Arak Bali, Tradisi yang Kini Menjadi Peluang Ekonomi

Arak Bali, Tradisi yang Kini Menjadi Peluang Ekonomi

Rizki Setyo Samudero - detikBali
Jumat, 14 Mar 2025 09:50 WIB
Gubernur Bali Wayan Koster dalam wawancara ekslusif bersama Pimpinan Redaksi detikcom Alfito Deannova Ginting di Rumah Jabatan Gubernur Bali Jayasabha, Senin (10/3/2025).
Gubernur Bali Wayan Koster dalam wawancara ekslusif bersama Pimpinan Redaksi detikcom Alfito Deannova Ginting di Rumah Jabatan Gubernur Bali Jayasabha, Senin (10/3/2025). (Foto: Rizki Setyo Samudero/detikBali)
Denpasar -

Gubernur Bali Wayan Koster menegaskan pentingnya pelestarian arak Bali sebagai bagian dari budaya dan perekonomian masyarakat setempat. Menurut Koster, minuman fermentasi dan destilasi khas Bali itu harus tetap dijaga.

"Karena dia (arak Bali) menjadi kebutuhan sehari-hari masyarakat di Bali terutama di kabupaten Karangasem, Buleleng, Jembrana, Bangli, itu yang banyak tidak semua kabupaten," kata Koster dalam wawancara eksklusif bersama Pimpinan Redaksi detikcom Alfito Deannova Ginting di Rumah Jabatan Gubernur Bali Jayasabha, Senin (10/3/2025).

Untuk itu, Koster menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) Bali Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi dan Destilasi Khas Bali. Regulasi ini bertujuan untuk memberikan perlindungan dan meningkatkan standar arak Bali agar dapat bersaing dengan minuman beralkohol impor.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Arak Bali dalam Kehidupan Sehari-hari

Koster menjelaskan arak Bali merupakan bagian dari keseharian masyarakat setempat dan bukan sekadar minuman untuk mabuk-mabukan. Menurutnya, arak sering dikonsumsi sebelum dan sesudah beraktivitas.

"Pagi sebelum kerja diminum satu sloki untuk hangat badan, supaya kerjanya semangat. Malah sebelum tidur minum supaya tidurnya nyenyak itu sehat," tutur pria asal Buleleng itu.

ADVERTISEMENT

Selain itu, ia menyoroti fakta bahwa meskipun Bali merupakan destinasi wisata nasional, 80 persen minuman beralkohol yang dikonsumsi wisatawan justru merupakan produk impor. Jika arak Bali tidak dijaga, lanjutnya, masyarakat lokal bisa kehilangan peluang ekonomi.

"Di samping itu yang sudah tersedia seperti wisatawan itu kan hanya mengonsumsi yang impor, padahal ini (arak) bisa menjadi pasar yang potensial," ungkap Koster.

Perkembangan Industri Arak Bali

Setelah pergub tersebut diterbitkan, Koster menyebut produksi arak Bali mengalami perkembangan yang signifikan dengan standar yang lebih baik. Regulasi mengharuskan arak Bali lolos uji BPOM, dikemas dengan baik, dan dipasarkan melalui koperasi atau asosiasi.

"Pertama harus lolos uji BPOM, kemudian dibuat kemasan yang bagus oleh industrinya. Kemudian masuk ke koperasi jadi nggak dijual bebas, ada koperasinya ada asosiasinya. Setelah lolos mereka dapat pita cukai bayar cukai," beber politikus PDI Perjuangan itu.

Koster juga mengklaim saat ini sudah ada lebih dari 50 jenis arak Bali yang berkembang, seluruhnya diproduksi oleh UMKM. Ia menyebut dampak dari pergub ini sudah terlihat dengan menurunnya impor minuman beralkohol ke Bali.

"Arak ini tidak kalah dengan soju Korea, tidak kalah dengan sake Jepang, sama whiski Eropa, jadi turis itu lebih suka," kata Koster.

Apa saja yang disampaikan Koster kepada detikcom? Simak di video berikut!




(dpw/dpw)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads