Mandailing Natal: Sejarah, Geografis, dan Budaya

Mandailing Natal: Sejarah, Geografis, dan Budaya

Siti Alya Zikriena Poetri - detikSumut
Minggu, 28 Apr 2024 01:00 WIB
Tugu atau Pelaminan Sampuraga di Mandailing Natal.
Tugu Sampuraga, salah satu lokasi wisata di Madina (Foto: Istimewa/madina.go.id)
Mandailing Natal -

Mandailing Natal (Madina) merupakan sebuah kabupaten yang diresmikan pada 9 Maret 1999. Kabupaten ini terletak di bagian selatan Provinsi Sumatera Utara, berbatasan langsung dengan Sumatera Barat di bagian selatan, Tapanuli Selatan di bagian utara, Samudera Indonesia di bagian barat, dan Kabupaten Padang Lawas di bagian timur.

Madina memiliki berbagai macam tanaman pertanian yang tumbuh dengan subur di wilayahnya, sehingga dalam jangka panjang kabupaten ini berencana untuk menjadi pusat agrobisnis di Sumatera Utara.

Berikut ini detikSumut rangkum sejarah, geografis, budaya, ciri khas dan fakta dari Mandailing Natal. Simak sampai akhir, ya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sejarah, Geografis, Budaya, Ciri Khas, dan Fakta Mandailing Natal

1. Sejarah Mandailing Natal

Dikutip dari buku yang berjudul 'Budaya Mandailing' karya Askolani Nasution, sejarah Mandailing Natal terbagi menjadi tiga periode, yaitu:

ADVERTISEMENT

· Periode Klasik

Nama Mandailing berasal dari istilah 'Mandala-Holing' yang merujuk kepada sebuah kerajaan prasejarah yang membentang dari wilayah Padang Lawas hingga kawasan selatan Sumatera Barat. Sebutan ini juga berkaitan dengan ungkapan adat Mandailing, yakni "Surat tumbaga holing naso ra sasa". Holing juga berkaitan dengan Dinasti Tang di Cina. Nama Mandailing pertama kali muncul dalam buku Nagarakertagama yang menceritakan ekspedisi utusan kerajaan Majapahit ke wilayah Sumatera pada abad ke-14.

· Periode Kerajaan

Catatan penting Mandailing baru muncul dalam naskah 'Pararaton' yang ditulis dalam teks Jawa pertengahan. Dalam naskah tersebut dijelaskan bahwa terdapat lima kerajaan penting di Sumatera, salah satunya adalah kerajaan Aru. Diyakini bahwa wilayah Madina berada dibawah pengaruh kekuasaan kerajaan tersebut sepanjang abad ke-13 hingga ke-15. Kerajaan Mandailing yang otonom baru terbentuk beberapa abad setelanya, dimulai dari kekuasaan Pulungan yang pertama. Setelah itu, masyarakat dengan marga Nasution mendirikan kerajaan besar yang menguasai wilayah Mandailing Godang. Setelah itu, masyarakat dengan marga Lubis ikut mendirikan kerajaan di Mandailing Julu.

· Periode Kolonialisme

Perang Paderi di Minangkabau menyebabkan instabilitas pemerintahan di Mandailing. karena sebagian pasukan Paderi berasal dari daerah Mandailing dan Natal. Belanda masuk ke Mandailing untuk menghentikan perluasan perang Paderi ke utara. Pada tahun 1840, Belanda mendirikan asisten Residen Angkola Mandailing di Panyabungan di bawah Gubernemen Sumatra's Westkust, sebagai penanda dimulainya penjajahan di daerah ini sekaligus mengurangi otoritas raja-raja Mandailing. Pada tahun 1857, wilayah Mandailing, Angkola, dan Sipirok digabungkan dalam keresidenan Air Bangis. Keresidenan Madina pun didirikan pada tahun 1885 dengan ibu kota di Padangsidimpuan. Pada tahun 1906, pusat pemerintahan dipindahkan dari Padangsidimpuan ke Sibolga yang setelahnya menjadi Karesidenan Tapanuli. Natal dijadikan kota pelabuhan penting untuk ekspor komoditas perkebunan. Selain menjadi pelabuhan dagang penting bagi bangsa Cina, Arab, Portugis, India dan Inggris, Muara Singkuang dan Natal juga menghubungkan sungai-sungai besar di Mandailing yang dijadikan sebagai sumber pertanian dan perkebunan. Tidak hanya itu, sungai-sunga besar itu juga menjadi sarana lalu lintas jalan sebelum dibangunnya Jalan Pos Mandailing - Air Bangis pada tahun 1901.

2. Geografis Mandailing Natal

Kabupaten Madina terletak antara 0°10'-1°50' lintang utara dan 98°10'-100°10' bujur timur, dengan ketinggian wilayah bervariasi dari 0 hingga 2.145 meter di atas permukaan laut. Luas wilayah kabupaten ini adalah sekitar 6.134,00 km2, yang setara dengan sekitar 8,40 persen dari total wilayah Sumatera Utara.

Madina meliputi pegunungan dan perbukitan yang terkenal sebagai Bukit Barisan di beberapa kecamatan, serta daerah pesisir di Kecamatan Batahan, Natal, dan Muara Batang Gadis.

Selain itu, Daerah Madina yang terletak pada ketinggian antara 0-1.315 meter di atas permukaan laut memiliki suhu udara berkisar antara 23 °C hingga 32 °C dengan kelembaban antara 80-85%.

3. Budaya Mandailing Natal

Dilansir dari laman resmi Diskominfo Kab. Mandailing Natal, berikut adalah beberapa kebudayaan yang dimiliki oleh Mandailing Natal.

· Gordang Sambilan

Gordang Sambilan adalah sebuah jenis alat musik pukul yang terdiri dari sembilan bedug dengan panjang dan diameter berbeda yang dapat menghasilkan bervariasi nada. Alat musik ini hanya dipergunakan dalam acara kerajaan seperti pernikahan atau penyambutan tamu kerajaan yang diawali dengan pemotongan seekor kerbau sebelum menggunakannya. Awalnya terdapat di alun-alun Bagas Godang, namun sekarang lebih sering ditemui dalam berbagai acara seperti pernikahan, penyambutan, dan perayaan besar. Gordang Sambilan merupakan salah satu daya tarik wisata Kabupaten Madina yang diakui sebagai warisan budaya Indonesia dan dianggap istimewa oleh para ahli etnomusikologi di dunia.

· Bagas Godang dan Sopo Godang

Bagas Godang atau biasa disebut Rumah Raja, selalu dibangun berdampingan dengan sebuah balai sidang adat yang disebut Sopo Sio Rancang Magodang atau Sopo Godang. Balai sidang ini ditempatkan di depan atau di samping Rumah Raja dan menggunakan tiang-tiang besar ganjil tanpa dinding sebagai lambang pemerintahan demokratis di Huta. Semua sidang adat dan urusan pemerintahan dapat disaksikan secara langsung oleh masyarakat. Sopo Godang digunakan untuk mengambil keputusan penting dan menerima tamu terhormat oleh Raja dan tokoh-tokoh masyarakat. Di dalamnya terdapat Gordang Sambilan, alat musik sakral Mandailing. Bagas Godang dan Sopo Godang selalu disatukan dengan halaman luas bernama Alaman Bolak Silangse Utang yang merupakan tempat berlindung dari bahaya. Masyarakat menghormati kedua bangunan ini sebagai simbol kemandirian dalam menjalankan pemerintahan dan adat Mandailing, tanpa memisahkan mereka dari masyarakat sekitar.

· Lubuk Larangan

Di sepanjang Sungai Batang Gadis terdapat sebuah zona yang disebut Lubuk Larangan dengan panjang sekitar 1 km. Lubuk ini dibuka dua kali setahun untuk kegiatan menangkap ikan. Orang yang ingin berpartisipasi dalam kegiatan ini harus mendaftar melalui sekretariat dan membayar biaya pendaftaran. Konsep di balik lubuk larangan ini adalah untuk menghasilkan pendapatan bagi desa serta melindungi ikan langka seperti ikan merah.

4. Ciri Khas dan Fakta Mandailing Natal

Madina memiliki objek wisata yang mempesona, salah satunya adalah Pantai Batu Badaun. Pantai ini terletak di Desa Sikapas, kecamatan Muara Batang Gadis. Pantai ini memiliki pemandangan yang indah karena terdapat sebuah tanjong kecil yang terputus yang disebabkan oleh abrasi laut, dengan ujung tanjong berupa batu besar yang ditumbuhi pohon rimbun.

Selain objek wisata, Madina juga memiliki kuliner khas yang memiliki rasa manis dan mengenyangkan perut, yaitu Toge Panyabungan. Toge berarti bubur, sedangkan Panyabungan merupakan sebuah ibukota di Madina. Toge Panyabungan terdiri dari campuran ketan hitam, lupis, tapai pulut putih, serta candil yang disiram dengan kuah gula aren dengan campuran santan. Makanan ini seringkali ditemukan ketika memasuki bulan Ramadan sebagai santapan berbuka puasa.

Nah, itu dia penjelasan mengenai sejarah, geografis, budaya, ciri khas dan fakta dari Mandailing Natal. Sangat unik, bukan? Semoga bermanfaat ya, detikers.

Artikel ini ditulis Siti Alya Zikriena Poetri, peserta magang bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.




(afb/afb)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads