Kisah Miris Calon PMI Bali Ditipu Agen, Laporan Ditolak Polisi

Kisah Miris Calon PMI Bali Ditipu Agen, Laporan Ditolak Polisi

I Wayan Sui Suadnyana - detikBali
Sabtu, 21 Mei 2022 17:38 WIB
Dina Ayu Fitriyana, salah satu calon pekerja migran ke Jepang yang mengalami penipuan.
Dina Ayu Fitriyana, salah satu calon pekerja migran ke Jepang yang mengalami penipuan. Foto: I Wayan Sui Suadnyana/detikBali
Denpasar -

Miris, mungkin itu kata yang tepat untuk menggambarkan nasib calon pekerja migran Indonesia (PMI) asal Bali. Niat bersemangat untuk mencari rezeki di luar negeri, mereka malah diduga menjadi korban penipuan.

Lebih disayangkan lagi, dugaan penipuan tersebut dilakukan oleh perusahaan penempatan yakni PT Mutiara Abadi Gusmawan atau Mag Diamond. Hingga kini, terdapat sebanyak lima orang calon pekerja migran asal Bali yang merasa ditipu oleh perusahaan tersebut.

Adapun kelima calon pekerja migran yang merasa ditipu, yakni Dina Ayu Fitriyana, Yoka Darmawan, Luh De Ayu Angga Reny, Candra Hermawan, dan Ketut Kariawan. Mereka berlima mengalami kerugian sebesar Rp147 juta.

Salah satu dari kelima calon pekerja migran tersebut, Dina Ayu Fitriyana menceritakan kisahnya menjadi korban penipuan dari perusahaan penempatan tersebut. Kisah itu dimulai pada akhir 2020 lalu, ketika Dina melakukan registrasi ke Mag Diamond.

"Di akhir Oktober saya mendapatkan informasi tentang adanya perekrutan tenaga kerja yang melakukan pemberangkatan ke Jepang. Di sini khususnya untuk pemberangkatan hotel, juga pertanian dan perkebunan, namun di sini saya sebagai (pekerja) yang ke hotel," kata Dina mulai menceritakan kisahnya.

Dina mengaku tertarik bekerja ke Jepang lewat perusahaan tersebut karena banyak sekali hal yang dijanjikan, mulai dari gaji yang sangat besar, penempatan kerja di hotel-hotel yang menarik, hingga pemberian akomodasi penuh tanpa ada potongan pajak.

"Nah, itu tentunya banyak membuat teman-teman kami tertarik untuk join (ke perusahaan Mag Diamond)," jelas Dina.

Pada awalnya, Dina bersama teman-temannya merasa tidak ada permasalahan dengan rencana pemberangkatan mereka ke Jepang. Sebab dari awal mereka harus melalui beberapa pelatihan, seperti les Bahasa Jepang atau pelatihan-pelatihan skill lainnya.

Kondisi itu cukup memakan waktu sehingga ia dan teman-temannya tidak masalah meski menunggu dalam rentang yang cukup lama. Selain itu, pandemi COVID-19 juga membuat Dina dan teman-temannya merasa maklum ke perusahaan, terkait penundaan pemberangkatan yang lebih lama lagi.

Meski mengalami penundaan, pihak perusahaan terus memberikan janji untuk memberangkatkan para calon pekerja migran ke Jepang. Namun hingga saat ini tidak ada satu pun yang diberangkatkan oleh mereka.

"Ada janji-janji dari pihak perusahaan untuk memberangkatkan pada bulan apa, terus tidak terjadi, kemudian ada melakukan kegiatan apa tidak terpola, berputar-putar dari tahun 2020 hingga saat ini," jelas Dina.

Ada satu hal yang Dina sesalkan kepada perusahaan Mag Diamond di tengah terus adanya penundaan pemberangkatan, yaitu mengenai mekanisme pembayaran registrasi. Sebab uang registrasi harus dibayarkan secara penuh hanya dalam waktu tujuh hari dan tidak boleh mencicil.

"Nah yang bikin aneh itu, kami itu tidak boleh mencicil ataupun ketika sudah dianggap diterima oleh pihak perusahaan, kami harus membayar dalam waktu tujuh hari secara penuh. Kalau misalkan uang kami tidak penuh, lowongan kerjanya itu akan dioper ke orang yang sudah menunggu. Seperti waiting list. Itu salah satu kecurigaan kami," kisahnya.

