Foto seorang bule perempuan yang mengenakan bikini dan memperlihatkan tato bergambar Ganesha di pahanya menjadi perbincangan publik di Bali.
Terlebih lagi, Ganesha merupakan sosok Dewa yang dihormati dalam mitologi Hindu.
Foto bule berbikini dengan tato Ganesha di paha tersebut diunggah oleh tokoh perempuan Ni Luh Djelantik melalui akun Instagram-nya, belum lama ini. Ia meminta artis tato di Bali untuk lebih memahami adat dan budaya setempat. Termasuk juga memberi edukasi terhadap client ketika hendak membuat tato.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami tetap santuy walau kami menyuarakan isi hati kami. PESAN ini masukan untuk artis tato di Bali memberikan edukasi pada calon pelanggannya. Kami hormati karya seni tapi tolong letakkan pada tempatnya. Cari makan di Bali ya belajar dan dalami adat dan budaya kami. Silakan protes. Mbok hormati. It takes two to tango ya. Ingat letakkan posisi kalian di posisi kami sebelum berlomba menghakimi. Suksma." tulis Ni Luh Djelantik dalam caption foto tersebut.
Beragam tanggapan baik pro maupun kontra muncul. Sebagian ada warganet menganggap tato Ganesha di paha itu hanya sebuah seni. Sebagian warganet lainnya menganggap gambar Dewa Ganesha tidak pantas diletakkan di paha.
"Santay aja mbokgek yang beginian jangan bereaksi berlebihan. Perspektif tergantung cara pandang kita. Tidak selalu masalah diselesaikan dengan asah pedang bukan," tulis akun ulinyusron dalam komentar.
"Sepertinya kali ini agak berlebihan mbok, justru dengan dia memakai tatto Ganesha , berati dia mengidolakan nya.. mohon koreksi kalo salah.." tulis akun
mommart_.
"Logika aja, buat apa dia ngelecehin simbol agama di badannya dia sendiri ? Santai aja semeton, kalopun itu salah juga ada karma yang menunggunya." tulis akun fajarmahendra_.
Lantas, bagaimana tanggapan PHDI Bali terkait tato Ganesha di paha bule tersebut?
Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bali, I Nyoman Kenak menyebut dirinya tak berani menduga apakah tato tersebut dibuat oleh seniman tato di Bali atau bukan.
Hanya saja, ia mengingatkan bahwa gambar yang memiliki nilai magis dan unsur sakral, sebaiknya tidak digunakan sebagai tato di bagian tubuh manapun.
"Kalau dari saya sendiri untuk tato-tato yang sifatnya mempunyai nilai magis dan unsur sakral, memang seharusnya tidak dianjurkan untuk ditempatkan di area mana pun. Beda halnya jika sifatnya tidak berisikan simbol-simbol keagamaan dan sakral silahkan saja mau ditempatkan di area mana pun," kata dia, Sabtu (21/5/2022).
Nyoman Kenak tidak mengekang kebebasan berekspresi dan berkesenian, hanya saja etika tetap perlu diperhatikan. Dengan begitu, orang lain tidak akan terganggu terlebih jika menyangkut urusan agama.
"Begitu juga dengan para seniman, kalaupun ada tamu yang minta tato dengan simbol-simbol keagamaan, seniman haruslah bisa memberi pemahaman dan edukasi bahwa penggunaan simbol keagamaan tidak diperbolehkan," kata I Nyoman Kenak pada
Baik pengguna jasa tato maupun seniman tato, diharapkan tetap berpedoman pada Pergub No 25 tahun 2020 yang mengatur tentang penggunaan simbol-simbol keagamaan.
"Kita semua mempunyai kewajiban untuk mensosialisasikannya. Saya juga mohon kepada masyarakat Bali kalau ada sesuatu yang nyeleneh dan riskan, ayolah kita diskusikan dulu, janganlah di upload di media sosial karena kita tahu saat ini masalah agama terbilang sensitif," tambahnya. (*)
(iws/iws)