Terungkap! Istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi cerita pelecehan seksual ke anak buah Ferdy Sambo. Jaksa mengungkap awal mula skenario pelecehan Putri Candrawathi di Komplek Polri Duren Tiga yang dibuat Ferdy Sambo. Skenario itu mulanya berasal dari mantan Karo Provos Divpropam Polri Brigjen Benny Ali yang mengaku mendengar langsung dari Putri Candrawathi.
Dilansir dari detikNews, hal tersebut tertuang dalam dakwaan jaksa kepada terdakwa Brigjen Hendra Kurniawan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jalan Ampera Raya, Jakarta Selatan, Rabu (19/10/2022). Awalnya, setelah kejadian pembunuhan Brigadir J, Ferdy Sambo menghubungi Brigjen Hendra Kurniawan yang menjabat Karo Paminal Divpropam Polri.
Brigjen Hendra Kurniawan diminta segera datang ke rumah dinas Ferdy Sambo. Setibanya di sana, Ferdy Sambo langsung bercerita dan menyebarkan skenario penembakan Brigadir J versi dirinya. Mantan Kadiv Propam tersebut, menyebut tewasnya Brigadir J bermula dari istrinya mendapat pelecehan seksual.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Di mana pada saat itu, terdakwa Hendra Kurniawan bertanya kepada saksi Ferdy Sambo 'Ada peristiwa apa Bang? Dijawab oleh saksi Ferdy Sambo 'Ada pelecehan terhadap Mbakmu'," kata jaksa.
Skenario Ferdy Sambo pun dimulai, ia menyebarkan skenario tersebut kepada Brigjen Hendra Kurniawan. Ia menerangkan, Brigadir J keluar dari kamar istrinya sambil memasang muka panik karena ketahuan Bharada E. Brigadir J kemudian disebut melepaskan tembakan ke arah Bharada E sehingga terjadi baku tembak yang menewaskan Brigadir J.
"Kemudian saksi Ferdy Sambo melanjutkan ceritanya bahwa 'Mbakmu teriak-teriak saat kejadian itu', lalu Nopriansyah Yosua Hutabarat panik dan keluar dari kamar Putri Candrawathi tempat kejadian, karena ketahuan oleh Richard Eliezer Pudihang Lumiu sambil bertanya 'ada apa bang?', ternyata Nopriansyah Yosua Hutabarat yang berada di lantai bawah depan kamar tidur Putri Candrawathi tersebut bereaksi secara spontan dan menembak Richard Eliezer Pudihang Lumiu yang berdiri di tangga lantai dua rumah saksi Ferdy Sambo," ungkap jaksa.
"Melihat situasi tersebut, Richard Eliezer Pudihang Lumiu membalas tembakan Nopriansyah Yosua Hutabarat, sehingga terjadilah saling tembak menembak di antara mereka berdua yang mengakibatkan korban jiwa, yaitu Nopriansyah Yosua Hutabarat meninggal dunia di tempat kejadian, inilah cerita yang direkayasa terdakwa Ferdy Sambo, lalu disampaikan kepada saksi Hendra Kurniawan," sambungnya.
Setelah mendengarkan skenario Ferdy Sambo, Brigjen Hendra Kurniawan langsung menemui Karo Provos Divpropam Polri saat itu Brigjen Benny Ali, yang ternyata sudah datang lebih dulu bersama Susanto di Komplek Duren Tiga. Benny Ali pun menceritakan dirinya sudah bertemu dengan Putri Candrawathi dan mengetahui ceritanya.
Baca halaman selanjutnya...
Benny Ali kemudian menceritakan kepada Brigjen Hendra Kurniawan bahwa telah terjadi pelecehan terhadap Putri Candrawathi. Benny Ali melanjutkan ceritanya dan mengatakan Brigadir J melakukan pelecehan saat Putri Candrawathi tertidur.
