Di Desa Sobangan, Mengwi, terdapat jejak senyap yang pernah menjaga hidup seorang pemimpin besar. Di tengah lanskap persawahan dan pemukiman yang tenang, desa ini pernah menjadi titik penting persembunyian Kolonel I Gusti Ngurah Rai saat gerilya Bali berada dalam tekanan paling keras dari Belanda.
Kesaksian itu datang dari I Nyoman Gunadi (48), cucu pejuang lokal I Made Naros. Ia tumbuh dengan cerita-cerita yang diwariskan dari masa ketika Sobangan bukan sekadar desa terpencil, tapi benteng sunyi bagi para pemimpin perjuangan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ada dua rumah kami. Di sana dipakai sebagai tempat mengatur strategi untuk melawan musuh. Untuk rumah yang selatan dipakai pemimpin-pemimpin setingkat provinsi (kalau zaman sekarang), termasuk Pak Gusti Ngurah Rai," tutur Gunadi, ditemui di Sobangan, Jumat (21/11/2025).
Naros, kakeknya, terlibat langsung membantu logistik, tenaga, dan perlengkapan bagi para pejuang. Hingga kini keluarga Gunadi masih menyimpan pusaka berupa pisau milik Naros-warisan yang dibalut pesan kerahasiaan dan kehormatan.
Jineng yang Menyembunyikan Pemimpin
I Nyoman Gunadi. Foto: Agus Eka/detikBali |
Gunadi menceritakan bagaimana warga Sobangan menyediakan perlindungan maksimal. Mereka memodifikasi lumbung padi (jineng) menjadi ruang aman, lengkap dengan jalur masuk-keluar tersembunyi. Terowongan kecil di bawah bangunan adat juga dibuat untuk mengelabui patroli Belanda.
"Beliau betul-betul aman di sini. Tak satu orang pun yang mau membocorkan informasi, atau mau jadi mata-mata Belanda. Tidak ada," tegas Gunadi.
Di rumah keluarganya, bale jineng itu masih berdiri. Sudah tua, atapnya kini berganti seng, tetapi bagian bawah dari kayu asli tetap kokoh-seakan masih menyimpan cerita yang dibiarkan tidak banyak diungkap.
Gunadi juga berkisah tentang ruang keluarga lama-bale Bandung-yang dahulu menjadi tempat berkumpul para pejuang dari Badung. Di bawah fondasinya, menurut cerita turun-temurun, terdapat terowongan yang tembus ke sungai di sisi timur. Tempat itu kini berfungsi seperti ruang keluarga biasa, namun bayangan masa perang masih menempel di dinding-dindingnya.
"Beliau dilindungi di sini dengan fasilitas seperti dibikinkan terowongan... Ada yang di lumbung, ditebalkan sehingga bisa masuk ke dalam atap, untuk sembunyi," katanya.
Pertemuan Tajam dengan Penjajah
Salah satu cerita yang paling melekat bagi Gunadi adalah bagaimana kakeknya pernah berhadapan langsung dengan tentara Belanda yang tersesat. Peristiwa itu dianggap sebagai salah satu momen krusial dalam perjalanan Naros sebagai pejuang lokal.
"Pernah ada peristiwa, pada waktu kakek saya ke ladang bertemu Belanda yang kesasar... langsung tiba-tiba kakek menyerang," ucapnya.
Sobangan saat itu bukan hanya tempat persembunyian, tetapi juga markas intelijen rakyat. Sistem keamanan desa dijaga oleh kelompok Telik Sandi-remaja-remaja yang dilatih mengeluarkan suara mirip burung sebagai kode jika musuh mendekat. Mereka bertengger di atas pohon, menjadi alarm hidup bagi para pejuang.
"Kalau ada musuh datang, mereka bersuara, seperti burung dan musuh tidak sadar itu," kata Gunadi.
Solidaritas Desa untuk Para Pejuang
Selain perlindungan, warga Sobangan juga memenuhi kebutuhan sehari-hari pasukan. Mereka memastikan jejak tidak mudah dilacak Belanda. Bahkan istri Naros, Ni Made Ridat, ikut merawat para pejuang.
"Nenek saya dan teman-temannya ikutlah gini, membersihkan rambutnya (pejuang). Orang Bali sebut nyari kutu-kutu," kenang Gunadi.
Keheningan Sobangan pada masa itu menyimpan dinamika perjuangan yang nyaris tak tercatat secara resmi. Namun lewat cerita keluarga Gunadi, jineng yang kusam, dan ingatan warga, Sobangan tetap menjadi saksi penting bagaimana rakyat melindungi pemimpin mereka hingga akhir perlawanan.
Simak Video "Video Dampak Listrik Bandara Ngurah Rai Bali Padam: 74 Penerbangan Delay"
[Gambas:Video 20detik]
(dpw/dpw)












































