Cerita Desainer soal Filosofi Monumen G20 di Bali

Cerita Desainer soal Filosofi Monumen G20 di Bali

I Wayan Sui Suadnyana - detikBali
Minggu, 30 Okt 2022 18:39 WIB
Desainer Nyoman Popo Priyatna Danes berfoto di Monumen G20.
Desainer Nyoman Popo Priyatna Danes berfoto di Monumen G20. Foto: Dok. Popo Danes
Denpasar -

Indonesia membangun sebuah monumen jelang Konferensi Tingkat Tinggi The Groups of Twenty (KTT G20). Monumen G20 dibangun di Jalan Bypass Ngurah Rai, Desa Pemogan, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar, tepatnya di pintu masuk Pura Candi Narmada Tanah Kilap.

Monumen G20 memiliki beberapa bagian, salah satunya berupa bilah berwarna perak sebanyak 20 buah sesuai jumlah anggota negara-negara yang tergabung dalam G20. Bila diperhatikan dari atas, 20 bilah kekuatan tersebut seolah-olah bergerak merotasi ke kanan yang bermakna kebaikan.

"Jadi apabila 20 kekuatan itu bergerak bersama ke kanan, ke kanan itu kan positif. Jadi ke-20 kekuatan itu bergerak bersama-sama secara positif, maka akan mengeluarkan sebuah energi yang besar," kata desainer Monumen G20 Nyoman Popo Priyatna Danes kepada detikBali.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kekuatan besar yang dihasilkan lewat rotasi positif ke-20 bilah tersebut diwujudkan dengan adanya kelopak berwarna merah di tengah-tengah monumen. Rotasi yang dilakukan ke-20 bilah juga dikaitkan dengan filosofi Bali pada pemutaran laut dalam pencarian Tirta Amerta yang tertuang di kisah Pemutaran Mandara Giri. Popo Danes berharap, pertemuan G20 di Bali bisa mendapatkan 'Tirta Amerta' untuk kesembuhan dan keselamatan dunia.

"Tiang sebutkan begitu dalam filosofi yang agak spiritualnya, karena kita anggap kita sekarang sedang recovery. Dalam recovery itu lah, dari Tirta Amerta itu, akhirnya Bali untuk kesembuhan dan keselamatan dunia," ungkapnya.

ADVERTISEMENT

Selain terdapat 20 bilah dan kelopak merah, pada Monumen G20 juga terdapat bagian sabuk berwarna hitam yang berada di bawah kelopak merah, bertuliskan 20 negara anggota G20. Menurut Popo Danes, 20 negara anggota G20 ditulis berdasarkan urutan alfabet. Nama 'Indonesia' tepat berada di arah kaja-kangin atau timur laut.

"Jadi susunan negara itu kita buat secara alfabetis, jadi supaya adil. Kemudian ya sudah patokannya di gimana, ya karena kita di Bali ya Indonesia. Pang medaging (berisi) filosofi lokal kita," ungkapnya.

Tepat di bawah sabuk berwarna hitam, terdapat sebuah lima buah undagan atau anak tangga. Lima buah anak tangga ini menyiratkan adanya filosofi Pancasila dalam pertemuan G20 di Indonesia.

"Jadi itu tiang siratkan bahwa data ini G20 diselenggarakan di sebuah negara yang berasaskan Pancasila. Jadi tiang mencoba mengglobalkan Pancasila," terang Popo Danes.

Simak halaman selanjutnya...

Proses Desain

Monumen G20 dibangun Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) kurang lebih dengan tinggi 5 meter dan lebar sekitar 20 meter. Proses desain dari Monumen G20 dilakukan cukup cepat.

"Proses desainnya cukup cepat, jadi ada proses yang spontan," tutur pria kelahiran Denpasar pada 6 Februari 1964 itu.

Popo Danes bisa menjadi desainer Monumen G20 karena ada permintaan langsung dari Direktur Jenderal (Dirjen) Cipta Karya Kementerian PUPR Diana Kusumastuti. Setelah mendapatkan permintaan, dirinya langsung membuat sketsa-sketsa secara spontan.

Hasil sketsa itu kemudian dikembangkan oleh timnya di kantor. Dari pengembangan itu akhirnya keluar desain bentuk dasar rancangan Monumen G20. Timnya lalu terus melakukan perbaikan atas sketsa yang ada dan akhirnya desain Monumen G20 dapat difinalkan.

Popo Danes menjelaskan, khusus untuk desain pada kelopak monumen diambil dari logo G20 Indonesia. Karena itu, pihaknya melakukan koordinasi dan meminta izin dengan tim artistik pembuat logo G20 Indonesia Seto Adi Witonoyo, yang juga co-founder Satu Collective. Satu Collective merupakan konsultan pemenang sayembara logo G20 Indonesia.

"Tiang sudah minta izin kepada Pak Seto Adi sebagai koordinator tim artistiknya G20 yang membuat desain grafis logonya G20. Kan kelopak merah itu tiang manfaatkan dari logo G20, biar sejalan. Kebetulan beliau sangat setuju menyambut baik," jelas Popo Danes.

Setelah proses desain, hal yang cukup memakan waktu adalah saat pembuatan Monumen G20 tersebut. Menurut Popo Danes, proses pembangunan monumen cukup lama karena elemen-elemennya dibuat dari aluminium yang dicor.

Elemen Monumen G20 diproduksi di Kabupaten Bantul, Yogyakarta, dan digarap oleh seorang seniman patung bernama Gunadi. Meski memakan waktu cukup lama, Popo Danes bersyukur Monumen G20 selesai sesuai harapan.

"Jadi ya syukurnya apa yang sudah terselesaikan sesuai dengan harapan, sesuai dengan target dan tiang senang sekali karena posisinya posisi prominen di depan di kawasan itu," tuturnya.

Di sisi lain, Popo Danes berharap perhelatan G20 akan menjadi gema yang baik untuk menyemangati dunia. Ia juga berharap pemimpin-pemimpin dunia dalam pertemuan G20 secara serius membahas arah atau nasib dunia ke depan.

Bagi Popo Danes, keseriusan pemimpin dunia penting karena masyarakat sedang dilanda pesimisme terhadap berbagai situasi yang ada, baik pandemi, situasi dunia yang bergejolak, hingga permasalahan ekonomi.

"Kan sekarang banyak sekali situasi yang membuat pesimis, jadi COVID-19, ada satu belahan dunia yang bergejolak, ada masalah ekonomi yang terus diperbincangkan. Mari kita bangun optimistisme dan bersama kita bisa," harap Popo Danes.

Halaman 2 dari 2


Simak Video "Kakorlantas Cek Kesiapan Jajarannya Jelang KTT G20 di Bali"
[Gambas:Video 20detik]
(irb/hsa)

Hide Ads