Objek wisata menjadi satu di antara faktor keberhasilan suatu daerah dalam mengelola potensi sektor pariwisata. Majunya objek wisata tersebut juga turut menggerakkan roda perekonomian masyarakat setempat.
"Jika ada sebuah objek wisata, akan ada arus manusia. Kalau kita pergi ke suatu tempat untuk refreshing, kita akan butuh kuliner, akomodasi, dan berbagai amenities lainnya. Semuanya tentu melibatkan tenaga kerja. Itulah ajaibnya sektor pariwisata," ungkap Bupati Padang Lawas Edy Junaedi Harahap, Selasa (30/4/2024).
Edy menyebutkan Padang Lawas memiliki banyak potensi wisata yang besar. Ia menyebut masalah infrastruktur hingga akomodasi yang nyaman untuk wisatawan membuat potensi ini belum tergali secara maksimal.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Seperti yang kita ketahui bersama, belum tajamnya birokrasi di kabupaten yang terbentuk dari pemekaran Tapanuli Selatan pada tahun 2007 ini membuat banyak rencana kerja yang telah disusun Pemkab mangkrak, sehingga menghambat pembangunan daerah secara keseluruhan," ujarnya.
"Ironisnya, masih banyak truk dan kendaraan berat yang mau tak mau melintasi jalur tersebut demi mengejar waktu tempuh. Apalagi jika malam hari, di mana penerangan hanya ada di sekitar tiap desa yang jarak satu sama lainnya lumayan jauh," lanjut Edy.
Edy menyebutkan kondisi jalan juga belum bisa dibilang optimal di sekitar objek wisata yang secara aklamasi diakui sebagai icon Padang Lawas, yaitu Sungai Siraisan yang juga masih berada di daerah Sosopan. Meski akses ke objek tersebut sudah beraspal, jembatan yang ada tepat di atasnya justru banyak berlubang.
Ia membeberkan masalah tumpang tindih wewenang dengan Provinsi menjadi salah satu faktor sulitnya membangun Jalan Lintas Sosopan, sekaligus mungkin timpangnya kondisi jalan di berbagai area Padang Lawas. Ada yang bagus, seperti ruas jalan yang dikuasai Kabupaten seperti di Sihapas Barumun, yang mulus beraspal meski sama-sama melewati daerah tinggi berliuk.
"Ada juga yang buruk, seperti saat anda melaju mulus di Binanga dan langsung disambut jalan rusak parah begitu belok ke Huristak," tuturnya.
Namun begitu, Edy mengatakan jika kebutuhan infrastruktur itu ada, dan bukan hanya jalan, melainkan segala amenities yang selayaknya ada di sepanjang jalan tersebut. Ia pun mengambil contoh pada saat arus mudik yang melalui Padang Lawas saat Lebaran beberapa waktu lalu. Ia menyebut Jalur Sosa-Sibuhuan-Binanga menjadi primadona bagi mereka yang menuju ke Gunung Tua, Padang Sidimpuan, dan banyak lainnya.
Data dari tiap kecamatan mencatat minimal 12.166 pemudik yang meninggalkan Padang Lawas, belum ditambah pemudik yang hanya lewat.
"Bayangkan jika satu orang belanja 1 juta, sepanjang libur itu, ada Rp 12 miliar yang berputar di Padang Lawas. Apalagi kalau lebih tapi tempat belanjanya itu yang belum ada. Spending point-nya. Infrastruktur pariwisata kita belum siap, jadi uang itu larinya ke luar," jelasnya.
Hal ini disebut juga dengan tourism leakage, di mana uang yang seharusnya masuk ke perekonomian lokal pariwisata suatu daerah malah kabur ke daerah lain karena berbagai macam faktor. Tourism leakage ini, menurut Edy, sudah mendarah daging di Palas.
"Coba tanya pejabat Pemkab saat akhir pekan, mereka pasti pergi ke luar kabupaten. Entah Sipirok, Sidempuan, Gunung Tua. Ya kenapa? Karena tidak ada yang bisa didatangi di Palas," kata Edy.
Baca selengkapnya di halaman berikutnya...
Edy kemudian memaparkan bahwa Padang Lawas ini memiliki sumber daya manusia yang berkecukupan. Ia pun mengambil contoh pertumbuhan ekonomi Palas pada tahun 2023 menjadi kedua tertinggi di Sumatera Utara. Kemudian banyak orang tua yang menyekolahkan anaknya ke luar daerah, dan menghabiskan akhir pekan di luar daerah.
Selanjutnya, Edy memaparkan sekitar 22% penduduk pergi ke luar kota untuk mudik Lebaran dan berdasarkan data Samsat Provinsi, sekitar 50% pembelian mobil di daerah Tabagsel.
