Manusia Hindu di Bali tak terlepas dari berbagai ritual yang telah menjadi tradisi. Mereka diupacarai sejak sebelum lahir, hidup, hingga mati. Salah satu ritual orang Hindu di Bali adalah otonan.
Otonan merupakan peringatan hari lahir menurut Hindu di Bali yang dirayakan setiap 210 hari (6 bulan). Cara menetapkan hari otonan seseorang adalah dengan menggunakan sistem kalender Bali. Otonan seseorang dihitung berdasarkan Saptawara, Pancawara, dan Wuku.
Dilansir dari laman bali.kemenag.go.id, otonan berasal dari bahasa Jawa Kuno yakni kata "wetu" atau "metu" yang artinya keluar, lahir atau menjelma. Dari kata "wetu" menjadi "weton" dan selanjutnya berubah menjadi "oton" atau "otonan". Otonan sebagai momen peringatan hari kelahiran seseorang bertujuan untuk membersihkan seseorang dari segala mala sejak ada dalam rahim ibu yang dipengaruhi oleh Sang Catur Sanak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut IGA Artatik dalam Jurnal Dharmasmrthi (Vol 10. Nomor 1 Mei 2019), peringatan otonan secara lahiriah bertujuan untuk mengingatkan manusia untuk merenungkan kembali kesempatannya menjelma sebagai manusia, yakni mahluk ciptaan Tuhan yang memiliki Tri Pramana (sabda, bayu, idep).
Pada umumnya, orang Bali memperingati otonan dengan sarana yang disebut banten otonan. Peringatan otonan secara spiritual bertujuan untuk membersihkan dan penyucian diri dengan sarana bebantenan.
Adapun banten otonan sebagaimana dirangkum detikBali dari bali.kemenag.go.id terdiri dari:
- Banten Byakala: simbolis untuk menjauhkan kekuatan bhutakala (kekuatan negatif) yang mengganggu umat manusia.
- Banten Peras: sebagai simbol memohon keberhasilan dan suksesnya sebuah yadnya.
- Banten Ajuman atau Sodan: yakni persembahan makanan dilengkapi sirih (canang) karena orang Hindu di Bali diwajibkan mempersembahkan terlebih dahulu sebelum menikmatinya untuk diri sendiri.
- Pengambeyan: simbolis memohon karunia Sang Hyang Widhi dan para leluhur.
- Banten Sayut Lara Malaradan: memiliki makna mohon kesejahtraan, keselamatan, dan terhindar dari penyakit.
- Banten Dapetan: memiliki makna seseorang hendaknya siap menghadapi kenyataan hidup dalam suka dan duka.
Setelah seseorang melangsungkan otonan, biasanya ditandai dengan melingkarkan benang di pergelangan tangan orang yang sedang otonan. Dikutip dari laman phdi.or.id, saat melingkarkan benang tersebut biasanya orang yang memasangkan benang akan berkata: "Ne cening magelang benang, apang ma uwat kawat ma balung besi" (Ini kamu memakai gelang benang, supaya ber otot kawat dan bertulang besi).
Sementara itu, menurut I Wayan Budi Utama dalam tulisannya di Warta Hindu Dharma NO. 497 Mei 2008 menguraikan otonan sebagai upacara yang sering pula disebut sebagai utang moral orang tua kepada anak. Otonan bertujuan agar segala keburukan dan kesalahan yang mungkin dibawa sejak lahir dan semasa hidupnya terdahulu dapat dikurangi atau ditebus.
(iws/iws)