Alat pendeteksi kebohongan atau lie detector digunakan dalam pemeriksaan lima tersangka kasus pembunuhan Brigadir Yoshua alias Brigadir J dan ART Susi. Alat tersebut digunakan penyidik untuk mengungkap kebohongan dalam suatu kasus.
Lima tersangka tersebut adala Ferdy Sambo, istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bharada E, Kuat Ma'ruf, Bripka Ricky.
Tahukah kamu bagaimana lie detector bekerja? Simak penjelasannya berikut ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dikutip dari detikHealth, lie detector ini menggunakan mesin poligraf yang mengukur dan mencatat beberapa indikator fisiologis, seperti tekanan darah, denyut nadi, pernapasan, dan konduktivitas kulit pada saat tanya jawab berlangsung.
Dilansir dari American Psychological Association, alat ini kerap dipakai oleh banyak negara untuk menginterogasi tersangka kriminal atau kandidat pekerja di sektor publik maupun swasta yang dinilai sensitif. Lantas,
Cara Kerja Lie Detector
Alat pendeteksi kebohongan ini umumnya memiliki 3 sensor utama dengan cara kerja sebagai berikut.
- Sensor pneumograf: mendeteksi detak nafas di dada dan perut yang sensornya dililitkan di dada.
- Sensor blood pressure: mendeteksi adanya perubahan tekanan darah dan detak jantung. Sensor kabel ini ditempelkan pada bagian lengan.
- Sensor skin resistance: melihat dan mendeteksi keringat yang ada di tangan. Kabel sensor ini umumnya juga ditempelkan pada jari-jari tangan.
Baik selama dan setelah tes, pemeriksa poligraf dapat melihat grafik dan melihat apakah tanda-tanda vital berubah secara signifikan pada salah satu pertanyaan. Secara umum, perubahan yang signifikan menunjukkan orang tersebut berbohong.
Ketika pemeriksa terlatih menggunakan poligraf, ia dapat mendeteksi kebohongan dengan akurasi tinggi.
Namun, dikarenakan interpretasi pemeriksa bersifat subjektif dan orang yang diperiksa dapat bereaksi berbeda terhadap kebohongan, tes poligraf tidak sempurna dan dapat dikelabui. Hal ini juga sejalan dengan pendapat psikolog forensik Reza Indragiri. Menurutnya, lie detector tidak efektif untuk memeriksa seseorang dan kredibilitasnya telah banyak dipertanyakan sejak 1921.
"Tidak efektif. Bahkan pseudoscience saja itu. Kapolri tekankan harus saintifik toh," ucap Reza Indragiri pada detikcom, Selasa (6/9/2022).
Reza juga menjelaskan tingkat kesalahan poligraf dibagi dalam dua jenis, yakni false negatif dan positif. False negatif atau orang yang tidak bersalah saat diperiksa, dia gagal atau divonis bohong. Sementara false positif yaitu orang yang bersalah diperiksa, dia berhasil mengelabui atau divonis jujur.
(nor/nor)