"Ya dulu sepulang sekolah bantu orang tua ke sawah di Negara sejak itu saya sudah jadi petani," ungkapnya ditemui detikBali di persawahan sebelah Kantor Pusat Pemerintahan (Puspem) Kabupaten Badung, Sabtu (24/9/2022).
Nur mengaku jika dirinya hingga saat ini tidak memiliki lahan sawah sendiri. Setiap hari ia bekerja di sawah orang demi memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.
Di kala musim panen seperti saat ini Nur mengaku bisa mengantongi uang Rp 1 juta dari luasan lahan yang ia garap seluas 30 are. Penghasilan satu juta itu katanya untuk 3 bulan.
"Itu nanti hasilnya bagi tiga. Satu untuk yang punya sawah, yang satu untuk biaya, yang satu untuk yang garap seperti saya," jelasnya.
"Jadi hasil (panen) untuk 3 bulan. Kalau sawahnya sampai 1 hektar ya dapatnya banyak. Kalau nggak ya nggak," imbuhnya
Dengan penghasilan sebagai buruh tani per hari kurang lebih Rp 50 ribu, Nur mengaku uang itu tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Ia pun harus bekerja serabutan sebagai buruh bangunan.
Soal urusan jual beli gabah, Nur mengaku tidak tahu karena pemilik lahan (bos) yang mengurusnya. Namun biasanya jika musim panen, ada pembeli tengkulak dari wilayah Kapal atau Abianbase datang ke sawah membeli gabah bosnya.
Nur mengaku tidak tahu bahwa hari ini merupakan Hari Tani Nasional. Meski demikian, ia memiliki harapan untuk bisa memiliki lahan sendiri.
"Harapan saya bisa makan saja sudah bersyukur, kedua kesehatan supaya jangan sakit seperti sekarang ada COVID. Ketiga punya lahan sendiri biar nggak garap sawah orang lagi," harapnya.
(nor/nor)