling, tapi kalau disuruh bekerja dari rumah saya nggak bisa," katanya.
Ia mengaku gaji hariannya Rp 150 ribu. "Kalau libur ya dipotong gajinya, tapi kalau memang harus libur karena G20, kalau nggak kerja ya nggak dapat uang," ketusnya.
Lantas bagaimana nasibnya nanti, Metri berharap dirinya masih bisa mendapatkan upah meski tidak penuh. "Ya maunya gitu, saya kan kerja keliling harus ke nasabah, kalo dilarang kerja ya gimana, saya libur nggak dapat uang," ungkapnya.
Sementara Ahmad Fadillah (21), pedagang warung lalapan asal Banyuwangi, yang sudah berjualan di Jalan Siligita, Bualu, selama 15 tahun, mengaku tidak ada pemberitahuan soal ada tidaknya penutupan warung saat G20.
"Dari Satpol PP (kecamatan) belum ada pemberitahuan, cuma kemarin Jumat itu spanduk saya dilepas, katanya biar nggak mengganggu saat G20," katanya kepada detikBali, Selasa (8/11/2022).
Ia sendiri mengaku masih melihat rekan-rekan di sekitar warungnya. Apabila nanti disuruh tutup pada tanggal 12 November 2022, ia akan patuh dan menutup warungnya.
"Iya saya masih lihat teman, kalau mereka buka ya kami buka, kalau tutup ya kami tutup," ujarnya.
Ditanya apakah pihaknya cukup terganggu dengan pembatasan tersebut, Ahmad mengaku cukup terganggu. "Terganggu ya pasti, tapi katanya ada dampak positif sebelum tanggal 12 November 2022, warung saya ramai, negatifnya warung kami tutup ya nggak dapat pemasukan," keluhnya.
Ia mengaku akan mencoba berjualan online melalui aplikasi Grab dan Gojek. "Syukurnya warung saya ramai terus tapi kalau pas G20 disuruh tutup ya tutup, mau gimana lagi ikuti aturan pemerintah," katanya.
Sementara itu, Bendesa Adat Tengkulung I Gede Eka Surawan mengatakan terkait warung-warung kecil usaha menengah masih diperbolehkan berdagang, asalkan memiliki lahan parkir.
"Kalau kemarin dalam rapat bersama Setda itu demikian, warung kecil masih bisa buka tapi harus punya lahan parkir. Kalau nggak punya ya terpaksa harus ditutup," tandasnya.
Sementara itu, dikonfirmasi detikBali, Setda Badung I Wayan Adi Arnawa melalui telepon dan WhatsApp hingga berita ini diturunkan belum memberikan respons. Sebagaimana diketahui, pemerintah mengeluarkan SE pembatasan aktivitas saat G20, salah satu poinnya perusahaan swasta, perkantoran, harus bekerja daring tanggal 12-17 November 2022.
(irb/hsa)