I Wayan Tumpek (60) adalah seorang penyandang tunanetra bersahaja di Karangasem. Ia tidak ingin berpangku tangan dan hanya berharap belas kasihan orang lain. Di tengah keterbatasan yang dimilikinya, Tumpek tetap produktif dengan membuat keset berbahan sabut kelapa.
"Meskipun tidak banyak yang beli kerajinan ini, saya tetap memproduksi," kata Tumpek saat ditemui di rumahnya di Banjar Dinas Telengan, Desa Gegelang, Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem, Kamis (7/7/2022).
Sehari, ia bisa membuat 3-5 lembar keset. Tumpek menjual keset buatannya itu dengan cara menitipkan di warung-warung dekat rumahnya. Beberapa pelanggan juga sering datang langsung ke rumahnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seiring waktu, keset buatannya kalah saing dengan keset-keset yang dijual di took-toko modern. Meski begitu, ia mengaku tetap membuat kerajinan tersebut karena tidak ada lagi yang bisa dia lakukan di tengah keterbatasan yang dimiliki.
"Sekarang produksinya sedikit saja, saya takut menumpuk di rumah karena jarang ada yang membeli," imbuhnya.
Tumpek bercerita dirinya mengalami kebutaan sejak masih berusia 7 tahun. Sejak itulah Tumpek tidak dapat melihat sama sekali.
"Awalnya saya hanya mengalami sakit mata. Tapi setelah beberapa hari tidak sembuh-sembuh. Setelah itu saya tidak dapat melihat sama sekali, mau berobat juga tidak bisa karena keterbatasan biaya," tutur Tumpek.
Menginjak usia remaja, Tumpuk berkesempatan mengikuti pelatihan di salah satu Sekolah Luar Biasa (SLB) di Kota Denpasar. Saat itulah ia belajar membuat berbagai kerajinan tangan seperti sapu bulu, sapu lidi, keset, dan lainnya.
Berbekal ilmu dari SLB itulah Tumpek mulai membuat kerajinan keset berbahan sabut kelapa. Proses pembuatan keset itu dia kerjakan seorang diri. Untuk mendapatkan bahan baku sabut kelapa, ia dibantu oleh adik-adiknya.
Selain membuat kerajinan keset dari sabut kelapa, Tumpek juga sempat berkerja mengumpulkan batu dari sungai untuk kemudian dijual sebagai bahan bangunan. "Tapi sekarang saya sudah tidak diizinkan lagi oleh adik saya untuk mandi ke sungai karena sudah tua juga, mereka takut saya jatuh katanya," ujarTumpek.
Di tengah usianya yang semakin menua, Tumpek mengaku hanya bisa berharap dari adik-adiknya untuk makan sehari-hari. "Saya sebenarnya tidak mau terlalu merepotkan adik-adik saya. Tapi mau gimana lagi, keset buatan saya sudah tidak begitu laku terjual," ucap Tumpek lirih.
(iws/iws)