Hal tersebut diakui oleh I Made Pasek (35) selaku tenaga teknis kefarmasian di Apotek Aditya Farma, Bebandem mengaku semenjak adanya larangan yang tidak memperbolehkan untuk menjual obat sirup, omzet di Apotek Aditya Farma mengalami penurunan yang sangat drastis.
"Omzetnya menurun hingga 60 persen. Misalkan dalam sehari biasanya kita dapat Rp 1 juta, kini semenjak adanya larangan untuk menjual obat sirup kita hanya dapat Rp 400 ribu saja," kata Pasek, Senin (24/10/2022).
Meskipun demikian, beberapa obat sirup masih terlihat dipajang di depan karena tidak punya tempat untuk menyimpan di gudang. Tapi pihaknya tetap mengikuti aturan tidak menjualnya meskipun barangnya masih di pajang di depan.
"Kita kekurangan tempat untuk menyimpan beberapa obat sirup di belakang. Jadi terpaksa masih kita pajang di depan tapi tidak kita jual," kata Pasek.
Hal yang sama juga dikatakan oleh Ni Luh Nonik Mulyadi (42) selaku admin di Apotek Sahabat yang juga mengaku mengalami penurunan omzet yang cukup signifikan setelah adanya larangan penjualan obat sirup. Kini seluruh obat sirup yang ada di Apotek Sahabat sudah dipindah ke belakang dan tidak dipajang lagi.
"Biasanya yang paling laris itu obat sirup yang biasa dikonsumsi anak-anak seperti obat penurun panas, vitamin. Sekarang dilarang untuk dijual tentu omzet kita juga mengalami penurunan juga," ungkap Nonik.
Sementara itu, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Karangasem terus melakukan pantauan ke beberapa Puskesmas, apotek dan juga juga fasilitas kesehatan lainnya untuk memastikan bahwa obat sirup tidak lagi dijual untuk masyarakat.
"Kita terus keliling melakukan pemantauan ke Puskesmas, Apotek dan yang lainnya sembari juga mengedukasi masyarakat. Sampai saat ini di Kabupaten Karangasem tidak ditemukan adanya kasus gagal ginjal akut pada anak-anak," kata Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Karangasem I Gusti Bagus Putra Pertama.
(nor/hsa)