Suhendra dikenal karena telah menyelamatkan sekitar 55 bayi yang hampir ditelantarkan. Ia merupakan pria yang berasal dari Lampung kemudian merantau ke Jakarta pada tahun 2009.
Berawal dari banyaknya kasus pembuangan bayi hasil aborsi yang ia temui, membuat batin Hendra terusik. Hingga kemudian mendorongnya untuk membuat sebuah aksi.
Hendra bertekad untuk mencegah agar hal serupa tidak terus berulang terjadi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Waktu itu saya menyaksikan sendiri ya, anak dibuang, meninggal dunia. Nah dari situ, kenapa sampai dia dibuang? Kenapa sampai meninggal dunia? Dan yang rata-rata ibu hamil lakukan ketika dia punya anak, dia buang, dia sangkanya masalahnya selesai, ternyata tidak," tutur Hendra saat ditemui tim detikcom untuk program Sosok, Minggu (26/6/2022).
Melihat fenomena itu, Hendra lalu menyulap rumah pribadinya menjadi shelter (tempat penampungan sementara). Di dalamnya, ia menyiapkan kebutuhan ibu-ibu yang akan melahirkan, mulai dari persiapan hingga pasca-persalinan.
Saat mendapat penjelasan dari sejumlah ibu hamil, ia memahami keputusasaan dan tekanan situasi adalah faktor utama penyebab para ibu tega membuang anaknya. Maka, bukan hanya raga yang ia jaga, namun juga jiwa rapuh para ibu muda yang merasa terbebani dengan kondisi yang tengah mereka alami.
Hendra menyadari bahwa di luar jangkauannya, kasus pembuangan bayi masih banyak terjadi bagaikan fenomena gunung es,. Maka, Beberapa tahun terakhir, Hendra mulai menggunakan media sosial untuk mendokumentasikan kegiatan yang telah ia lakukan.
Tujuannya, tidak lain untuk mengajak orang lain berperan serta ikut serta menjangkau lebih banyak lagi para calon ibu yang tengah kehilangan harapan.
Kini, di rumah Hendra banyak ditemui ibu hamil yang akan melahirkan bayi-bayi mereka. Soal urusan biaya, Hendra lah yang menanggung semuanya.
Ia mengaku, tidak hanya berhenti pada ongkos pemeriksaan kehamilan saja. Asalkan masih dengan proses persalinan normal, semua kebutuhan administrasi sanggup ia tangani.
"Kalau untuk para ibu yang tinggal di sini, itu mereka yang memang benar-benar sudah tidak bisa kerja, karena tadi udah hamil tua. Ada yang takut ketahuan keluarga, mengharuskan mereka tidak ada tempat untuk bernaung lagi. Maka saya menampung mereka untuk tinggal sementara di tempat saya sampai mereka melahirkan," jelas Hendra.
Menyadari bahwa kehadiran anak bukanlah kelahiran yang diinginkan, Hendra dan calon ibu sepakat bahwa saat sang bayi lahir, insan-insan baru itu akan menjadi tanggung jawab pihak panti asuhan milik kerabat Hendra. Sementara itu, sang ibu bisa pulang dan kembali menjalani aktivitasnya sehari-hari.
Walau begitu, aksi sosial yang dijalani Hendra tak selalu berjalan lancar. Ada kalanya, kegigihannya membantu sesama harus ia bayar dengan waktu dan biaya yang besar.
Tidak jarang, Hendra mempertaruhkan kesehatannya karena kurang tidur saat mengurus proses kelahiran yang terjadi dalam waktu berdekatan.
Dibandingkan apresiasi, celaan dan tanggapan miring dari masyarakat lebih banyak ia dapatkan. Orang-orang yang kecewa karena tidak mendapatkan uluran tangan Hendra, menudingnya dengan berbagai macam ujaran kebencian. Tidak jarang, Hendra dianggap hanya melakukan pencitraan, namun ia tetap tak bergeming untuk terus membantu sesama.
"Saya ini bukan orang kaya, tapi saya orang yang peduli. Kalau misalkan dia 'Saya mau lahiran nih, minta uang lahiran, anak saya yang ngasuh,' berarti yang dia butuhin itu biaya kita, kalau untuk masalah biaya kita tidak bisa bantu. Tapi kalau untuk pertolongan, dalam artian dia tidak punya siapa-siapa, anak pun bingung mau dibuang ke mana, nah itu kita ranahnya di situ," tutup Hendra.
(kws/kws)