"Jadi orang Palas itu sebenarnya tidak miskin, tapi kenapa daerahnya miskin? Itu kembali lagi ke yang tadi, ada yang lolos di birokrasi kita, sehingga yang harusnya menjadi nilai bagi ekonomi daerah malah dinikmati oleh pihak lain. PDRB kita 16 triliun, tapi APBD kita cuma 7% dari angka tersebut. Kenapa bisa begitu? Bagaimana kita bisa memperbaiki keadaan ini? Apa solusinya?"
"Di sinilah inisiatif desa wisata muncul dan bergema," ujarnya.
"Di bawah kepemimpinan Pemkab dan visi misi Bupati, kekayaan lokal bisa dibangun dan dioptimalkan demi kepentingan lokal. Setiap perangkat dinas yang terlibat-dan pasti banyak yang terlibat jika bicara pariwisata-harus saling bahu membahu dalam mewujudkan terbentuknya ekosistem desa wisata yang fungsional di Padang Lawas," sambungnya.
Edy menjelaskan akses menjadi sorotan utama sebagai masalah terpenting dalam mencapai tujuan tersebut. Hal yang paling banyak dikeluhkan masyarakat Padang Lawas di sosial media adalah jalan. Dengan desa wisata sebagai pokok pikiran, perbaikan jalan otomatis akan masuk ke rencana kerja. Jadi semua perangkat Pemkab harus sejalan visi misi dari Bupati, perencanaan dan pelaksanaan OPD, pemahaman dan pengayoman DPRD, serta keikutsertaan dan keterlibatan dari masyarakat.
Kerangka kerja yang telah dipilih sesuai momentum untuk hal ini adalah ADWI (Anugerah Desa Wisata Indonesia), di mana hingga saat artikel ini ditulis Padang Lawas tercatat mendaftarkan 10 desa wisata, yaitu:
1. Aek Milas Paringgonan (Desa Paringgonan, Ulu Barumun)
2. Aek Siraisan (Desa Siraisan, Ulu Barumun)
3. Air Terjun Binanga Tolu (Desa Binanga Tolu, Sosopan)
4. Candi Si Djoreng Belangah (Desa Padang Garugur, Barumun Tengah)
5. Danau Gayambang (Desa Ujung Batu, Sosa)
6. Dewi Tani Horas (Desa Sayur Matua, Aek Nabara Barumun)
7. Goa Liang Namuap (Desa Parapat, Ulu Sosa)
8. Makam Ompu Parmata Sapihak (Desa Binabo Jae, Barumun Baru)
9. Candi Sipamutung (Desa Siparau, Barumun Tengah)
10. Agrowisata Durian Wiratama Farm (Desa Ujung Batu III, Hutaraja Tinggi).
"Pendaftaran tersebut sendiri dianjurkan oleh Direktur Pemasaran Pariwisata Nusantara di Kemenparekraf RI, Dwi Marhen Yono saat menerima Pj. Bupati beserta Kadispora Padang Lawas. Pendaftaran tersebut dapat dimanfaatkan menjadi wahana dalam pengajuan bantuan dari pusat, di samping hal-hal lainnya," ungkapnya.
Namun begitu, Edy mengakui lima dari sepuluh objek wisata yang didaftarkan ini belum memiliki infrastruktur yang memadai. Ia menyebut pembebasan lahan masih menjadi PR bagi pemkab.
"Membangun ibarat memberikan "raga" kepada "jiwa". Jika bicara muatan, atau "bobot" dari sektor pariwisata di Padang Lawas, kita semua sudah tahu betapa daerah ini sarat akan budaya, mulai dari berbagai candi yang dibangun saat daerah ini menjadi lumbung pangan Kerajaan Hindu-Buddha hingga berbagai bagas godang dan makam peninggalan tradisi Islam," ujar Edy.
"Bahkan sistem Dalihan Na Tolu sendiri yang jika dipahami dengan benar bisa menjadi pedoman kekerabatan dan moralitas yang tinggi bagi masyarakat Mandailing. "Budaya sudah kaya, alam pun indah, tinggal kita sebagai manusianya yang melestarikan, mengembangkan, dan membangun semua itu-bukan secara terpisah, tapi satu kesatuan," lanjutnya.
Setelah ekosistem desa wisata terbentuk dan fungsional, langkah selanjutnya ia ingin membangun pusat MICE di daerah Sibuhuan.
"Pebisnis, pejabat, sampai orang biasa yang ingin mengadakan acara besar, kita bisa tampung semua di Palas. Nanti di situ juga otomatis ada mall, pusat relaksasi, dan segala penunjang lainnya. Kita bisa pamerkan kerajinan lokal seperti ulos di situ. Ada ribuan lapangan kerja yang bisa muncul dari satu proyek ini saja. Ini termasuk visi untuk pembangunan transformatif Padang Lawas, sehingga nantinya kita bisa benar-benar bercahaya," pungkasnya.
Simak Video "Video: Rusunawa Marunda Kini Jadi Desa Wisata, Ada Apa Saja?"
[Gambas:Video 20detik]
(nkm/nkm)