Di tengah menunggu kepastian pemberangkatan untuk bekerja ke Jepang yang semakin tidak pasti, ada satu titik akhirnya Dina mendapatkan informasi bahwa perusahaan Mag Diamond tidak memiliki izin. Namun, karena masih berproses, Dina dan teman-temannya tidak menghiraukan informasi tersebut.

Namun pada suatu hari, pihak perusahaan mengatakan bahwa certificate of eligibility (COE) sebagai syarat pembuatan visa ke Jepang berakhir di akhir Januari. Meski mengumumkan hal itu, pihak perusahaan tak kunjung memberi kepastian mengenai pemberangkatan calon pekerja migran.

Dari sana akhirnya Dina dan teman-temannya mulai mendesak pihak perusahaan untuk mengatakan yang sebenarnya. Desakan keras yang dilayangkan pada akhirnya membuat Dina dan teman-temannya dikeluarkan dari grup informasi perusahaan.

"Saya dan beberapa teman saya speak up, akhirnya dikeluarkan dari grup informasi, di mana itu satu-satunya sumber informasi kami bisa menerima update-update pemberangkatan atau kegiatan yang dilakukan oleh pihak perusahaan," ungkap Dina.

Berangkat dari pengalaman dikeluarkan dari grup informasi perusahaan itulah Dina akhirnya merasa ada hal-hal yang harus dicari tahu mengenai perusahaan Mag Diamond. Ia akhirnya datang ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bali untuk mendiskusikan peristiwa tersebut pada Februari 2022.

LBH Bali kemudian menyarankan kepada Dina dan teman-temannya untuk mencari banyak informasi mengenai keberadaan perusahaan Mag Diamond. Informasi tersebut dicari dari Dinas Perizinan, Dinas Tenaga Kerja, dan Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI).

Bahkan Dina dan teman-temannya sampai melakukan surat tembusan ke pihak-pihak maskapai yang pernah ditunjukkan bukti tiket oleh perusahaan untuk pemberangkatan ke Jepang. Mereka juga melakukan konfirmasi ke Konsulat Jenderal Jepang.

Dari berbagai informasi tersebut, Dina dan teman-temannya akhirnya mengetahui bahwa perusahaan Mag Diamond tercantum memiliki izin, tetapi hanya berbentuk usaha atau perusahaan semata. Mag Diamond hingga kini belum memenuhi izin untuk melakukan perekrutan, pelatihan, dan penempatan kerja ke luar negeri.

Mengetahui izin perusahaan yang tidak lengkap, LBH Bali kemudian menyarankan Dina dan teman-temannya untuk meminta bantuan Dinas Tenaga Kerja dan Energi Sumber Daya Mineral (Disnaker ESDM) Provinsi Bali dan BP2MI Denpasar untuk melakukan mediasi dengan perusahaan.

"Jadi berawal dari situ kami juga atas saran dari LBH Bali meminta pihak Disnaker dan BP2MI membantu kami dalam mediasi penuntutan hak kami kembali, yaitu uang yang telah kami bayarkan secara penuh," terang Dina.

Mediasi yang difasilitasi oleh Disnaker ESDM Provinsi Bali dan BP2MI Denpasar dilakukan sampai dua kali. Pada mediasi kedua, pihak perusahaan Mag Diamond bersedia mengembalikan uang para calon pekerja migran Rp147 juta dengan batas waktu hingga 2 Mei 2022, namun tak kunjung dibayarkan.

Karena kesepakatan tak kunjung dipenuhi oleh perusahaan, calon pekerja migran akhirnya melaporkan Mag Diamond ke Polda Bali. Sayangnya, pihak Polda Bali menolak laporan calon pekerja migran karena tak ada somasi.

"Kami memutuskan untuk melakukan pelaporan polisi, namun ketika melakukan pelaporan polisi laporan kami sempat ditolak karena adanya kurang somasi," ucap Dina.



Simak Video "Ratusan Pekerja Migran Indonesia Ilegal Diamankan di Sumut"
[Gambas:Video 20detik]
(irb/irb)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT