
From Kalideres to Paris: Karya Pengungsi Dibawa Desainer ke Catwalk
"Saat kami wawancara 50 pengungsi itu, kami dengar hari itu ada yang bunuh diri. Kasihan. Paling tidak kegiatan ini mereka terhindar dari pikiran negatif"
"Saat kami wawancara 50 pengungsi itu, kami dengar hari itu ada yang bunuh diri. Kasihan. Paling tidak kegiatan ini mereka terhindar dari pikiran negatif"
Karena tak boleh kerja menghasilkan uang, para pengungsi menghabiskan waktu menunggu santunan di Kalideres. UNHCR berharap RI memberi mereka izin cari pemasukan
Wajah-wajah para pengungsi dari Afganistan di Kalideres, Jakarta Barat menyimpan cerita horor kemanusiaan. Mereka diburu Taliban hanya karena perbedaan etnis.
Pemuda ini menceritakan horor yang membuatnya lari. Konflik politik bercampur sentimen kesukuan telah menumpahkan darah bapak, ibu, dan saudara-saudaranya.
Warga menilai mereka semakin tertib, tidak seperti setahun lalu saat jumlah mereka sedang banyak-banyaknya. Saat itu sering terjadi ribut sesama pengungsi.
Para pengungsi dari sejumlah negara nongkrong sepanjang hari di trotoar Kalideres, bukan karena mereka malas, tapi mereka memang tak diperbolehkan bekerja.
"Ke mana pun kamu pergi, kamu akan selalu mencintai negaramu. Tapi masalahnya kita tidak bisa tinggal di Afganistan, tidak aman. Jadi kita tidak punya pilihan."
Satu setengah tahun berlalu sejak publik ramai membicarakan pengungsi yang telantar di luar Rudenim Jakarta. Ternyata para pengungsi masih saja ada di lokasi.
Polisi mendatangi lokasi tempat para pencari suaka mendirikan tenda di Kalideres.
Sami, bocah anak pencari suaka asal Sudan, ikut telantar di trotoar di depan Rumah Detensi Imigrasi Jakarta. Kakinya ternyata mengalami masalah. Seperti apa?