Citayam Fashion Week menjadi perbincangan dan menarik perhatian publik dalam beberapa hari terakhir. Bahkan, kini Citayam Fashion Week jadi rebutan orang untuk didaftarkan sebagai hak merek. Lantas, bagaimana pandangan pakar terkait fenomena tersebut?
Dilansir dari detikFinance, artis Baim Wong melalui perusahaannya PT Tiger Wong Entertainment hingga Indigo Aditya Nugroho mendaftarkan nama tersebut ke Pangkalan Data Kekayaan Intelektual (PDKI) Kemenkumham. Keduanya sama-sama mengincar nama tersebut sebagai hak kekayaan intelektual (HAKI) di kode kelas 41.
Belum lama ini, istri dari Baim Wong, Paula Verhoeven sempat mengunjungi rumah Bonge di daerah Cilebut, Jawa Barat. Dia sengaja datang buat mengajak salah satu artis Citayam Fashion Week itu untuk membuat event.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Aktris yang juga pernah menjadi model itu berharap kegiatan yang dibuatnya dapat lebih memancing kreativitas anak muda. Tak tanggung-tanggung, uang yang disediakan untuk menyelenggarakan acara Citayam Fashion Week mencapai Rp 500 juta.
"Jadi Baim Paula akan mengajak Bonge bikin event Citayam Fashion Week. Kita udah sediain uang sebesar Rp 500 juta. Jadi kita pengin bikin Citayam Fashion Week jadi event yang luar biasa, insyaAllah menjadi event tahunan," ujar Paula.
Kata Pakar Soal Citayam Fashion Week
Pakar Marketing dan Managing Partner Inventure, Yuswohady mengatakan dari sisi legal kemungkinan Citayam Fashion Week bisa dipakai sebagai hak kekayaan intelektual. Menurutnya, siapa yang pertama mendaftarkan, dia lah kemungkinan yang berhak atas merek tersebut.
"Menurut saya dari sisi legal kemungkinan bisa. Prinsipnya di HAKI siapa yang pertama, dia yang berhak. Kalau dia sudah terdaftar, maka kemudian pendaftar berikutnya tidak bisa pakai nama itu karena sudah terdaftar," kata Yuswohady.
Meski begitu, Yuswohady menilai dari sisi moral kurang etis jika merek Citayam Fashion Week didaftarkan oleh orang berduit untuk mengambil keuntungan. Harusnya kelompok anak SCBD (Sudirman, Citayam, Bojong Gede dan Depok) yang berhak atas merek itu atau sebagai public goods (milik umum).
"Dari sisi moral anak-anak itu punya kreasi yang luar biasa. Harusnya kelompok anak-anak itu yang harus dilibatkan sebagai pihak yang menginisiasi dan harusnya berhak atas ini. Kalau diambil orang lain jadinya kan sekarang muncul istilah sudah dibangun susah payah, dicuri oleh orang bermodal," tuturnya.
"Harusnya pemegangnya itu public dan mestinya pemerintah karena ini kan mengacu suatu tempat di Dukuh Atas, area publik. Jadi bukan oleh suatu institusi swasta tertentu," tambahnya.
(iws/iws)