"Lalu Benny Ali melanjutkan ceritanya dan mengatakan permasalahan korban Nopriansyah Yosua Hutabarat telah memasuki kamar Putri Candrawathi dan sedang meraba paha sampai mengenai kemaluan Putri Candrawathi, akan tetapi Putri Candrawathi terbangun dan kaget sambil berteriak," ungkap jaksa.
Saat itu Putri Candrawathi langsung berteriak dan Brigadir J bereaksi dengan menodongkan senjata sambil mencekik leher serta memaksanya membuka kancing baju. Benny Ali kemudian mengatakan kepada Brigjen Hendra Kurniawan, saat itu Bharada E melihat Brigadir J keluar dari kamar, lalu terjadi seling tembak menembak.
"Dikarenakan teriakan Putri Candrawathi tersebut, korban Yosua Hutabarat menodongkan senjata apinya ke Putri Candrawathi sambil mencekik leher dan memaksa agar membuka kancing baju Putri Candrawathi, lalu Putri Candrawathi berteriak histeris sehingga korban Yosua Hutabarat 'panik dan keluar dari kamar', dan saat itu juga bertemu dengan Richard Eliezer Pudihang Lumiu sehingga terjadi tembak menembak. Cerita Benny Ali didapatkan dari Putri Candrawathi, lalu diceritakan kembali kepada Hendra Kurniawan," ucap jaksa.
Setelah mendengar cerita versi Benny Ali, Brigjen Hendra Kurniawan mendekati jenazah Brigadir J yang terkapar di bawah tangga dapur rumah Ferdy Sambo. Tak lama setelah itu, datang ambulans untuk mengangkut dan mengevakuasi jenazah Brigadir J ke RS Kramat Jati yang dikawal langsung Susanto.
"Setelah selesai terdakwa Hendra Kurniawan mendengar cerita dari Benny Ali di ruang tengah rumah dinas saksi Ferdy Sambo tempat kejadian perkara, kemudian terdakwa Hendra Kurniawan mendekati sambil melihat mayat Nopriansyah Yosua Hutabarat yang berada di bawah tangga dapur rumah dinas saksi Ferdy Sambo tersebut, tidak lama kemudian sekira pukul 19.30 WIB, datang mobil ambulans dan selanjutnya jenazah korban Nopriansyah Yosua Hutabarat dievakuasi ke Rumah Sakit Kramat Jati yang dikawal oleh Susanto," ujar jaksa.
Keesokan harinya, Ferdy Sambo kembali memanggil Brigjen Hendra Kurniawan, Benny Ali, dan Agus Nurpatria ke ruang pemeriksaan lantai 3 Biro Provos Mabes Polri. Di situ, Ferdy Sambo menyampaikan harkat dan martabat keluarganya hancur karena Brigadir J.
"Setelah itu saksi Ferdy Sambo kembali memanggil terdakwa Hendra Kurniawan, Benny Ali, saksi Agus Nurpatria Adi Purnama, dan Harun, menyampaikan bahwa ini masalah harga diri, percuma punya jabatan dan pangkat bintang dua kalo harkat dan martabat serta kehormatan keluarga hancur karena kelakuan Brigadir Nopriansyah Yosua Hutabarat," ungkap jaksa.
Masih di hadapan anak buahnya, Ferdy Sambo mengatakan telah menghadap pimpinan usai peristiwa Brigadir J, dan pimpinan katanya bertanya apakah ia menembak Brigadir J. "'Saya sudah menghadap pimpinan dan menjelaskan, pertanyaan pimpinan cuma satu yakni 'kamu nembak nggak Mbo?'' ungkap jaksa menirukan ucapan Ferdy Sambo.
Kepada Brigjen Hendra Kurniawan, Agus, dan Benny, Ferdy Sambo meminta agar kejadian di Magelang, Jawa Tengah, tidak usah dipertanyakan. Dia pun meminta penanganan kasus ini diselesaikan sesuai skenarionya.
Hendra Kurniawan didakwa dengan Pasal 49 juncto Pasal 33 dan Pasal 48 juncto Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan Pasal 233 KUHP dan Pasal 221 ayat 1 ke-2 juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.