"Beliau (bupati) pada prinsipnya mendukung permohonan masyarakat Gilimanuk. Tetapi kan perlu proses, karena ada aturan-aturan yang harus diikuti. Intinya seperti itu," kata Sekda Jembrana I Made Budiasa dikonfirmasi detikBali lewat sambungan telepon, Minggu (31/7/2022).
Menurutnya, Pemkab Jembrana sudah memiliki tim hak pengelola lahan (HPL) yang akan mengkaji kembali mengenai proses perubahan status tanah yang ada di Gilimanuk.
"Kita sudah ada tim HPL. Apa nanti perlu direvisi, kita lihat nanti," kata Budiasa.
Lanjut Budiasa, Pemkab Jembrana bisa melepaskan HPL dan status tanah Gilimanuk menjadi tanah negara. Akan tetapi setelah aset dilepas harus ada jaminan agar tuntutan masyarakat menjadi hak milik bisa dipenuhi oleh pemerintah pusat.
Untuk diketahui, tanah Gilimanuk adalah tanah negara yang dikelola oleh Pemkab Jembrana sejak tahun 1992 dalam bentuk HPL. Kemudian Pemkab Jembrana yang memiliki HPL menyewakan kepada masyarakat dalam bentuk HGB.
Namun kemudian, setelah puluhan tahun warga menempati tanah, warga menuntut hak milik atas tanah yang ditempati. Persoalan tanah di Gilimanuk ini sudah cukup lama. Bahkan sudah puluhan tahun diperjuangkan sampai saat ini belum ada kepastian.
Sekitar 2500 kepala keluarga (KK), warga Gilimanuk berharap agar tanah HPL Gilimanuk segera menjadi hak milik masyarakat. Masyarakat Gilimanuk ingin status tanah di Gilimanuk dinaikkan dari HPL yang disewakan pada mayarakat dengan HGB menjadi hak sepenuhnya masyarakat menjadi SHM.
Tuntutan sudah disampaikan kepada DPRD Jembrana, sebelum proses menjadikan hak milik, warga meminta agar pemerintah daerah melepas status HPL atas tanah yang ditempati warga. Setelah melepas HPL, maka akan menjadi status tanah negara sepenuhnya. Selanjutnya, warga yang akan memohon pada pemerintah pusat agar tanah negara dijadikan hak milik warga.
(nor/irb)