Guru besar politik dan keamanan Universitas Padjadjaran, Muradi menyebut Ferdy Sambo masih percaya diri di kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, diduga karena ada faktor sosok-sosok di sekitarnya. Menurutnya, sikap itu salah satunya terlihat saat proses rekonstruksi, di mana tersangka menolak adegan dia ikut menembak Brigadir Yosua.
"Kartun rekonstruksi itu kan Bareskrim menyatakan ada FS menembak dua kali. Tapi kan begitu rekonstruksi ditolak bahwa dia tidak menembak dan dia tidak mengatakan ada upaya, kemudian meminta Brigadir E untuk melakukan penembakan, bahasanya kan bukan menembak, hajar, hajar kan gitu," kata Muradi saat dihubungi, Selasa (20/9/2022).
"Saya kira kemudian muncul ada upaya dari FS ini untuk memperingan hukuman seolah-olah dia tidak mengarahkan upaya pembunuhan atau penembakan tadi. Di situ saja saya merasa, dia masih merasa confidence (percaya diri) ada dukungan dari kakak asuh maupun adik asuh," lanjutnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski begitu, Muradi tidak menyebut siapa sosok kakak asuh dan adik asuh yang dimaksud. Ia mengatakan, kakak asuh yang dimaksud, berperan penting dalam karier Ferdy Sambo hingga meraih bintang dua.
"Dari mulai naik bintang satu, bintang dua, itu kan kakak asuhnya yang melakukan itu. Lumayan banyak (kakak asuh dan adik asuh), ada bintang dua, bintang satu yang aktif. Ada yang sudah pensiun, tapi kan enggak terlalu berpengaruh juga (terhadap perkara)," ujarnya.
Ia juga mengingatkan soal bekingan Ferdy Sambo dari kakak asuh dan adik asuh agar proses hukum kasus pembunuhan Brigadir Yosua tidak menimbulkan perlawanan. Menurutnya, dengan Ferdy Sambo mengubah BAP, sama dengan melakukan perlawanan.
"Kenapa saya warning itu, supaya tidak ada perlawanan. FS mengubah BAP tidak menembak itu bentuk perlawanan," jelasnya.
Untuk itu, Murdadi meminta Polri mengambil langkah sistematis terhadap orang-orang yang disebut sebagai kakak dan adik asuh Ferdy Sambo. Ia menyarankan agar kakak dan adik asuh yang masih menduduki posisi strategis untuk dimutasi selama proses hukum Ferdy Sambo berjalan.
"Paling tidak langkahnya harus sistematis, sehingga beberapa orang yang dianggap kakak asuh-adik asuh itu kemudian bisa kembali fokus pada organisasi, bukan orang per orang," jelas Muradi.
"Bahasanya kan bisa dimutasi dulu supaya tidak melakukan manuver untuk memperkuat perlawanan dari FS. Ya dimutasi atau di-grounded dululah 3 bulan (atau) 6 bulan. Kalau prosesnya berjalan dan terbukti tidak punya keterlibatan aktif, dikembalikan lagi ke posisi," sambungnya.
Murdadi menegaskan, kasus Ferdy Sambo merupakan persoalan pribadi, sehingga jangan sampai merusak organisasi internal Polri. Kecuali jika kasus tersebut masalah organisasi, wajar saja jika Ferdy Sambo meminta bantuan banyak orang.
"Kalau saya sih berharap FS legowo, sudah, jalani saja. Karena, kalau enggak, ini yang rusak organisasi. Semua dirusak, semua orang terbelah. Kalau masalah FS masalah organisasi, saya kira maklum apa yang dilakukan FS meminta bantuan banyak orang. Ini kan perlakuan yang dilakukan pribadi. Ini yang harus difokuskan Polri bahwa ini udah selesai, Polri harus fokus penguatan lembaga lagi," imbuhnya.
(irb/irb)